Gairah Pelajar Mengudar Makna Puisi-Puisi Chairil Anwar
Satu abad setelah kelahirannya, penyair Chairil Anwar masih dikenang lewat sajak-sajaknya. Raganya mati muda, tetapi gairah pelajar mengudar makna puisi-puisinya tidak memudar.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F28%2Fe99d3c34-cbad-4f26-9d0e-f8d94ad92d78_jpg.jpg)
Suasana pameran arsip penyair Chairil Anwar "Aku Berkisar Antara Mereka" di Galeri Salihara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Penyair Chairil Anwar piawai menggunakan kiasan untuk menggambarkan beragam ekspresi pada sajak-sajaknya. Pilihan kata-katanya tak hanya unik, tetapi juga berani dan penuh makna sehingga mudah melekat dalam ingatan. Pada peringatan 100 tahun kelahirannya, generasi muda masih bergairah mengudar makna puisi-puisinya.
Masing-masing tiga siswa dari SMA Islam Nurul Iman, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dan Binus School Serpong, Tangerang, Banten, beradu argumen dalam kompetisi debat sastra di Teater Salihara, Jakarta, Sabtu (29/10/2022). Debat ini merupakan rangkaian kegiatan perayaan 100 tahun kelahiran Chairil Anwar pada 26 Juli 1922.
Debat diawali dengan presentasi setiap kelompok tentang pengaruh penyair Amerika Serikat terhadap karya penyair pelopor Angkatan 1945 itu. Mereka juga dengan lugas memaparkan profil Chairil, mulai dari kelahirannya di Medan, Sumatera Utara, satu abad lalu, hingga pergolakan kehidupan “Si Binatang Jalang” yang mencapai batas akhir pada 28 April 1949 di Jakarta.
Perdebatan memanas saat memasuki sesi adu pendapat. Setiap kelompok dipersilakan saling bertanya. Mereka dapat mencecar pertanyaan lanjutan setelah kelompok lawan menjawab.
Baca juga : Seabad ”Si Binatang Jalang” Melintasi Zaman
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F28%2Fc66c1ae4-9924-4885-be34-1104f34ad025_jpg.jpg)
Pengunjung mengamati karya-karya penyair Chairil Anwar dalam pameran arsip "Aku Berkisar Antara Mereka" di Galeri Salihara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Suasana ini menjadi secuil bukti karya-karya Chairil tidak lekang tergerus zaman. Apalagi, debat tidak sekadar “perang” gagasan di zona aman, tetapi juga membahas tuduhan plagiarisme terhadap sang penyair.
Abraham Bernard Lasso, misalnya, mempertanyakan puisi Chairil berjudul ‘Biar Malam Kini Lalu’. Puisi ini merupakan terjemahan sajak Song IV karya penyair Inggris yang bermukim di AS, W H Auden. “Secara struktural, banyak penerjemahan kata per kata persis seperti aslinya. Apakah itu bentuk plagiarisme atau tidak?” tanyanya.
Tim SMA Islam Nurul Iman sepertinya sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan itu. Sebab, mereka tidak perlu mengambil waktu berdiskusi untuk menjawabnya. Leni Fitriani, salah satu anggota tim itu, menegaskan karya yang dimaksud bukan plagiarisme.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F28%2F41c2398d-091b-4abd-ac5c-34ced5cd6e50_jpg.jpg)
Suasana pameran arsip penyair Chairil Anwar "Aku Berkisar Antara Mereka" di Galeri Salihara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
“Ada dua hal yang dilakukan Chairil, menerjemahkan dan menyadurkannya. Hal ini berbeda dengan plagiarisme. Penyaduran melalui pemikiran dan pendalaman karya. Kemudian, ia menuliskan lagi dengan kata dan ungkapan berbeda,” jelasnya.
