Ketika Penyakit Kronis Mengintai Generasi Muda
Siapa bilang penyakit diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dan stroke hanya mengancam usia tua? Kasus usia muda dengan penyakit tidak menular itu semakin banyak ditemukan. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi penyebabnya.
Kapan terakhir kali berolahraga? Berapa banyak minuman kemasan yang dikonsumsi dalam seminggu? Berapa gelas air putih yang diminum hari ini? Berapa lama waktu tidur semalam? Lalu, kapan terakhir melakukan pemeriksaan kesehatan rutin?
Jawaban dari pertanyaan tersebut sebenarnya sudah bisa menggambarkan risiko seseorang dari penyakit tidak menular. Apalagi jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan atau pola hidup sehari-hari.
Pertanyaan itu tidak hanya berlaku pada orang dewasa ataupun lansia, tetapi juga pada anak muda. Saat ini, risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dan stroke, bukan lagi identik sebagai penyakit orang tua. Gaya hidup tidak sehat yang sudah menjadi kebiasaan sejak kecil membuat penyakit tersebut semakin banyak ditemui pada anak usia muda.
Awal Agustus ini usia Robby menginjak 21 tahun. Usia yang sangat muda sebagai pasien penyakit ginjal kronis yang harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Bahkan, pemuda yang berdomisili di Yogyakarta ini pertama kali terdiagnosis penyakit ini ketika usianya baru 18 tahun.
Kaget? Tentu saja. Ketika terdiagnosis penyakit ginjal kronis, Robby baru saja selesai menamatkan pendidikannya di SMK. Pekerjaan sebagai editor dan pembuat konten di media sosial sudah dijalaninya. Sebagai lulusan SMK jurusan animasi, pekerjaan untuk mengedit video sudah banyak dilakukannya sejak ia masih bersekolah.
Namun, itu pula yang membuat Robby kurang memperhatikan kesehatannya. Pola hidup yang buruk menjadi kebiasaan sehari-hari. Hampir setiap hari, Ia baru pulang ke rumah di atas pukul 24.00. Tidur pun baru pukul 03.00-04.00.
”Kebiasaan yang paling buruk itu saya jarang sekali minum air putih. Bisa sehari hanya minum satu dua gelas. Selebihnya saya lebih sering minum minuman manis dalam kemasan yang di minimarket,” kata Robby, Jumat (26/8/2022).
Gaya hidup tersebut sebenarnya bukan kebiasaan yang baru. Sejak SD, Robby memang sering tidur larut bahkan hingga dini hari karena bermain gim. Makan pun tidak teratur. Ia juga memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi.
Sebelum terdiagnosis penyakit gagal ginjal kronis, Robby sebenarnya sudah mengalami gejala, seperti urine berbusa dan berdarah. Namun, gejala itu diabaikannya. Baru ketika badannya terasa sangat lemah disertai mual muntah, ia baru ke rumah sakit dan langsung terdiagnosais gagal ginjal kronis. Sejak saat itu, ia sudah harus menjalani cuci darah dua kali seminggu.
Baca juga: Menjaga Kesehatan untuk Sekarang, Besok, dan Nanti
Pengalaman Robby bukan sesuatu yang jarang ditemukan di tengah masyarakat saat ini. Pada awal Juni lalu, media sosial sempat ramai dengan anak muda yang viral setelah bercerita mengenai kondisi dirinya yang mengalami stroke di usia 20 tahun.
”Kasus usia muda yang mengalami penyakit tidak menular semakin banyak ditemukan. Itu tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga pada masyarakat rural. Gaya hidup yang berubah menjadi penyebab utamanya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Sally Aman Nasution di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Penyebab
Ia menuturkan, penyakit tidak menular bukan penyakit yang terjadi secara mendadak. Penyakit ini disebabkan oleh kebiasaan yang sudah menahun dilakukan. Sayangnya, gejala yang ditimbulkan biasanya tidak terasa. Karena itu, penyakit seperti hipertensi dan diabetes sering disebut sebagai pembunuh dalam senyap.
Penyakit tidak menular sebenarnya dicegah, yakni dengan menghindari faktor risiko, seperti kebiasaan merokok, pola makan yang tidak sehat, terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan kandungan gula, garam, dan lemak, kurang tidur, kurang aktivitas fisik, stres, dan konsumsi alkohol. Riwayat kesehatan keluarga pun bisa menjadi pemicu, tetapi itu tidak signifikan.
