Penguatan kualitas sumber daya manusia menjadi fondasi utama pembangunan. Hal ini memerlukan pendidikan yang adaptif dan responsif untuk menjawab beragam tantangan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disrupsi teknologi digital menghadirkan tantangan sekaligus peluang di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Sistem dan kebijakan pendidikan dituntut beradaptasi sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia atau SDM di masa depan.
Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Warsito mengatakan, penguatan kualitas SDM menjadi fondasi utama pembangunan. Hal ini memerlukan pendidikan yang adaptif dan responsif untuk menjawab beragam tantangan.
Ia mencontohkan, pembelajaran daring menjadi keniscayaan pada masa pandemi Covid-19. Kondisi ini memaksa peserta didik, guru, dan dosen beralih dan beradaptasi menggunakan platform digital.
”Adaptasi ini diharapkan mendorong peningkatan kualitas SDM di masa depan,” ujarnya dalam seminar ”Kepemimpinan dan Kebijakan Pendidikan Indonesia” di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Upaya meningkatkan kualitas SDM itu semakin krusial karena tingginya angkatan kerja di Tanah Air yang mencapai 4,2 juta jiwa per tahun. Angka itu berasal dari lulusan pendidikan menengah yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi serta lulusan perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan lebih mendekatkan pendidikan pada dunia industri. Dengan begitu, para lulusan diharapkan cepat beradaptasi dengan kebutuhan dunia usaha sesuai kompetensi masing-masing.
”Lembaga sertifikasi profesi juga didorong menerapkan pembelajaran berbasis industri sehingga lulusannya mampu diserap kebutuhan pasar,” ucapnya.
Pembelajaran daring menjadi keniscayaan pada masa pandemi Covid-19. Kondisi ini memaksa peserta didik, guru, dan dosen beralih dan beradaptasi menggunakan platform digital.
Mendongkrak kualitas SDM bertujuan mengoptimalkan bonus demografi di Indonesia. Ini merupakan kondisi saat penduduk didominasi warga berusia produktif 15-64 tahun.
Warsito menuturkan, saat ini 70,72 persen dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia berusia produktif. Kondisi itu menjadi tantangan agar kelompok warga berusia produktif berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan bangsa.
”Ini modal yang sangat penting. Insan akademis harus ikut andil meningkatkan kualitas penduduk produktif. Salah satu caranya tentu lewat adaptasi pendidikan,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nunuk Suryani mengatakan, salah satu tantangan pembangunan SDM di Tanah Air adalah rendahnya kompetensi dasar siswa. Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) 2019, skor membaca, numerasi, dan sains siswa Indonesia secara berturut-turut berada pada peringkat ke-72 dari 77 negara, ke-72 dari 78 negara, dan ke-70 dari 78 negara.
Peran guru pun tidak cukup sekadar menguasai kompetensi dasar, yaitu pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru mesti siap melakukan lompatan transformasi pembelajaran yang berubah.
”Siap memasuki era baru untuk membangun kreativitas, mengasah skill siswa, dan meningkatkan kualitas diri dengan perubahan sistem, cara pandang, dan pola interaksi dengan teknologi,” ucapnya.
Rektor Universitas Negeri Jakarta Komarudin menuturkan, pendidikan menjadi kunci menghadapi berbagai perubahan akibat disrupsi teknologi. Namun, tanpa adaptasi pendidikan, kualitas SDM Indonesia terancam tertinggal dari negara-negara lain.
”Hanya saja, memang perlu kecermatan serta gagasan besar dan kritis agar kebijakan pendidikan bisa menjembatani perubahan yang cepat tersebut,” katanya.