Soni Farid Maulana dikenal sebagai seorang penyair yang gigih dan produktif dalam berkarya. Salah satu kontribusinya, kehadiran puisi Sonian yang hingga kini telah banyak diikuti para anak muda dalam lima tahun terakhir.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sastrawan sekaligus penyair Soni Farid Maulana meninggal pada Minggu (27/11/2022) subuh di rumahnya di Ciamis, Jawa Barat. Soni diketahui mengalami sakit diabetes sejak beberapa tahun lalu. Ia berpulang dalam usia 62 tahun.
Soni lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 19 Februari 1960. Ia menyelesaikan kuliah di Jurusan Teater Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung. Selain menulis puisi sejak tahun 1976, ia juga menulis cerpen dan esai. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media cetak yang terbit di Jakarta dan daerah.
Sastrawan Jose Rizal Manua menilai, sosok Soni adalah penyair yang penting dalam perkembangan seni dan puisi di Indonesia. ”Almarhum berguru pada Rendra sehingga puisi-puisinya melanjutkan diksi-diksi dari Rendra. Tetapi karya-karya mempribadi dan banyak penyair muda yang berguru pada Soni,” kenangnya.
Tiga kumpulan puisi yang ditulisnya, Sehampar Kabut, Angsana, dan Telapak Air meraih Hadiah Lima Besar Khatulistiwa Literary Award untuk periode 2005-2006, 2006-2007, dan periode 2012-2013.
Adapun buku puisinya Arus Pagi mendapat Anugerah Buku Puisi Terbaik 2015 dari Yayasan Hari Puisi Indonesia, Jakarta. Atas dedikasi kepenyairannya itu, Pemerintah Kota Tasikmalaya memberikan Anugerah Budaya pada 16 November 2022.
Menurut sastrawan Acep Zamzam Noor, Soni dikenal sebagai pencetus puisi empat baris dengan patron 6-5-4-3 yang kemudian dikenal sebagai puisi Sonian. Enam suku kata di baris pertama, lima suku kata di baris kedua, empat suku kata di baris ketiga, dan tiga suku kata di baris keempat.
Bagi dia, Soni merupakan sosok sahabat karib yang memilih seluruh hidupnya untuk puisi. Menurut Acep, Soni dikenal sebagai seorang penyair yang gigih dan produktif dalam berkarya. Salah satu kontribusinya, kehadiran puisi Sonian yang hingga kini telah banyak diikuti para anak muda dalam lima tahun terakhir.
Dia orang yang gigih dan sangat produktif dalam membuat puisi. Diperkirakan ada lebih 100 puisi yang diciptakannya dan puluhan antologi puisi tunggal yang sudah dibukukan.
DOKUMENTASI PRIBADI ACEP ZAMZAM NOOR
Sastrawan Acep Zamzam Noor dan Soni Farid Maulana
Sejumlah puisi yang ditulis Soni sudah dibukukan dalam sejumlah antologi puisi tunggal, antara lain, Bunga Kecubung (1984), Dunia Tanpa Peta (1985), Krematorium Matahari (1985), ParaPenziarah (1987), dan Matahari Berkabut (1989).
”Dia orang yang gigih dan sangat produktif dalam membuat puisi. Diperkirakan ada lebih 100 puisi yang diciptakannya dan puluhan antologi puisi tunggal yang sudah dibukukan,” kata Acep.
Sastra digital
Menurut catatan Kompas, sastra digital kembali ramai dibicarakan di media sosial seiring munculnya puisi bergaya Sonian yang merujuk pada inisiatornya, yaitu penyair asal Bandung, Soni Farid Maulana.
Menurut pengajar Sastra Indonesia dari Universitas Indonesia, Maman S Mahayana, Soni Farid Maulana sebagai pengkreasi Sonian, sajak pendek dengan format suku kata 6-5-4-3, menggambarkan penyair yang berupaya untuk turun gunung atau dekat dengan masyarakat.
Soni menyebarkan gagasan Sonian lewat Facebook dan mengajak semua orang untuk berpuisi. ”Sastra itu semangatnya memberi kebaruan. Ini dilakukan oleh Soni,” kata Maman (Kompas, 24/2/2015).