Rumput laut dengan beragam jenis telah banyak diteliti dan dikembangkan menjadi berbagai macam produk. Produk tersebut mulai dari agar-agar, minuman fungsional, hingga bioplastik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/RENY SRI AYU
Husni Bora (40) menjemur rumput laut di pesisir Kecamatan Pajjukukang, Bantaeng, awal September lalu. Harga rumput laut yang meningkat dalam tiga bulan terakhir disambut gembira para petani rumput laut.
JAKARTA, KOMPAS — Hasil penelitian pemanfaatan rumput laut menjadi berbagai produk telah banyak dikembangkan oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. Hasil pengembangan produk rumput laut tersebut perlu ditindaklanjuti dengan hilirisasi.
Profesor riset Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN Hari Eko Irianto mengemukakan, rumput laut merupakan salah satu komoditas terpenting bagi Indonesia. Global Seaweed Production 2019 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan produksi rumput laut terbesar kedua setelah China dengan jumlah lebih dari 9 juta ton.
”Rumput laut yang sudah dibudidayakan di laut secara komersial, antara lain, eucheuma, halymenia, dan sargassum. Sementara jenis rumput laut untuk budidaya di tambak adalah gracillaria dan caulerpa,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Prospek Pengembangan Bioindustri Rumput Laut”, Rabu (28/9/2022).
Tantangan para periset dalam mengembangkan produk rumput laut salah satunya terkait dengan penerapan standar nasional tentang budidaya dan pascapanen rumput laut.
Sejumlah penelitian untuk pengembangan produk berbasis rumput laut juga telah dilakukan Hari dan peneliti lain. Pengembangan tersebut dilakukan saat para peneliti masih tergabung dalam lembaga riset di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan belum melebur ke dalam BRIN.
Sejumlah pengembangan produk itu adalah pengolahan agar-agar kertas dari jenis rumput laut gracillaria. Produk ini dikembangkan melalui beberapa tahapan, mulai dari pemasakan, filtrat, penjendalan atau penggumpalan, pemotongan gel, pengeringan matahari, hingga pencetakan menjadi agar-agar kertas.
SAIFUL RIJAL YUNUS
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo La Ode Aslan menunjukkan sampel rumput laut varietas baru yang ia kembangkan bersama tim, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/2/2020).
Produk lainnya yang juga dikembangkan dari rumput laut gracillaria ialah minuman fungsional jahelaria. Produk yang telah dikomersialisasi oleh mitra industri ini dikembangkan dengan bahan utama jahe, tetapi dengan penambahan gracillaria sebagai sumber serat.
Terdapat pula produk pengharum ruangan dari alkali treated cottonii(ATC) yang merupakan olahan rumput laut jeniseucheuma. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa panelis menyukai bau pengharum ruangan tersebut dengan masa pemakaian sekitar dua minggu.
Selain itu, telah dikembangkan juga bioplastik dari rumput laut sargassum. Rumput laut merupakan salah satu bahan potensial yang bisa dijadikan bahan baku bioplastik karena mengandung senyawa karagenan. Pengembangan biopolastik berbasis rumput laut ini juga diyakini dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan sampah plastik.
Mengingat rumput laut memiliki potensi yang besar, Hari menekankan perlu upaya dalam meningkatkan teknologi budidaya. Beberapa teknologi budidaya rumput laut sargassum yang telah dikembangkan adalah metode lepas dasar dan metode kantung. Masing-masing teknologi budidaya rumput laut tersebut juga memiliki keunggulan tersendiri.
Keunggulan budidaya dengan metode lepas dasar adalah mampu meningkatkan pertumbuhan, mengurangi eksploitasi dari alam secara berlebihan, dan mudah diadopsi. Sementara keunggulan metode kantung adalah dapat mengurangi kegagalan akibat hama dan penyakit dan mencegah terjadinya kematian akibat kondisi perairan yang buruk.
”Kebutuhan bahan baku rumput laut untuk berbagai produk yang tidak tersedia di alam ini bisa didapat dengan cara budidaya. Dengan sekian banyak produk yang dihasilkan ini memang perlu pengenalan dan hilirisasi,” kata Hari.
Direktur Alih dan Sistem Audit Teknologi BRIN Edi Hilmawan menyatakan, tantangan para periset dalam mengembangkan produk rumput laut salah satunya terkait dengan penerapan standar nasional tentang budidaya dan pascapanen rumput laut. Hal ini juga terkait dengan ketersediaan dan pasokan bahan baku berkualitas untuk industri secara berkelanjutan.
”Kelemahan lain yang ditemukan adalah kualitas hasil produksi budidaya dan industri masih kurang bersaing. Ini menjadi tantangan dalam pengembangan industri rumput laut di Indonesia,” ucapnya.