Waktu untuk bertanya di sesi ini tersisa 10 detik. Namun, Vivien, rekan Abraham, tak mau menyia-nyiakannya. Setelah sempat berdiskusi beberapa detik dengan temannya, ia mengambil mikrofon untuk menimpali dengan pertanyaan.
“Akan tetapi, apakah tidak lebih baik jika ide pokoknya itu terinspirasi dari Chairil sendiri, bukan orang lain?” cecarnya.
Tim SMA Islam Nurul Iman masih menyisakan waktu tiga menit untuk menanggapi. Hal ini membuat Leni lebih tenang dalam menjawab.
Menurut dia, meskipun menyadur, sajak-sajak yang diterjemahkan Chairil memiliki kedekatan dengan pengalaman pribadinya. “Ada kesamaan makna dengan penyairnya. Kami mengetahui ini dari (pendapat) HB Jassin (kritikus sastra),” ujarnya.
Suasana ini menjadi secuil bukti karya-karya Chairil tidak lekang tergerus zaman. Apalagi, debat tidak sekadar “perang” gagasan di zona aman, tetapi juga membahas tuduhan plagiarisme terhadap sang penyair
Dalam bukunya Chairil Anwar: Pelopor Angkatan ’45, H B Jassin menyebutkan, Chairil membuat 85 sajak, 72 di antaranya sajak asli (satu berbahasa Belanda), ditambah dua saduran dan 11 terjemahan. Sajak-sajak itu dibuat dalam 6,5 tahun pada 1942 – 1949.
“Binatang Jalang”
Debat sastra tersebut juga menelaah makna dari sajak-sajak sang penyair yang intens membahas tema kematian, pemberontakan, dan individualisme. Sajak legendaris berjudul ‘Aku’ pun tidak lolos dari pembahasan.
Puisi tersebut ditulis Chairil pada 1943. Sepanjang tahun itu, ia menulis 33 sajak. Puisi ‘Aku’ membuatnya dikenal dengan julukan Si Binatang Jalang yang ada dalam sajaknya.
“Seperti ungkapannya sebagai binatang jalang, Chairil menunjukkan keliarannya dan tidak mau mengikuti ikatan-ikatan pada masa penjajahan. Selain dalam konteks memperjuangkan kemerdekaan, ia juga menggambarkan kondisi sastra saat itu yang terkekang,” jelas Abraham.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F29%2F9c4aae6e-1c14-481b-a64b-fc3c68a508af_jpg.jpg)
Mural Chairil Anwar di Salihara Arts Center, Jakarta, Jumat (29/10/2022) malam.
Menurut Khofifah, anggota tim SMA Islam Nurul Iman, nuansa pemberontakan dalam sajak-sajak Chairil tidak terlepas dari kondisi sosial yang dialaminya. Sebab, ia hidup pada zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Ia hidup di zaman peralihan dari penjajahan ke kemerdekaan. Ia merasakan kolonialisme. Banyak sajaknya tidak lepas dari kondisi itu,” ucapnya.
Baca juga : Chairil Anwar sebagai Kurir Sastra Dunia
Puisi pertama Chairil berjudul “Nisan” yang dibuat pada 1942. Puisi yang terdiri dari satu bait itu mengisahkan kesedihannya tentang kematian neneknya.
Penulis dan pemenang Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2021, Royyan Julian mengatakan, tema spiritualitas dan kematian bertabur dalam puisi-puisi Chairil. Menurut dia, tema itu merupakan konsep yang terus bergulir.
“Jika Chairil tidak mati semuda itu, mungkin akan muncul puisi-puisi yang membahas kondisi setelah kematian atau apakah akhirat itu ada atau tidak. Dia akan mengeksplorasi bentuk lebih kaya lagi,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F29%2F3fbcbb12-1d0c-4e49-ab41-1acd222fee46_jpg.jpg)
Puisi Chairil Anwar berjudul "Nisan" dipajang pada Pameran Arsip Seratus Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka di Galeri Salihara, Jakarta, Jumat (28/10/2022) malam.
