Kelainan jantung bawaan adalah jenis cacat bayi baru lahir paling umum. Untuk mengatasinya, kini berlangsung uji klinis suntikan sel punca ke jantung bayi. Jika berhasil, banyak anak mendapat kesempatan hidup baru.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Dokter spesialis jantung melakukan proses primary percutaneous coronary intervention (PPCI), yaitu tindakan membuka sumbatan pada pembuluh darah koroner pada pasien di ruang kateterisasi Rumah Sakit Jantung Diagram, Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/8/2019). Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian utama setelah stroke dan hipertensi.
Seorang bayi laki-laki yang lahir dengan cacat jantung bawaan, Finley (2), tercatat sebagai orang pertama yang menerima suntikan sel punca untuk menambal jantungnya. Keberhasilan teknik ini akan menjadi harapan bagi banyak anak dengan kelainan jantung bawaan saat lahir.
Prevalensi bayi lahir dengan kelainan atau cacat jantung bawaan di Amerika Serikat dan Inggris diperkirakan mencapai 1 persen. Ini merupakan jenis cacat yang paling umum diderita bayi baru lahir. Karena itu, keberhasilan teknik ini akan memberikan kesempatan hidup dan peningkatan kualitas hidup bagi banyak anak di masa depan.
Seperti dikutip dari Livescience, Kamis (22/12/2022), Finley lahir dengan cacat yang disebut ”transposisi arteri besar”, yang artinya dua arteri utama untuk membawa darah keluar dari jantung mengalami pertukaran posisi. Finley menjalani operasi jantung terbuka pada empat hari setelah lahir untuk memindahkan arteri ke posisi normalnya.
Pada 12 jam setelah operasi, terjadi komplikasi. Fungsi jantung Finley memburuk sehingga dia harus mendapat perawatan intensif. Setelah berminggu-minggu menjalani perawatan, profesor bedah jantung bawaan di Sekolah Kedokteran Bristol, Inggris, Massimo Caputo menawarkan pilihan lain untuk dipertimbangkan orangtua Finley, yaitu melalui tindakan suntik sel punca secara langsung ke jantung anak.
Tidak dapat diprediksi
”Dokter memperingatkan kami bahwa mereka tidak dapat memprediksi hasilnya. Namun, keluarga dipastikan tidak akan rugi,” kata ibu Finley, Melissa Hudd. Orangtua Finley pun akhirnya menerima tawaran tersebut guna mengoptimalkan setiap potensi hidup dan kesembuhan Finley.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pasien menunggu giliran periksa di poliklinik jantung gedung baru Ventricle Building RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK), Jakarta, Selasa (8/11/2022). Ruang operasi RSJPDHK telah bertambah jadi 12 ruang dari sebelumnya tujuh ruang. RS ini kini juga telah siap untuk menangani pasien transplantasi jantung. Selain itu, tim medis di RSJPDHK juga telah mampu membuka pembuluh darah hanya dengan waktu 90 menit dalam penanganan pasien gagal jantung.
Di Universitas Bristol, Caputo telah mengembangkan teknik ”plester sel punca” atau tambalan berisi sel punca yang diberikan langsung ke jantung selama operasi. Tidak seperti tambalan sintetis standar atau penggantian katup jantung, secara teoretis tambalan plester sel punca tidak memerlukan penggantian terlalu sering saat anak tumbuh besar. Artinya, plester sel punca membantu mengurangi atau menghilangkan kebutuhan anak dengan cacat jantung bawaan untuk melakukan operasi berkali-kali.
Dengan plester sel punca, dokter berusaha membuat jaringan hidup, baik itu katup jantung, pembuluh darah, maupun tambalan jantung lainnya. ”Tambalan sel punca ini akan tumbuh seiring pertumbuhan anak dan tidak menimbulkan pemburukan,” kata Caputo yang diambil dari situs Yayasan Jantung Inggris (BHF). Teknik ini dianggap akan meningkatkan kualitas hidup anak secara besar-besaran.
Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi kami sangat berterima kasih atas perubahan hidup Finley setelah perawatan sel punca karena kini dia memiliki kesempatan hidup yang mungkin tidak dimiliki sebelumnya.
Plester sel punca telah terbukti pada hewan dan kini sedang menjalani uji klinis pada manusia selama dua tahun. Namun, dalam kasus Finley, sel punca yang diterima bukan bagian dari uji klinis tersebut dan dia tidak menerima plester sel punca yang dikembangkan Caputo.
Pada dua minggu setelah perawatan sel punca, terjadi perubahan pada Finley. Bayi tersebut akhirnya bisa pulang setelah enam bulan menjalani perawatan di rumah sakit dengan mesin yang membantunya bernapas pada malam hari.
”Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi kami sangat berterima kasih atas perubahan hidup Finley setelah perawatan sel punca karena kini dia memiliki kesempatan hidup yang mungkin tidak dimiliki sebelumnya,” kata Hudd.