Menggiatkan pemanfaaatan pangan lokal bisa menjadi salah satu upaya penanggulangan tengkes di Indonesia.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses terhadap makanan dan minuman sangat erat kaitannya dengan permasalahan gizi. Beberapa penelitian dan kajian ilmiah di sejumlah daerah menunjukkan bahwa pangan, hidrasi, dan kuliner berbasis kearifan lokal dapat menjadi salah satu faktor penanggulangan mencegah tengkes (stunting) di Indonesia.
Saat ini tengkes menjadi isu prioritas karena mengancam generasi masa depan Indonesia. Untuk itu, upaya peningkatan status gizi masyarakat menjadi prioritas pembangunan dengan sasaran utama menurunkan angka stunting. Pemerintah menargetkan prevalensi tengkes turun menjadi 14 persen pada 2024. Angka prevelensi tengkes di Indonesia turun dari 26,92 persen (2020) menjadi 24,4 persen (2021). Namun, angka tersebut masih dinilai tinggi jika dibandingkan standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu tidak lebih 20 persen.
Dewan Pakar Indonesian Gastronomy Community (IGC) Hindah Muaris mengungkapkan, makanan tradisional sering kali dianggap angin lalu oleh banyak masyarakat. Kehadirannya hanya sebagai pengisi perut. Padahal, makanan tradisional mengandung banyak zat gizi yang memiliki manfaat untuk kesehatan masyarakat.
Melihat potensi tersebut gastronomi menghadirkan menu gizi seimbang bahan pangan lokal diolah menjadi berbagai hidangan. Makanan itu menjadi tidak hanya enak, tetapi juga memiliki nilai gizi. Hal ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan gizi anak dan menurunkan angka stunting.
Gastronomi merupakan seni atau ilmu akan makanan yang baik. Makanan bukan hanya sebagai pengenyang perut, melainkan ada cerita panjang di balik makanan sebelum makanan dihidangkan di meja makan.
”Pemanfaatan bahan pangan lokal tidak kalah kandungan gizinya. Protein dapat diperoleh dari kacang-kacangan dan daging merah yang banyak berasal dari makanan tradisional. Itu bukan sesuatu yang kuno, bahkan dengan inovasi dari bahan dengan bumbu yang khas, makanan tradisonal diolah sedemikian rupa bisa mencegah stunting sejak dini,” kata Hindah dalam acara Deklarasikan Konsensus Nutrisi dan Hidrasi Berbasis Makanan Tradisional untuk Pencegahan Stunting di Jakarta pada Senin (17/10/2022).
Hindah menjelaskan, beberapa makanan tradisional dari beberapa daerah seperti makanan selat solo merupakan makanan akulturasi dari Barat. Makanan berprotein tinggi lainnya keong atau bekicot yang biasa dikenal di daerah Kediri. Lalu ada makanan sepinggan catemak jagung sejenis dessert (makanan penutup), berupa jagung dicampur kacang tanah, kacang hijau, dan sayuran.
Di Kalimantan Barat juga ada bubur pedas yang terdiri dari 20 jenis sayuran dan rempah daun yang dicampur dengan ikan dan kacang-kacangan, di Maluku Utara ada gohu ikan atau sashimi khas Maluku, di Papua ada ikan bakar batu dicampur sayuran, dan di Sulawesi Tengah ada sayuran daun kelor. Tak lupa Hindah mengingatkan di samping gizi seimbang, jangan lupa kecukupan minum air putih agar tubuh terhidrasi dengan baik.
Ketua Umum IGC Ria Musiawan mengatakan, potensi pangan Indonesia yang melimpah berasal dari pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan menjadi salah satu asupan nutrisi yang baik untuk anak. Beragamnya pangan lokal di setiap daerah melalui pendekatan gastronomi, harapannya stunting dapat berkurang.
”Indonesia sebetulnya tidak tepat dikategorikan sebagai negara dengan tingkat stunting yang tinggi dengan kekayan pangan yang berlimpah,” kata Ria.
Ria mengungkapkan, dalam mengelola makanan tradisional yang dibutuhkan adalah inovasi sehingga makanan yang dihidangkan bisa dikemas dengan cara kekinian dan pemasaran lebih menarik. IGC bekerja sama dengan pihak swasta mendukung program pencegahan stunting melalui makanan tradisional.
Medical Science Director Danone Indonesia, Ray Basrowi, mengatakan, pihaknya berkomitmen bersama IGC membantu pemerintah mengatasi persoalan nutrisi. Menurut dia, mengelola makanan secara mandiri dapat menstimulasi masyarakat agar pangan tradisional bisa menjadi bagian kehidupan keluarga.
”Supaya ibu-ibu yang ada di pedalaman mengerti mengelola makanan tidak perlu lihat di luar. Lihat dulu aja yang ada di halaman belakang. Tidak menjual apa yang mereka hasilkan, tapi pergunakan dulu untuk kepentingan mereka,” kata Ray.
Banyak penelitian dilakukan mengenai pemanfaatan pangan lokal yang aman dan bergizi dalam upaya pencegahan stunting. Seperti hasil penelitian Sutyawan, Novidiyanto, dan Ambar Wicaksono yang terbit dalam jurnal LP2m Universitas Hasanuddin pada Juli 2022. Menurut Sutyawan, pemanfaatan pangan lokal yang aman dan bergizi dapat menjadi alternatif dalam mengatasi terbatasnya akses pangan keluarga dan individu
Menurut Ray, pemanfaatan pangan lokal bisa dengan tempe. Makanan fermentasi ini baik karena bisa menjadi makanan untuk memfasilitasi kolonisasi bakteri baik yang ada di sistem pencernaan.
“Bakteri baik yang jumlahnya miliaran itu bisa tumbuh subur sehingga mengeluarkan zat-zat aktif yang bisa dipakai untuk otak. Ada teknologi genome sequencing pada anak yang mengalami stunting itu diperiksa hasilnya ditemukan kondisi tersebut memengaruhi sel-sel sistem pencernaan,” katanya.
Kuman dan bakteri baik yang ada pada sistem pencernaan anak stunting, lanjut Ray, juga ikut anjlok sehingga bakteri baiknya tidak bisa memfasilitasi perkembangan kognitif. ”Jadi dobel, udah otaknya tidak dapat makanan karena stunting, bakteri baik yang ada di sistem pencernaan tidak bisa mengirimkan impuls yang baik untuk anak. Jadi stunting-nya masuk lingkaran setan,” ucap Ray.
Ia menganjurkan untuk membuat tempe bacem daripada digoreng agar tidak menghilangkan prebiotik dan probiotik dan batas simbiotik prebiotik dan probiotik di tempe bisa tetap esensial. ”Anak-anak stunting bisa dicegah bahkan waktu underweight sebelum stunting. Begitu pertumbuhan anak terganggu, peran prebiotik probiotik bagus agar tidak jadi stunting,” ucapnya.
IGC merupakan komunitas nonprofit, wadah berkumpul dan berkarya untuk memajukan Indonesia melalui kecintaan terhadap makanan dan minuman beserta nilai kebudayaannya. IGC memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi nyata melalui pemberdayaan, penguatan, dan peningkatan nilai tambah serta daya saing makanan dan minuman Indonesia di kancah nasional maupun internasional.