Konsumsi Gula Berlebih Bisa Berdampak pada Kesuburan
Gula dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi. Namun, konsumsinya harus dibatasi karena dapat menyebabkan berbagai gangguan, termasuk gangguan pada kesuburan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat diharapkan secara sadar membatasi konsumsi gula harian agar tidak melebihi batas yang dianjurkan. Sebab, konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan yang serius, termasuk masalah fertilitas atau kesuburan.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi, dan reproduksi RS Pondok Indah-Pondok Indah, Gita Pratama, menyampaikan, konsumsi gula berlebihan yang dilakukan secara terus-menerus dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas, resistensi insulin, dan diabetes melitus tipe dua. Risiko tersebut jika terjadi pada perempuan dapat menyebabkan gangguan ovulasi, gangguan haid, dan infertilitas.
”Gangguan ovulasi akan menyebabkan terjadinya gangguan haid dan itu akan menyulitkan terjadinya kehamilan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/9/2022).
Oleh karena itu, Gita mengatakan, makanan yang mengandung kalori tinggi dengan lemak jenuh yang tinggi harus dihindari untuk mencegah terjadinya gangguan pada kesuburan. Sebaiknya, konsumsilah makanan yang mengandung indeks glikemik rendah, seperti biji-bijian utuh, buah-buahan, dan sayur berserat tinggi.
Dihubungi terpisah, dokter spesialis obstetri-ginekologi RS Brawijaya, Antasari Dinda Derdameisya, mengatakan, kadar gula darah yang tinggi di dalam tubuh dapat menjadi pencetus resistensi insulin yang dapat menyebabkan penyakit metabolik. Penyakit metabolik ini bisa memengaruhi tingkat kesuburan seseorang. Gangguan pada kesuburan atau infertilitas tersebut juga sering dijumpai pada pasien diabetes melitus.
”Pada pasien diabetes dengan kadar gula darah yang tinggi biasanya akan rentan mengalami PCOS (sindrom polikistik ovarium) yang dapat menyebabkan infertilitas pada perempuan. Pada kondisi ini, sel telur pada perempuan tidak bisa matang. Biasanya haid tidak normal bisa sampai tiga bulan sekali,” katanya.
Oleh karena itu, Dinda menuturkan, perbaikan gaya hidup dan pola diet menjadi intervensi awal yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan PCOS. Pembatasan kalori, termasuk membatasi asupan gula, menjadi amat penting, terutama pada perempuan dengan berat badan berlebih (overweight). Aktivitas fisik pun harus dilakukan.
Ia mengatakan, pembatasan konsumsi gula harian juga harus diperhatikan ibu hamil. Gula darah yang tidak terkontrol pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus gestasional atau diabetes pada ibu hamil. Jika tidak segera dikontrol, kondisi tersebut bisa berdampak pada bayi. Biasanya, bayi akan cenderung lebih besar karena gula darah ibu yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko komplikasi pada persalinan.
Selain itu, bayi juga rentan mengalami distosia bahu (bahu yang menyangkut saat lahir), hipoglikemia (gula darah rendah saat lahir), dan hipokalsemia (kadar kalsium rendah pada darah). Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius karena jumlahnya cukup tinggi di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi diabetes di masa kehamilan 1,9-3,7 persen dengan 10-25 persen di antaranya tidak terdeteksi.
Pengajar Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Tri Juli Edi Tarigan, dalam laman resmi RSCM menyampaikan, diabetes juga dapat berpengaruh pada kesuburan seorang pria. Pria dengan diabetes, tercatat 40-50 persen di antaranya, mengalami disfungsi ereksi.
Merujuk penelitian Maiorino dkk di jurnal PubMed/NCBI tahun 2014, risiko disfungsi ereksi meningkat tiga kali lipat pada pria dengan diabetes dibandingkan dengan pria tanpa diabetes. Dalam penelitian tersebut juga disampaikan bahwa risiko disfungsi seksual juga ditemukan lebih tinggi pada perempuan dengan diabetes.
Makanan yang mengandung kalori tinggi dengan lemak jenuh yang tinggi harus dihindari untuk mencegah terjadinya gangguan pada kesuburan.
Gula tersembunyi
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika menyampaikan, masyarakat juga perlu waspada akan kandungan gula yang tersembunyi dari makanan harian yang dikonsumsi. Sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan, anjuran konsumsi gula per orang per hari yakni 10 persen dari total energi. Pada orang dewasa, itu setara dengan dengan empat sendok makan atau 50 gram per orang per hari.
”Perlu diingat batasan itu tidak hanya dalam bentuk gula pada minuman, tetapi juga bumbu makanan, termasuk gula yang terkandung pada buah dan nasi. Hal ini yang sering menimbulkan permasalahan di masyarakat karena tidak sadar sudah mengonsumsi gula berlebihan,” katanya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, 61,27 persen masyarakat Indonesia berusia di atas usia tiga tahun mengonsumsi minuman manis setidaknya satu kali per minggu dan 30,22 persen orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu. Sementara itu, hanya 8,51 persen orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan.
Ketut mengatakan, masyarakat sebaiknya menghindari konsumsi karbohidrat sederhana atau gula sederhana yang biasa ditemui dalam bentuk gula pasir, minuman berperisa, dan camilan. Pada makanan tersebut gula yang terkandung lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga lebih cepat berpengaruh pada peningkatan gula darah.
Sementara karbohidrat kompleks memiliki rantai penyerapan gula yang lebih lama sehingga pencernaan dan penyerapannya dalam tubuh membutuhkan waktu yang lebih lama. ”Masyarakat harus memperhatikan indeks glikemik yang terkandung pada setiap makanan. Buah-buahan pun bisa mengandung indeks glikemik yang tinggi sehingga sebaiknya dihindari, terutama pada pasien diabetes,” katanya.