Tekan Risiko Kematian dengan Pemeriksaan Lebih Awal
Jumlah kematian akibat demam dengue selama setahun terakhir meningkat. Perlu pencegahan dan penanganan yang masif untuk mengatasi hal itu.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas dari Palang Merah Indonesia melakukan pengasapan di lingkungan RW 002 Kelurahan Cipadu Jaya, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (14/7/2022). Permintaan pengasapan di lingkungan tempat tinggal meningkat menyusul masih tingginya kasus penyakit demam berdarah.
JAKARTA, KOMPAS — Demam dengue merupakan salah satu penyakit yang banyak muncul saat musim hujan. Untuk meminimalkan risiko kesakitan hingga kematian akibat penyakit ini, upaya pencegahan dan penanganan perlu lebih masif dilakukan serta memeriksakan segera gejala yang dialami.
Data Kementerian Kesehatan tahun 2021 menunjukkan, kasus demam dengue dari tahun 2020 ke 2021 menurun, yakni dari 40 kasus per 100.000 penduduk menjadi 27 kasus per 100.000 penduduk. Meskipun begitu, tingkat kematiannya justru meningkat dari 0,69 persen menjadi 0,96 persen dari total kasus pada 2021.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, Rabu (5/10/2022), mengemukakan, tingkat kematian akibat demam dengue yang naik disebabkan oleh penanganan pasien yang terlambat.
”Situasi pandemi menyebabkan orang takut dan menunda untuk periksa ke fasilitas kesehatan. Selain itu, berbelitnya birokrasi karena dugaan Covid-19 dan penuhnya faskes (fasilitas kesehatan) menyebabkan upaya masyarakat mengakses layanan kesehatan menjadi lebih panjang. Ini menyebabkan penderita DBD terlambat mendapat pengobatan. Kami juga sedang mendalami hal ini,” tuturnya.
Imran mendorong masyarakat untuk memeriksakan diri lebih awal apabila merasakan gejala demam dengue. Dalam beberapa kasus, pasien demam dengue tidak mengalami gejala yang mencolok, seperti muntah dan bintik-bintik merah di kulit. Sebab, gejala demam dengue mirip dengan demam lain, seperti pusing dan pegal-pegal, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
AYU NURFAIZAH
Seorang ibu dan anak mengantre di Puskesmas Rawasari, KecAMATAN Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2022).
Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan, peningkatan angka kematian akibat demam dengue tidak dapat dilepaskan dari kesalahan deteksi dan diagnosis. Ketidakakuratan pendeteksian bisa terjadi karena tenaga kesehatan fokus menangani pasien Covid-19. Sementara kesalahan diagnosis dapat terjadi akibat gejala penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti demam dengue, relatif mirip.
Namun, Dicky juga mengingatkan untuk tidak terlalu terpaku pada data. ”Bisa jadi jumlah aslinya lebih besar dari ini. Belum lagi ketersediaan fasilitas kesehatan di Indonesia belum merata sehingga banyak kasus yang tidak terekam,” ujarnya.
Ia menambahkan, metode 5M yang digunakan untuk mencegah penularan Covid-19 relevan digunakan untuk mencegah penyakit menular yang terjadi saat musim hujan, seperti demam dengue, leptospirosis, infeksi saluran pernapasan atas, dan diare. Metode 5M ini yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Bisa jadi jumlah aslinya lebih besar dari ini. Belum lagi ketersediaan fasilitas kesehatan di Indonesia belum merata sehingga banyak kasus yang tidak terekam.
Secara nasional, penanggulangan demam dengue dilakukan melalui pembasmian sarang dan jentik-jentik nyamuk. ”Kita tetap menggalakkan gerakan juru pemantau jentik (jumantik) untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Murni Luciana menyampaikan, pihaknya secara aktif terus menanggulangi demam dengue. ”Setiap minggu, kami dua kali memantau perkembangan jentik nyamuk di wilayah Cempaka Putih, yaitu pada hari Selasa dan Jumat,” katanya.
Di wilayah Cempaka Putih, sepanjang 2022, jumlah penderita demam dengue lebih rendah ketimbang influenza dan diare. Pada Agustus dan September 2022, rata-rata penderita demam dengue sebanyak 30 orang. Jumlah ini lima kali lipat lebih kecil daripada jumlah pasien diare dan sepuluh kali lipat lebih kecil daripada pasien influenza.