Kasus usia muda yang mengalami penyakit tidak menular semakin banyak ditemukan. Itu tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga pada masyarakat rural. Gaya hidup yang berubah menjadi penyebab utamanya. (Sally Aman Nasution)
Sebagian besar masyarakat pun sebenarnya sudah mengerti dan paham bahaya faktor risiko tersebut. Namun, masyarakat yang sadar dan mau mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat jumlahnya tidak banyak. Kebiasaan tersebut akhirnya menjadi kebiasaan keluarga yang dilakukan sejak usia dini.
Faktor risiko
Sally menuturkan, data pun menunjukkan prevalensi faktor risiko penyakit tidak menular semakin meningkat di masyarakat. Prevalensi yang tinggi juga ditemukan pada usia anak. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika penyakit tidak menular semakin banyak ditemukan pada usia muda.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, prevalensi penduduk yang kurang aktivitas fisik naik dari 26,1 persen pada 2013 menjadi 33,5 persen pada 2018. Prevalensi masyarakat usia di atas 5 tahun yang kurang mengonsumsi sayur dan buah meningkat menjadi 95,9 persen pada 2018 dari 93,5 persen pada 2013.
Sementara, masyarakat yang mengonsumsi gula melebihi batasan harian di atas 54 gram per hari sebesar 5,5 persen, garam lebih dari 2.000 miligram per hari sebesar 53,5 persen, dan lemak lebih dari batasan harian lebih dari 72 gram per hari sebesar 24 persen.
Faktor risiko lain yakni obesitas juga banyak ditemukan pada anak. Prevalensi anak obesitas pada usia 5-18 tahun meningkat dari 8 persen pada 2013 menjadi 9,2 persen pada 2018.
Baca juga: Stroke Mengancam Usia Muda
”Kondisi ini sangat mengancam masa depan bangsa. Bonus demografi yang diidam-idamkan jelas terancam jika semakin banyak generasi muda yang mengalami penyakit tidak menular. Jika sejak usia muda sudah mengalami penyakit kronis, kualitas hidup pasti menurun,” kata Sally.
Staf Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Dicky L Tahapary, menyampaikan, perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat harus disadari dan dijalankan sejak dini. Selain mengubah pola makan, kebiasaan untuk bergerak dan melakukan aktivitas fisik juga perlu diperhatikan. Risiko diabetes semakin tinggi pada orang yang kurang bergerak.
Pandemi Covid-19 telah banyak mengubah kebiasaan masyarakat menjadi lebih banyak duduk di depan gawai. Padahal, risiko diabetes sangat besar. ”Setidaknya selingi waktu untuk istirahat dengan bergerak. Walau sama-sama bekerja selama delapan jam. Jika ada waktu istirahat untuk bergerak, itu dampaknya jauh lebih baik,” tuturnya.
Berdasarkan studi yang diterbitkan di jurnal Diabetologia pada 2012, duduk dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung, dan kematian. Dalam studi tersebut disampaikan, duduk terlalu lama dapat menurunkan fungsi metabolisme tubuh. Karena itu, disarankan setiap 20 menit duduk diselingi dengan bergerak ringan setidaknya selama dua menit. Ini dapat membantu mengendalikan kadar glukosa dan respons insulin dalam tubuh.
Menurut Sally, upaya yang paling mendasar untuk mengatasi tingginya angka penyakit tidak menular yaitu dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat agar mau melakukan gaya hidup sehat. Edukasi pun selalu disampaikan lewat berbagai media. Selain itu, adanya regulasi yang mendukung juga diperlukan.
Baca juga: Cegah Stroke di Usia Muda, Kurangi Duduk dan Bergerak Lebih Banyak
Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Elvieda Sariwati menyampaikan, pemerintah telah berupaya untuk menekan kasus penyakit tidak menular di Indonesia. Upaya ini memerlukan kerja sama dari semua pihak lintas sektor.
Pembiayaan kesehatan untuk penanganan penyakit tidak menular pun amat besar. Beban biaya kesehatan untuk penyakit katastropik yang disebabkan oleh penyakit tidak menular, khususnya penyakit yang disebabkan oleh rokok, mencapai Rp 27,7 triliun dalam setahun.
”Kementerian Kesehatan sudah berupaya untuk mendorong adanya pengaturan cukai MBDK (minuman berpemanis dalam kemasan). Diharapkan ini bisa segera terealisasi,” kata Elvieda.
Fenomena yang terjadi saat ini sudah sepatutnya semakin menyadarkan masyarakat untuk segera mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Penyakit tidak menular tidak lagi hanya mengancam di usia tua, tetapi juga usia muda.
Siapa pun bisa mengalaminya, terutama mereka yang terbiasa menjalankan gaya hidup tidak sehat. Jangan hanya tahu bagaimana cara hidup sehat karena itu akan percuma jika tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.