Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim prihatin atas diskriminasi yang dialami oleh pelajar beragama Kristen di SMAN 2 Depok. Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Ilustrasi. Siswa SMAN 2 Surabaya, Jawa Timur, mengikuti ujian sekolah berbasis komputer, Senin (4/3/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI menyayangkan adanya perlakuan diskriminatif terhadap siswa-siswi beragama Kristen di SMAN 2 Depok, Jumat (7/10/2022).
”Perlakuan diskriminatif ini menambah daftar panjang dari perlakuan negara yang sangat diskriminatif terhadap siswa-siswi non-Muslim,” kata Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom, Jumat (7/10/2022).
Gomar mengatakan, salah satu hal yang sangat krusial dalam dunia pendidikan saat ini adalah kelangkaan guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah-sekolah negeri.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan Kemendikburistek 2020, rasio jumlah guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah negeri adalah 1 banding 8,5. Artinya, dari 8 atau 9 sekolah negeri, hanya ada satu guru Pendidikan Agama Kristen.
KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 17-10-2016
Pendeta Gomar Gultom
”Ini menunjukkan betapa banyaknya siswa Kristen yang tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri,” kata Gomar.
Ia mengatakan, diskriminasi tersebut sangat bertentangan dengan semangat Undang-Undang Sisdiknas yang mengamanatkan perlunya peserta didik menerima pembinaan budi pekerti sesuai dengan agamanya.
SMAN 2 Depok adalah sekolah yang dibiayai oleh negara. Oleh karena itu, seharusnya pimpinan dan staf di sekolah itu memberikan layanan serta fasilitas pembinaan spiritual dan budi pekerti kepada seluruh siswa.
Ia juga menggarisbawahi, Undang-Undang Sisdiknas jelas dan secara tegas menyatakan bahwa negara hadir dan menjamin hak peserta didik menerima pendidikan agama dan budi pekerti sesuai agamanya. Para peserta juga diajar oleh guru yang seagama dengan peserta didik. Namun, dalam praktiknya, hal ini masih jauh dari kenyataan, sesuatu yang dari waktu ke waktu dialami oleh siswa dari agama-agama di luar Islam.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ilustrasi. Siswa SMAN 3 Kupang sedang menjalankan UAN 2019.
”PGI telah berulang kali menyuarakan hal ini kepada pemerintah, baik kepada Menteri Agama maupun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, hingga kini tidak mendapatkan solusi yang memadai,” kata Gomar.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyatakan keprihatinannya atas diskriminasi yang dialami oleh pelajar beragama Kristen di SMAN 2 Depok.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
”Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya,” ucap Nadiem dalam pernyataannya, Jumat (7/10/2022).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim
Ia menggarisbawahi, pemerintah daerah, dengan didukung oleh pemerintah pusat, wajib memastikan sekolah untuk memberikan proses pembelajaran yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Nadiem mengatakan, perwujudan satuan pendidikan yang aman dan nyaman, serta merdeka dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, menjadi salah satu prioritas Kemendikbudristek dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
”Saat ini Kemendikbudristek melalui inspektorat jenderal sedang melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut dan menangani kasus yang terjadi di SMAN 2 Depok,” kata Nadiem.
Kunci dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi serta jenis-jenis kekerasan yang lain adalah kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.