Chairil meninggal sebelum mencapai usia 27 tahun. Sesudah bercerai dengan Hapsah Wiriaredja, ia mengalami sakit keras pada April 1949. Ia meninggal setelah sempat dirawat tujuh hari di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Diskusi, pembacaan puisi, dan pameran
Selain debat sastra untuk pelajar, perayaan satu abad Chairil Anwar oleh Komunitas Salihara juga menyelenggarakan ceramah, diskusi, pembacaan puisi, dan pameran arsip.
Pameran yang digelar hingga 4 Desember 2022 itu menampilkan berbagai arsip koleksi Pusat Dokumentasi Sastra H B Jassin. Ada juga beberapa majalah, koran, dan buku yang memuat karya-karya Chairil.
Laksmi Pamuntjak, ko-kurator pameran bertajuk Aku Berkisar Antara Mereka itu, mengatakan, perayaan 100 tahun digelar untuk memaknai ulang kontribusi Chairil pada sastra Indonesia serta mendekonstruksi mitos-mitos seputar karyanya. Namun, pameran itu tak sebatas pajangan kata-kata.
Foto-foto Chairil serta orang-orang dan beberapa tempat dalam perjalanan hidupnya juga ditampilkan. Suasana pameran pun lebih hidup.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F29%2F0d2dc8f7-af15-43fe-897e-6293060bba61_jpg.jpg)
Ko-kurator Pameran Arsip Seratus Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka, Laksmi Pamuntjak, di Salihara Arts Center, Jakarta, Jumat (29/10/2022). Pameran berlangsung hingga 4 Desember 2022.
Laksmi menyebutkan, sang penyair tidak berdiri sendiri karena mempunyai pengalaman dan wawasan saat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Oleh karenanya, pameran turut mengulas interaksi Chairil dengan beberapa sosok, di antaranya Sutan Sjahrir, jurnalis Aboe Bakar Loebis dan Rosihan Anwar, sastrawan Usmar Ismail, Sutan Takdir Alisjahbana, Sitor Situmorang, dan Amir Hamzah, serta pelukis Nashar, Tino Sidin, dan Sam Suharto.
“Ia membangun kontinuitas bukan saja antara dirinya dengan Amir Hamzah, tetapi juga memberi landasan bagi tumbuhnya para penyair di kemudian hari,” jelasnya.
Sastrawan yang juga pendiri Komunitas Salihara, Goenawan Mohamad, menuturkan, kekuatan sajak-sajak Chairil Anwar juga terletak pada bunyinya. Menurut dia, bunyi sajaknya bukan sebatas rima pada kata terakhir, tetapi juga pengaturan komposisi vokal dan konsonan.
“Susunan konsonan dan vokal dalam sajaknya tidak mudah ditebak dan selalu mengejutkan. Dia tetap pembaharu dalam dunia puisi,” katanya.
Baca juga : Setelah 100 Tahun Chairil Anwar
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F29%2F0919974d-c98b-4b68-90b5-59462dcb113b_jpg.jpg)
Sastrawan yang juga pendiri Komunitas Salihara, Goenawan Mohamad, di Salihara Arts Center, Jakarta, Jumat (28/10/2022) malam.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, Chairil mempunyai sumbangsih besar bagi perkembangan sastra Indonesia. Menurut dia, karya-karya sang penyair membawa gairah pemuda Tanah Air yang disampaikan melalui pilihan kata unik dan berani.
“Pameran 100 tahun Chairil Anwar adalah manifestasi dari upaya mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia dengan mengingat kembali penyair masa lalu sebagai inspirasi untuk melahirkan karya-karya baru yang lebih eksploratif,” katanya.
Satu abad setelah kelahirannya, penyair Chairil Anwar masih dikenang lewat sajak-sajaknya. Raganya mati muda, tetapi gairah pelajar memaknai puisi-puisinya tidak memudar.