Selamat Jalan Pianis Legendaris Indonesia, Iravati Sudiarso
Kepergian Iravati M Sudiarso pada Rabu (18/1/2023) merupakan duka bagi dunia musik klasik Indonesia. Sosoknya sebagai salah satu pianis legendaris dan pelopor musik klasik Tanah Air akan selalu dikenang.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musisi dan pianis legendaris Indonesia, Iravati Mangunkusumo Sudiarso, mengembuskan napas terakhirnya pada usia 86 tahun di kediaman putrinya di Kebayoran Baru, Jakarta, pada Rabu (18/1/2023) sekitar pukul 15.00. Kepergiannya menjadi duka bagi dunia musik, khususnya musik klasik, di Indonesia.
Iravati lahir di Surabaya, 28 September 1937, dan sudah belajar musik sejak usianya masih lima tahun. Ia mengembangkan ilmu musiknya di Peabody Conservatory of Music, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, tahun 1962 dan lulus dengan gelar Bachelor of Music. Ia juga lulus dengan penghargaan The Florence Salomon Memorial Award yang merupakan penghargaan tertinggi untuk prestasi dalam permainan piano.
Iravati berhasil menyelesaikan studi Master of Music di kampus yang sama pada 1964. Pada saat itu ia juga terpilih sebagai pianis Asia pertama yang tampil sebagai solis bersama New York Philharmonic Orchestra dalam acara peresmian Lincoln Center for the Performing Arts. Setelah itu ia pulang untuk berkarya di Tanah Air.
Iravati berpesan kepada saya untuk pulang dalam keadaan utuh. Dia meminta agar saya selalu rendah hati meski sudah menempuh pendidikan di luar negeri dan untuk pulang serta berkarya di Tanah Air. (Avip Priatna)
Lebih dari 50 tahun berkarya, ia dikenal sebagai pianis terkemuka yang menjadi pelopor perkembangan musik klasik di Indonesia. Selain itu, ia merupakan pendiri Sekolah Musik Pendidikan Musik (YPM) yang beroperasi sejak Oktober 1952 untuk melahirkan instrumentalis dan musisi yang cemerlang serta berkarakter.
Tante Ira—sapaan akrab murid-muridnya untuk Iravati—dikenal sebagai pendidik yang sabar dan disiplin serta menjadi inspirasi bagi muridnya. Di sisi lainnya, musik juga dijadikan Iravati untuk mengekspresikan keprihatinannya pada kondisi negeri seperti yang ditampilkannya bersama putrinya, Aisha Sudiarso Pletscher, saat memainkan karya Johann Sebastian Bach/Mary Howe, ”Sheep May Safely Graze” (”Biarkan Domba Merumput dengan Aman”) (Kompas, 31/12/2017).
”Kepergian Iravati merupakan duka bagi dunia musik klasik Indonesia. Karya yang ditinggalkan akan abadi bagi penikmat musik klasik dan para muridnya,” ujar Pendiri dan Direktur Musik Batavia Madrigal Singers (BMS) Avip Priatna saat dihubungi seusai melayat Iravati.
Bagi Avip yang juga merupakan konduktor terkemuka di Indonesia, sosok Iravati ialah salah satu dari delapan guru yang berperan besar dalam karier musiknya. Saat musik klasik Indonesia masih dipandang sebelah mata, Iravati tetap teguh untuk ”berdarah-darah” mengembangkannya.
Salah satu pesan dari Iravati yang paling diingat Avip adalah sebelum dia melanjutkan pendidikan di Artium University of Music and Performing Art, Vienna, Austria. ”Iravati berpesan kepada saya untuk pulang dalam keadaan utuh,” ujarnya.
Itu merupakan pesan penuh makna yang masih dipegang teguh oleh Avip. Pesan tersebut memintanya untuk tidak besar kepala dan sombong karena sudah menempuh pendidikan di luar negeri. Selain itu, pesan tersebut mengisyaratkan kepadanya untuk pulang dan berkarya di Tanah Air.
Iravati pernah termuat sebagai figur pada Sosok, kolom khusus harian Kompas untuk tokoh inspiratif, pada 31 Desember 2017. Kolom tersebut bertajuk ”Memetik Buah Musik Berkarakter” yang ditulis Ninok Leksono, wartawan senior Harian Kompas.
Dalam tulisan tersebut, Iravati memperlihatkan kepekaan terhadap perkembangan sosial yang terjadi di sekitarnya sebagai pianis. Ia juga digambarkan sebagai sosok yang bersungguh-sungguh dalam memainkan karya-karya menantang seperti karya Rachmaninoff. Rachmaninoff dikenal sebagai salah satu empu dalam seni piano virtuoso, yang menonjolkan inklinasi pada karya-karya besar, dalam permusikan termasuk sangat menantang.
Karya itu diperlihatkan Iravati saat tampil bersama Twilite Orchestra di bawah konduktor Addie MS, di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, pada 27 Agustus 1999. Ia memainkan bagian ”Allegro Scherzando dari Konser Piano No 2” yang dalam pergelaran perdana menampilkan sang komposer sendiri sebagai solisnya–penyanyi tunggal.
Salah seorang murid Iravati, Harimada Kusuma, yang kini merupakan pianis dan guru piano, menuturkan, bimbingan dari Iravati, meski singkat, merupakan momentum berharga, penuh kesan, dan amat berarti. ”Kebesaran terletak pada kesederhanaan seseorang,” ucapnya saat menggambarkan sosok Tante Ira, seperti dikutip dari Kompas, 31 Desember 2017.