Satu Kasus Gangguan Ginjal Akut Ditemukan di Sulut
Sulawesi Utara baru mendeteksi satu kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyebut pemerintah dan masyarakat Sulut lebih waspada setelah penyakit itu muncul di Jawa.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sulawesi Utara mendeteksi satu kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyebut pemerintah dan masyarakat Sulut lebih waspada setelah penyakit tersebut muncul terlebih dahulu di daerah lain.
Satu kasus tersebut adalah anak laki-laki usia enam tahun dari Kota Bitung. ”Sampai hari ini belum ada pertambahan kasus konfirmasi GGAPA baru di Sulut,” ujar Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut Gysje Pontororing, Jumat (4/11/2022).
Anak tersebut meninggal di salah satu rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur, 24 September 2022. Dinkes Sulut dan Dinkes Bitung telah menindaklanjuti laporan kematian tersebut pada 22 Oktober dengan penelitian epidemiologi.
Sebelumnya, seorang anak perempuan dari Kabupaten Minahasa berusia 2 tahun 7 bulan bernama Melody Mamonto meninggal pada 31 Juli 2022 diduga karena gangguan ginjal akut. Dalam video yang viral di media sosial, Curie Mamonto Loho, ibu Melody, menyatakan, anaknya sempat meminum obat parasetamol sirop.
Belakangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penjualan delapan obat sirop dari tiga perusahaan. Obat-obat tersebut diduga mengandung etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butyl ether (EGBE), yang merupakan cemaran pada beberapa senyawa yang ditambahkan pada obat sirop sebagai zat pelarut.
Setelah konsumsi obat tersebut, Melody mengalami berbagai gejala gangguan ginjal akut, seperti demam dan tidak buang air kecil. Menurut Curie, kandungan ureum dalam darahnya mencapai 182 miligram per desiliter (mg/dl), jauh di atas ambang normal 7-20 mg/dl, sedangkan kreatininnya 8,4 mg/dl, jauh di atas 0,3-0,7 mg/dl yang dikategorikan normal.
Akan tetapi, Dinkes Sulut menyatakan kasus tersebut tidak termasuk gangguan ginjal akut yang telah diderita 323 anak setidaknya sejak Agustus 2022. Alasannya tidak dipaparkan secara publik. ”Silakan ditanyakan ke RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Kandou,” kata Gysje, mengulangi pernyataan Kepala Dinkes Sulut Debie Kalalo pada 24 Oktober 2022.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama RSUP Kandou Jimmy Panelewen mengatakan, Melody dirujuk dari RSUD Sam Ratulangi di Tondano, Minahasa, ketika gangguan ginjal akut belum merebak. Saat itu, belum ada prosedur standar operasio untuk menangani gangguan ginjal akut.
BPOM juga baru menetapkan lima obat sirop pertama yang dilarang karena mengandung EG dan DEG pada 22 Oktober. Namun, RSUP Kandou akhirnya menyatakan Melody meninggal karena infeksi ginjal.
Di sini lebih sigap karena sudah kejadian lebih dulu di Jawa. Jadi memang lebih terlindungi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah (Suryadi Tatura).
Kementerian Kesehatan baru menerbitkan Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada 28 September 2022. Kini, sebagai RS rujukan utama, RSIP Kandou telah menyediakan ruangan ruang perawatan intensif untuk kelahiran baru (NICU) dan untuk anak (PICU).
Pasien gangguan ginjal akut akibat obat sirop akan ditangani sesuai sistem rujukan terpadu (sisrute). Kepala Seksi Pelayanan Rujukan Dinkes Sulut Harto Linelejan mengatakan, pasien akan dirujuk langsung ke RSUP Kandou setelah mendapat penanganan awal berupa normalisasi cairan dalam tubuh.
Mekanisme antisipasi
Ketua Bidang Organisasi Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) Sulut Suryadi Tatura menilai, keadaan ini mencerminkan mekanisme antisipasi yang baik dari pemda di Sulut. ”Di sini lebih sigap karena sudah kejadian lebih dulu di Jawa. Jadi memang lebih terlindungi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Masyarakat pun lebih hati-hati dalam membeli obat sirop. Pada pekan ketiga Oktober, misalnya, Kepolisian Daerah Sulut merazia tiga apotek yang masih menjual obat sirop. ”Ini salah satu bentuk pengawasan ketat dari pemerintah,” katanya.
Akan tetapi, Suryadi mengatakan, Sulut belum memiliki laboratorium yang cukup mumpuni untuk dapat melakukan penelitian mendalam mengenai dugaan kasus gangguan ginjal akut. Ia mencontohkan, RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta sudah mampu melaksanakan pemeriksaan toksikologi sekaligus biopsi ginjal.
”Kalau di Sulut, kita masih menentukan kasus gangguan ginjal akut berdasarkan riwayat penyakit, kemudian baru ditetapkan dia memenuhi kriteria. Berbeda dengan di rumah sakit lain di Jawa, misalnya, yang sudah bisa melakukan penelusuran urologi yang mendalam,” ujar Suryadi.
Koordinator Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUP Kandou Wiyono mengatakan, EG dan DEG dalam darah bisa dideteksi dengan pemeriksaan toksikologi. Namun, sampel darah pasien sebanyak 3 mililiter harus dikirim ke Jakarta, tepatnya ke RSCM atau Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
”Kalau biopsi ginjal kami sudah bisa lakukan sendiri di laboratorium patologi anatomi RSUP Kandou, yaitu dengan mengambil sedikit jaringan ginjal, juga air kencing pasien. Dari pemeriksaan itu kami berharap ditemukan kristal oksalat, kristal tajam yang merusak ginjal,” kata Wiyono.