Perempuan Perajin NTT Berbagi Pengetahuan tentang Karya Tenun
Karya tenun dari NTT merupakan salah satu produk kerajinan lokal karya para perempuan di desa-desa. Di balik kain tenun tersebut, tersimpan sejumlah makna dan nilai budaya yang tidak banyak diketahui masyarakat.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah seniman, perancang, dan penggerak komunitas di akar rumput yang mendukung tradisi kerajinan sebagai hasil karya seni dari sang perajin menggelar kegiatan Meet the Makers Indonesia di Jakarta. Selain memperkenalkan karya seni, kegiatan yang bertema khusus ”Cerita Ekspresi Timur tentang Tradisi Kerajinan Tenun” ini juga menjadi forum berbagi pengetahuan, cerita kearifan lokal, dan perjuangan perajin.
Kegiatan Meet the Makers Indonesia (MTM) yang dimulai sejak Jumat (18/11/2022) hingga Minggu (20/11/2022) dan berlangsung di Parara Indonesian Ethical Store, Jalan Kemang Timur Raya, Jakarta, ini merupakan seri ke-15. Kegiatan ini mengangkat peran dan partisipasi para perempuan perajin tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kegiatan ini tujuannya untuk berbagi pengetahuan adat tentang tradisi kerajinan tenun dan konservasi alam dengan pemuda, dan pemimpin perempuan lainnya, dan pendukung warisan.
Acara tersebut menampilkan Komunitas Penenun Tewuni Rai dari Pulau Sabu (Sawu) yang menonjolkan tradisi klan di sana, Komunitas Penenun BIFE dan Mollo (tenun sebagai alat perjuangan mempertahankan wilayah adat), serta Komunitas Penenun Biboki, TTU (mengembangkan tenun dari pewarna alami, dan mengampanyekan tenun di kalangan remaja TTU).
Menurut Co-Founder MTM Maria Cristina Guerrero, MTM diharapkan memberikan kontribusi pada pemulihan ekonomi perempuan perajin dan pembawa budaya Indonesia serta memberikan kesempatan untuk pertukaran dan jaringan kerja sama jangka panjang antara seniman dan sektor publik dan swasta lainnya.
”Targetnya, bagaimana melalui kegiatan ini para perajin mendapat inspirasi baru setelah melewati pandemi. Mereka bisa membangun jaringan usaha yang baru sehingga membantu mereka untuk memasarkan produk-produk kerajinan, termasuk melalui pemasaran digital,” kata Maria.
Selain itu, kegiatan MTM bertujuan melibatkan pembuat kebijakan untuk memberikan contoh perjuangan dan prestasi perajin perempuan dalam menciptakan lingkungan pendukung yang menguntungkan bagi perajin perempuan, terutama yang mempromosikan keberlanjutan melalui kerajinan mereka.
Kegiatan ini juga mempertemukan para perempuan perajin dengan perempuan aktivis iklim, pemimpin konservasi, dan ikon berbasis perkotaan lainnya untuk mendukung dan menegakkan konsep pembawa budaya perempuan adat sebagai model dan ikon yang layak.
Hadir sejumlah tokoh perempuan dalam MTM ke-15 seperti Aleta Baun, perempuan tokoh adat perempuan dari Mollo, Timor Tengah Selatan (NTT). Aleta yang akrab disapa Mama Aleta berharap kegiatan tersebut menjadi ruang untuk semakin mengenalkan makna tenun.
”
”
Merawat kekayaan alam
Selama ini, lanjut Aleta, orang hanya kenal dan melihat kain tenun sebagai produk kerajinan, tetapi tidak mengetahui apa makna dan cerita di balik lembaran-lembaran kain tenunan. ”Di balik tenun itu, ada penjagaan dan perawatan terhadap kekayaan alam. Ada karya-karya sejarah yang ditinggalkan, yang mempunyai hubungan dengan pencipta, bumi, dan leluhur,” tegasnya.
Selain Aleta, Genevieve Duggan, antropolog yang meneliti perempuan komunitas Tewuni Rai di Pulau Sawu/Sabu NTT, Odilia Chansera B (Manager Biboki Art Shop/Komunitas Biboki), dan Annisa (Co-Founder at Noesa) turut menghadiri kegiatan tersebut.
Genevieve Duggan menaruh perhatian khusus terhadap para perempuan perajin tenun dari komunitas Tewuni Rai yang terus mempertahankan tradisi menenun turun-temurun. Bagaimana kiprah perempuan petenun di tengah kuatnya pengaruh budaya adat dan patriarki di daerahnya.
Kendati hanya berlangsung selama tiga hari, MTM ke-15 diharapkan memberi wadah bagi para pekerja seni dari berbagai pelosok daerah Indonesia sehingga mereka bisa diperkenalkan pada pasar yang menginginkan sebuah karya yang kaya dengan nilai di dalamnya. Selanjutnya, kegiatan tersebut diharapkan berujung pada pemberdayaan masyarakat komunitas dan para pencipta karyanya.