Sejumlah Pasar Tradisional di Jakarta Belum Memilah Sampah
Pasar tradisional merupakan sumber sampah terbesar kedua di DKI Jakarta. Pengelolaannya yang masih konvensional perlu ditingkatkan.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pasar tradisional di Jakarta masih belum mengelola sampahnya dengan baik. Pasar-pasar tersebut belum menjalankan pengelolaan sampah sederhana berupa pemilahan sampah, yaitu organik dan anorganik. Pengelolaan sampah yang baik dengan mengadopsi konsep bank sampah dan pengomposan sampah dapat mengurangi volume produksi sampah dan mengurangi beban tempat pembuangan akhir.
Salah satu pasar tradisional tersebut Pasar Lontar yang terletak di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pada Senin (3/10/22), pengelolaan sampah di pasar tersebut masih dilakukan secara konvensional. Setiap harinya sampah petugas kebersihan mengumpulkan sampah di satu titik lalu diangkut oleh truk sampah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Pengelolaan sampah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 102 Tahun 2021. Peraturan itu mewajibkan pengelola pasar mengatur dan menyediakan fasilitas sampah yang memadai. Selain itu, pengelola pasar wajib melakukan laporan berkala melalui mekanisme daring yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Data dan informasi yang harus ada dalam laporan berkala tersebut seperti volume sampah, jenis sampah, serta identitas petugas pengangkut sampah.
Pengelola Pasar Lontar yang tidak mau disebutkan identitasnya menjelaskan, hingga saat ini belum ada pencanangan untuk melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan aturan tersebut. Mereka menunggu koordinasi dari pengelola pusat, yakni Perusahaan Milik Daerah (Perumda) Pasar Jaya. Meski demikian, pihak pengelola Pasar Lontar mengharapkan koordinasi bersama pihak pemprov mengenai pengelolaan bersama.
Pasar Palmerah, Jakarta Barat, juga belum memiliki pengelolaan sampah yang sesuai aturan. Menurut Tri (50), petugas kebersihan Pasar Palmerah, pihak pasar mempertimbangkan kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas pengelolaan sampah.
”Agak susah melakukan pemilahan sampah secara individu. Soalnya kami terbatas orang, dan tuntutan kebersihan harus dilakukan setiap hari,” ujarnya sembari memungut sampah kantong plastik.
Bank sampah dapat memudahkan proses pengumpulan sampah anorganik serta mendukung industri daur ulang yang membutuhkan sampah jenis tersebut.
Dari pantauan Kompas, pembersihan Pasar Palmerah dimulai semenjak pukul 07.00. Tri bersama dengan sembilan anggota kebersihan lainnya menyisir Pasar Palmerah, mulai dari lantai dasar area daging hingga lantai empat area onderdil kendaraan.
Mereka tidak memilah sampah berdasarkan jenis organik ataupun anorganik. Semua jenis sampah dipungut. Tri menjelaskan, semua sampah dikumpulkan di tempat sampah di belakang pasar.
Jeje (40), pedagang daging di lantai satu Pasar Palmerah, mengatakan, pihak pasar perlu meningkatkan pengelolaan sampah. Hal ini, menurutnya, perlu untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan pasar sehingga pasar tradisional lepas dari kesan kotor dan berserakan sampah. Selain itu, ia mengharapkan pengelolaan sampah dapat mengatur ketertiban aturan pembuangan sampah.
Sebelumnya, pemerintah telah berupaya mengurangi sampah di pasar tradisional melalui Peraturan Gubernur DKI No 142/2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat. Hal ini mengatur pengurangan penggunaan kantong belanja plastik di pasar tradisional dan menggantinya dengan kantong belanja ramah lingkungan. Terbukti telah terjadi penurunan sebesar 42 persen penggunaan rata-rata kantong semenjak aturan tersebut diberlakukan. Dari mulanya, 11.191,99 ton menjadi 6.452 ton.
Meskipun demikian, menurut data Pemprov DKI Jakarta tahun 2021, mayoritas sampah dari Ibu Kota yang diantar ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang berasal dari rumah tangga dan pasar tradisional. Setiap harinya, 480 ton sampah pasar tradisional dikirim ke Bantar Gebang, sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, rumah tangga menyumbang 37,33 persen jumlah sampah di Jakarta, pasar tradisional menyumbang 16,35 persen.
Bangun kerja sama
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, pemerintah sedang membangun kerja sama dengan Pemprov DKI dan melalui dinas lingkungan hidup dalam kegiatan pengurangan sampah, khususnya sampah plastik kantong belanja, di bidang sektor ritel, termasuk pasar tradisional.
Menurut dia, salah satu solusi pengurangan sampah di pasar tradisional adalah melalui konsep bank sampah. Rosa menjelaskan, bank sampah dapat memudahkan proses pengumpulan sampah anorganik serta mendukung industri daur ulang yang membutuhkan sampah jenis tersebut.
”Posisi bank sampah penting untuk menaikkan tingkat pengumpulan (collecting rate) masih rendah agar dapat menaikkan tingkat daur ulang (recycling rate),” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Kompas.
Selain itu, Rosa menyebutkan, KLHK telah memberikan anjuran kepada pihak pengelola pasar agar mengelola sampah organik secara mandiri melalui proses pengomposan. Dalam hal ini, sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik sekaligus membantu pengurangan volume pembuangan sampah organik. Pihak pasar juga dianjurkan agar melakukan budidaya maggot yang membutuhkan sampah organik sebagai bahan baku untuk menghasilkan pakan ternak dengan kadar protein tinggi.