Dua dari tiga anak di Indonesia mengonsumsi minuman berpemanis setidaknya satu kali dalam sehari. Minuman manis yang dikonsumsi secara berlebihan bisa berbahaya bagi kesehatan. Adanya label kandungan gula diperlukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Sebagai konsumen, masyarakat diharapkan lebih bijaksana dalam memilih produk makanan ataupun minuman dalam kemasan. Produk dengan kandungan gula yang tinggi sebaiknya dihindari. Konsumsi minuman tinggi gula dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular.
Ahli gizi dari IPB University Rimbawan mengatakan, konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan di Indonesia amat tinggi. Di tengah akses yang mudah, kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi gula yang berlebihan masih rendah.
”WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) telah merekomendasikan batasan konsumsi gula harian maksimal 50 gram atau sekitar empat sendok makan. Dengan batasan itu, dua per tiga masyarakat di Indonesia mengonsumsi gula lebih dari batasan yang ditentukan,” katanya di Tangerang, Kamis (26/1/2023).
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, anak yang mengonsumsi makanan ataupun minuman manis lebih dari satu kali per hari sebanyak 61,86 persen. Jumlah itu meningkat dari 2013 yang tercatat sebesar 52,5 persen.
Rimbawan menyampaikan, konsumsi minuman berpemanis yang berlebihan berkaitan erat dengan berbagai penyakit tidak menular, seperti obesitas, diabetes melitus tipe dua, jantung, dan gagal ginjal. Pada kasus di Indonesia, jumlah kasus penyakit tidak menular terus meningkat.
Minuman ”kekinian ” yang semakin menjamur dan mudah diakses masyarakat turut meningkatkan konsumsi minuman manis di masyarakat.
Selain menyebabkan penurunan produktivitas pada penduduk, tingginya kasus penyakit tidak menular juga berdampak pada beban biaya kesehatan masyarakat yang semakin besar. Hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu perolehan bonus demografi bagi Indonesia.
Menurut Rimbawan, tantangan yang dihadapi saat ini dalam pembatasan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan adalah masifnya promosi pada produk tersebut. Selain itu, minuman ”kekinian” yang semakin menjamur dan mudah diakses masyarakat turut meningkatkan konsumsi minuman manis di masyarakat.
”Untuk itu, edukasi pada masyarakat menjadi penting agar pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis semakin baik. Kecenderungan meningkatnya konsumsi minuman berpemanis ini tidak hanya di perkotaan saja, tetapi juga juga di daerah perdesaan dan pedalaman,” katanya.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, edukasi untuk perubahan perilaku masyarakat perlu terus digalakkan. Itu bisa didukung dengan penyediaan makanan sehat yang disertai dengan label pangan yang benar. Label pangan tersebut termasuk menginformasikan mengenai kadar gula yang terkandung dalam kemasan.
”Industri, pelaku usaha, dan retail bisa turut berperan dalam mengedukasi masyarakat. Adanya label pada kemasan bisa berdampak baik untuk meningkatkan persepsi dan perilaku yang lebih baik dalam memilih makanan yang lebih sehat,” ucapnya.
President Director Super Indo Johan Boeijenga menyampaikan, retail pun bisa turut berperan mengedukasi masyarakat untuk memilih produk yang lebih sehat. Salah satunya dengan menyematkan indikator tingkat kandungan gula pada produk minuman berpemanis yang dijual.
Saat ini, Super Indo telah memberikan keterangan indikator kandungan gula pada setiap minuman kemasan yang dijual. Setidaknya ada empat indikator yang dibedakan dengan warna tertentu. Pada produk minuman yang mengandung gula kurang dari 0,5 gram per 100 mililiter (ml) akan ditambahkan keterangan berwarna kuning pada nama produk dan harga yang dipajang.
Sementara itu, pada produk minuman yang mengandung gula 0,5-6 gram berwarna jingga muda. Pada produk yang mengandung gula 6-12 gram per 100 ml akan memiliki keterangan warna jingga, sedangkan pada produk yang mengandung gula lebih dari 12 gram akan ditambahkan keterangan warna merah.
”Adanya indikator kandungan gula ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk mengambil keputusan pada produk yang dipilih. Harapannya masyarakat bisa memilih produk yang lebih sehat. Kami tentu berharap pula dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemasok produk agar lebih banyak menyediakan produk minuman rendah atau tanpa gula,” kata Johan.