Kinerja Bidang Kehutanan Tidak Bisa Dipotret di 2022
Menjelang akhir tahun, berbagai program pemerintah di bidang lingkungan dan kehutanan sepanjang 2022 dilakukan. Seluruh capaian, khususnya dari program kehutanan, perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan ke depan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pergantian tahun, berbagai program pemerintah di bidang lingkungan dan kehutanan sepanjang 2022 telah dilakukan. Akan tetapi, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Hariadi Kartodihardjo menilai, aspek akses, keadilan alokasi, dan kelestarian untuk ketahanan pangan masyarakat tidak bisa dipotret dalam tahun 2022 karena prosesnya yang panjang dan kompleks.
”Hasil tahun 2022 juga menentukan perjalanan yang akan datang. Selain pandemi, hal yang membatasi capaian ini adalah efek dari Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, melihat angka-angka capaian tersebut kita tetap perlu memberikan apresiasi kepada KLHK,” katanya saat menjadi penanggap dalam acara refleksi akhir tahun 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Manggala Wana Bakti, Kompleks KLHK, Kamis (29/12/2022).
Menurut Hariadi, persoalan akses dan keadilan alokasi tidak bisa dilihat kinerjanya hanya dari satu ruang lingkup direktorat. Sebagai contoh, penetapan kawasan hutan yang masih kurang 34,5 juta hektar dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) juga harus segera diselesaikan.
Kita masih harus menyelesaikan sisa target penetapan kawasan hutan sekitar 34,5 juta hektar. Sisa target ini akan kami selesaikan pada 2023.
Ia pun merekomendasikan agar berbagai aspek yang terkait dengan kawasan hutan dapat diintegrasikan melalui serangkaian program. Integrasi ini termasuk untuk persoalan keterlanjuran kawasan hutan untuk peruntukan perkebunan sawit atau pertambangan dan instrumen perhutanan sosial jika memerlukan pengembangan ekonomi.
”Integrasi informasi menjadi sebuah tantangan baru. Pengembangan teknologi informasi memang sudah baik di tempat masing-masing, tetapi tetap harus ada dua atau tiga pihak eselon 1 yang dapat memastikan hal ini dengan orientasi pelayanan publik,” ucapnya.
Dalam acara tersebut, sejumlah capaian semua direktorat jenderal dan jajaran setingkatnya di KLHK tahun 2022 juga dipaparkan.
Di Ditjen PKTL, hingga Desember 2022, penetapan kawasan hutan telah dilakukan pada area seluas 91,3 juta hektar atau sekitar 73 persen dari target yang ditetapkan. Sesuai dengan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, seluas 125 juta kawasan hutan di Indonesia harus sudah ditetapkan pada 2023.
”Artinya, kita masih harus menyelesaikan sisa target penetapan kawasan hutan sekitar 34,5 juta hektar. Sisa target ini akan kami selesaikan pada 2023. Data menunjukkan, penetapan hutan terus naik sejak 2013,” ujar Direktur Jenderal PKTL KLHK Ruandha Agung Sugardiman.
Program lain dari Dirjen PKTL pada 2022 adalah melakukan serangkaian tahapan pelaksanaan kegiatan serapan emisi gas rumah kaca sektor kehutanan dan tata guna lahan (FOLU Net Sink) 2030. Sementara proses implementasi mulai dilakukan pada 2023-2024.
Sementara capaian Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari dengan sejumlah program di atas 100 persen. Salah satunya, peningkatan produktivitas hutan melalui penanaman dan pengkayaan kawasan hutan dengan target 403.000 hektar. Capaian ini terealisasi sebesar 591.761 hektar atau mencapai 146,64 persen dari target.
Sementara untuk program percepatan akses legal masyarakat terhadap kawasan hutan, tercatat realisasinya mencapai 91,21 persen. Sepanjang 2022, capaian luas pemanfaatan hutan berbasis masyarakat dengan target 15.000 hektar ini yaitu sebesar 13.681 hektar.
Sementara salah satu program di Ditjen Perhutanan Sosial dan dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) yakni meningkatkan akses kelola hutan oleh masyarakat melalui perhutanan sosial dengan target seluas 180.000 hektar. Pada 2022, tercatat capaian telah melebihi target, hingga 235 persen dengan luasan mencapai 423.000 hektar.
Dengan luasan tersebut, total perhutanan sosial sampai saat ini telah mencapai 5,3 juta hektar dengan melibatkan lebih dari 1,2 juta keluarga. Perhutanan sosial ini sudah menyebar di 33 provinsi, 380 kabupaten/kota, 2.315 kecamatan, dan 4.294 desa.
”Keberhasilan ini tidak terlepas dari kolaborasi dengan inovasi kerja bareng jemput bola serta penerapan digitalisasi pengusulan dan monitoring untuk perkembangan izin atau persetujuan perhutanan sosial,” ucap Direktur Jenderal PSKL Bambang Supriyanto.