Persoalan timbulan sampah di Indonesia masih belum dikelola dengan baik. Rumah tangga berperan penting sebagai aktor utama dalam pengelolaan sampah.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan timbulan sampah di Indonesia masih belum bisa dikelola dengan baik. Salah satu upaya menangani timbulan sampah dapat diselesaikan dari sumbernya, yakni pada tingkat rumah tangga, melalui pemilahan sampah. Apabila setiap rumah tangga mengerjakan hal ini, sampah yang terpilah itu menjadi lebih mudah dikelola atau dimanfaatkan sehingga memiliki nilai ekonomi.
Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, pelibatan masyarakat secara langsung melalui penanganan sampah oleh rumah tangga, kelompok masyarakat kecil mulai dari tingkat RT, RW, hingga kelurahan akan sangat baik. Hal ini akan membentuk konsolidasi dalam upaya penanganan sampah. Kolaborasi sejumlah pihak menjadi hal yang penting dan pemerintah memiliki regulasi yang dapat memfasilitasi infrastrukturnya.
”Pemerintah telah menetapkan strategi dan pelaksanaan pengelolaan sampah dalam bentuk kebijakan dan kapasitas kelembagaan di tingkat lokal. Karena itu, pelibatan semua pihak menjadi penting agar dapat mencapai target pengelolaan sampah pada 2025, yakni 100 persen sampah terkelola,” ujarnya saat konferensi pers seusai seminar bertajuk ”Kolaborasi Pemerintah Daerah, Komunitas dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengurangan Sampah”, di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK per 31 Januari 2023 menunjukkan, timbulan sampah sebanyak 18,3 juta ton per tahun. Adapun sampah yang terkelola 77,28 persen dengan rincian pengurangan sampah 26,73 persen dan penanganan sampah 50,55 persen. Masih ada 22,72 persen sampah yang tidak terkelola.
Ujang mengatakan, hambatan dalam pengelolaan sampah di tingkat lokal salah satunya disebabkan keterbatasan anggaran pemerintah daerah di kabupaten/kota untuk penanganan sampah. Anggaran yang digunakan tersebut hanya 0,5 persen dari total APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Perlu kerja keras dan dukungan serta kolaborasi dari berbagai pihak mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga pengelola kawasan serta masyarakat untuk mengatasi timbulan sampah. Selain itu, upaya melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampahnya serta mengedukasi perubahan perilaku dan budaya masyarakat Indonesia.
Masyarakat yang telah mengikuti berbagai pelatihan diharapkan dapat menjadi inspirasi, edukator, dan mentor untuk area lain yang ingin memulai pengelolaan sampah dari lingkungan sekitar rumahnya.
Pemerintah terus menguatkan berbagai kebijakan, seperti melalui program Adipura, penguatan Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) di pemerintah daerah, hingga pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional.
”Upaya untuk menangani sampah yang sudah ada, ini tugas utama pemerintah di kabupaten/kota. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi dengan masyarakat dan komunitas,” tutur Ujang.
Percontohan
Direktur Nasional Wahana Visi Indonesia (WVI) Angelina Theodora mengatakan, program PHINLA yang dilakukan di DKI Jakarta mendukung pengelolaan sampah di level daerah. Program ini merupakan program global dukungan Pemerintah Jerman yang melibatkan tiga negara, yaitu Filipina, Indonesia, dan Sri Lanka.
Setelah berjalan lebih kurang tiga tahun, program tersebut membawa dampak positif bagi masyarakat di lima wilayah dampingan, seperti di Cipinang Besar Selatan, Marunda, Cilincing, Semper Barat, dan Penjaringan.
Angelina mengatakan, program PHINLA diharapkan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang didampingi selama ini, tetapi juga dapat bermanfaat bagi masyarakat di wilayah lain. Ia berharap pengelolaan sampah yang baik dapat diadopsi antarpemerintah daerah berdasarkan pendekatan multisektor.
Koordinator Program PHINLA Marcell Sinay menambahkan, program PHINLA berhasil mengembangkan sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga dan komunitas. Keberhasilan itu seperti meningkatkan jumlah warga yang melakukan pemilahan sampah dan bergabung menjadi nasabah bank sampah.
Dari 822 nasabah di pertengahan 2021 telah bertambah menjadi 1.834 nasabah pada akhir 2022. Jumlah rumah memilah sampah turut naik dari 634 rumah pada Januari 2022 menjadi total 1.437 rumah pada November 2022. Kapasitas bank sampah juga meningkat dari 5.154 kg di pertengahan 2021 menjadi 11.810 kg di Desember 2022. Dana tabungan warga yang dikelola bank sampah juga mengalami peningkatan semula Rp 9.921.000 pada pertengahan 2021 menjadi Rp 25.504.000 pada Desember 2022.
Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) Swietenia Puspa Lestari menyampaikan, program PHINLA dapat berjalan karena dukungan semua masyarakat sehingga dapat menggerakkan komunitas di sekitarnya. Kemudian, ikut serta dalam usaha pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga.
”Masyarakat ini yang telah mengikuti berbagai pelatihan diharapkan ke depan bisa menjadi inspirasi, edukator, dan mentor untuk area lain yang mau memulai pengelolaan sampah dari lingkungan di sekitar rumahnya,” ujarnya.