Batas konsumsi gula per hari adalah 50 gram. Konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko diabetes, penyakit jantung, dan penyakit hati.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Diskusi soal gula sedang ramai di jagat maya Indonesia. Kata ”gula” bahkan menjadi salah satu topik terpopuler di Twitter. Hingga Senin (26/9/2022) siang, sedikitnya ada 63.400 cuitan dengan kata kunci gula. Pembahasan hal itu ramai di jagat maya setelah seseorang di Twitter mengeluhkan betapa manisnya minuman salah satu merek waralaba.
Ada yang pro, ada yang kontra. Pada akhirnya, pihak yang mengunggah cuitan keluhan itu disomasi dan meminta maaf. Permintaan maaf tersebut tidak mengakhiri polemik seputar bahaya konsumsi gula berlebihan. Momentum ini dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengedukasi publik soal konsumsi gula, termasuk penyakit yang dapat timbul jika konsumsi gula berlebihan.
Selama ini gula dianggap sebagai kalori kosong. Hanya menambah kalori tanpa kontribusi zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Ternyata gula sama berbahayanya dengan lemak, garam, dan alkohol karena bisa memicu berbagai penyakit serius.
Menurut kajian Robert H Lustig Laura A Schmidt dan Claire D Brindis dari Universitas California, San Francisco, Amerika Serikat, di Nature, 2 Februari 2012, gula, terutama fruktosa, tak sekadar menambah kalori, tetapi dapat memicu gangguan hati dan berbagai penyakit kronis lainnya.
Sejumlah riset menunjukkan kelebihan gula memicu semua penyakit yang berhubungan dengan sindrom metabolik. Yang umum diketahui adalah kelebihan gula menyebabkan resistensi insulin yang berujung pada diabetes. Belakangan didapatkan fruktosa meningkatkan asam urat yang meningkatkan tekanan darah sehingga terjadi hipertensi.
Batas konsumsi gula per hari
Menurut anjuran Kementerian Kesehatan, batas konsumsi gula harian yakni 10 persen dari total energi (200 kkal). Angka ini setara empat sendok makan atau 50 gram gula. Konsumsi gula lebih dari 50 gram tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan kegemukan dan berbagai penyakit tidak menular di masa depan (Kompas.id, 26 Oktober 2021).
Dokter spesialis gizi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta, Titi Sekarindah, mengatakan, seorang laki-laki dewasa sebaiknya mengonsumsi gula paling banyak sembilan sendok teh sehari. Batas maksimal konsumsi gula perempuan dewasa enam sendok teh sehari, sedangkan anak-anak 3-6 sendok teh sehari, tergantung berat badan sang anak.
”Gula pasir terdiri dari glukosa dan fruktosa. Yang berbahaya (jika dikonsumsi terlalu banyak) adalah fruktosa. Konsumsi fruktosa yang terlalu banyak bisa mengganggu metabolisme di hati, lalu menyebabkan perlemakan hati. Bisa saja nanti terjadi gagal hati,” kata Titi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (26/9/2022).
Dampak konsumsi gula berlebihan
Konsumsi gula berlebihan juga meningkatkan risiko terhadap diabetes dan penyakit gusi. Terlalu banyak gula juga mengakibatkan penumpukan lemak yang mengarah ke obesitas. Padahal, obesitas kerap jadi permulaan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal.
Gula pasir terdiri dari glukosa dan fruktosa. Yang berbahaya (jika dikonsumsi terlalu banyak) adalah fruktosa. Konsumsi fruktosa yang terlalu banyak bisa mengganggu metabolisme di hati, lalu menyebabkan perlemakan hati. Bisa saja nanti terjadi gagal hati.
Walau bisa menyebabkan gangguan kesehatan, makanan dan minuman manis nyatanya menjadi candu bagi sebagian orang. Menurut data Center for Indonesia’s Strategic Development (CISDI), orang Indonesia setidaknya mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) 1-6 kali per minggu.
Di sisi lain, belum semua orang paham berapa banyak gula yang boleh dikonsumsi dalam sehari. Survei CISDI yang dilakukan terhadap 6.200 orang di Indonesia menyatakan bahwa 70 persen responden tidak tahu batas aman konsumsi gula harian.
”Butuh kebijakan yang cukup radikal untuk menurunkan tingkat konsumsi MBDK secara cepat, begitu pula angka prevalensi penyakit (tidak menular yang ditimbulkan),” kata Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda (Kompas.id, 18/9/2022).
Paparan iklan
Kurangnya pemahaman soal batas aman konsumsi gula, ditambah maraknya paparan iklan MBDK, dikhawatirkan membuat konsumsi gula di masyarakat tidak terkontrol. Penelitian CISDI menyatakan bahwa anak Indonesia terpapar iklan MBDK di televisi setidaknya setiap empat menit sekali.
Hal ini mengakibatkan sebagian anak muda pun mengalami diabetes. Padahal, sebelumnya penyakit ini identik dengan penyakit orang lanjut usia (lansia). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan prevalensi diabetes melitus pada penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 2 persen. Angka ini naik dibandingkan dengan data 2013, yakni 1,5 persen.
”Yang paling penting dalam mengobati pasien diabetes adalah mencegah supaya tidak terkena komplikasi. Karena itu, kita harus melakukan upaya penanganan secara maksimal, mulai dari hulu hingga hilir sehingga penghematan pengobatan untuk komplikasi juga bisa dicapai,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (Kompas.id, 17/11/2021).
Titi mengatakan, konsumsi gula mesti dikontrol sejak kecil. Anak-anak yang mulai makan makanan pendamping ASI (MPASI) tidak boleh diberi banyak gula. Orangtua ataupun pengasuh anak pun tidak disarankan memberi terlalu banyak makanan atau minuman manis, seperti cokelat dan permen.
”Kalau diberi sesekali tidak apa-apa. Hati-hati terhadap gula, apalagi jika ada faktor keturunan (diabetes). Yang penting pola makan mesti seimbang dan jangan lupa olahraga,” kata Titi.
Sementara itu, orang yang terbiasa mengonsumsi banyak gula disarankan untuk mengurangi asupan gula secara bertahap. Jika seseorang terbiasa minum teh dengan dua sendok teh gula, kadar gulanya bisa dikurangi jadi setengah sendok teh.
Gula juga bisa diganti dengan bahan pemanis lain, baik dari bahan kimia maupun tumbuhan, seperti stevia. Ia juga menganjurkan agar publik tidak mengonsumsi madu secara berlebihan.