Kepatuhan Protokol Kesehatan di Sekolah Bersifat Jangka Panjang
Pembelajaran tatap muka yang sudah dijalankan secara optimal harus disertai dengan kepatuhan menjalankan protokol kesehatan. Hal ini penting untuk memastikan keamanan dan kesehatan setiap anak didik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Siswa-siswi kelas X mengikuti pelajaran dengan tetap mengenakan masker ketika berlangsung sekolah tatap muka di SMA Negeri 1 Giri Banyuwangi, Senin (16/11/2020). Saat itu sebanyak 7.861 siswa dari total 36.444 siswa SMA/SMK sederajat di Banyuwangi mengikuti uji coba sekolah tatap muka tahap kedua.
JAKARTA, KOMPAS — Seiring membaiknya situasi pandemi Covid-19, sebagian besar sekolah kini menerapkan pembelajaran tatap muka secara penuh. Meski begitu, sistem pengawasan penerapan protokol kesehatan perlu dipastikan tetap berjalan optimal sehingga bisa menjadi kebiasaan dalam jangka panjang.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira mengatakan, perilaku hidup sehat yang sudah dibangun selama masa pandemi Covid-19 harus tetap dipertahankan dalam sistem pendidikan di sekolah. Perilaku hidup sehat lewat penerapan protokol kesehatan tidak hanya bermanfaat untuk mencegah infeksi Covid-19, tetapi juga mencegah penyakit infeksi lainnya yang bisa menyebabkan kematian pada anak.
”Semua pihak hendaknya terus-menerus secara aktif menyuarakan pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan disiplin untuk melanjutkan kebiasaan baik yang sudah terbentuk selama masa pandemi,” katanya di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Yogi yang juga merupakan pengajar Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo menuturkan, protokol kesehatan di sekolah terutama berfokus pada wajib menggunakan masker, menjaga ventilasi atau aliran udara yang adekuat, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Selain itu, perlu dipastikan proses makan dan ibadah di sekolah bisa berjalan aman. Pengelolaan kantin sekolah pun harus aman.
Menurut dia, usaha bersama dari semua pihak dalam mengawal pembelajaran tatap muka (PTM) yang aman dapat menyeimbangkan hak anak untuk memperoleh kesehatan dan pendidikan. Itu artinya termasuk memberikan kesempatan belajar di rumah pada anak yang sedang sakit ataupun yang memiliki komorbid dan tidak dapat mengikuti PTM.
Pembelajaran tatap muka ataupun pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebaiknya tidak lagi dipertentangkan. Keduanya bisa berjalan beriringan. Orangtua ataupun wali dari anak memiliki hak untuk memilih metode pembelajaran yang tepat bagi anaknya, baik dengan PTM maupun PJJ.
Pilihan tersebut disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat dan mempertimbangkan kondisi daerah masing-masing. Namun, sayangnya, saat ini banyak sekolah yang tidak lagi menerapkan sistem pembelajaran campuran (hybrid).
Semua pihak hendaknya terus-menerus secara aktif menyuarakan pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan disiplin untuk melanjutkan kebiasaan baik yang sudah terbentuk selama masa pandemi.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyampaikan, sebagian besar sekolah sudah memiliki infrastruktur yang lengkap untuk mendukung adaptasi kebiasaan baru dalam sistem PTM di masa pandemi Covid-19. Hal tersebut tampak dari hasil pengawasan PTM yang dilakukan KPAI pada Januari-Juni 2022.
Setidaknya dari pengawasan tersebut ditemukan 47 persen sekolah memiliki infrastruktur kebiasaan baru yang lengkap. Bahkan, sebanyak 18 persen memiliki infrastruktur kebiasaan baru yang sangat lengkap. Sebanyak 27 persen sekolah hanya memiliki infrastruktur yang cukup dan 8 persen tidak lengkap.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Siswa kelas X mengikuti sekolah tatap muka di SMA Negeri 1 Giri Banyuwangi, Senin (16/11/2020). Saat itu sebanyak 57 SMA/SMK sederajat di Banyuwangi diizinkan menggelar uji coba sekolah tatap muka tahap kedua.
Dari pengawasan yang dilakukan pun diketahui sebanyak 51 persen sekolah sudah menerapkan protokol kesehatan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas) secara ketat dan disiplin. Sebanyak 17 persen sudah menerapkan 5M tetapi kesulitan menjaga jarak, 25 persen sudah menerapkan 5M tetapi masih ada kerumunan, serta 7 persen sudah menerapkan 5M tetapi masih ditemukan mobilitas yang tinggi di lingkungan sekolah.
Kantin sekolah
Retno mengatakan, hal lain yang menjadi fokus pengawasan yang perlu diperhatikan adalah penerapan kantin yang sehat dan aman. Pengawasan pada kantin sekolah lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan menutup kantin tetapi banyak ditemukan penjual makanan yang bebas di depan sekolah.
”Dengan sistem pembelajaran yang sudah kembali normal, waktu di sekolah sudah lebih lama. Anak tentu butuh makan ketika di sekolah. Dengan menerapkan kantin yang aman dan sehat, risiko penularan Covid-19 bisa dicegah,” ujarnya.
Adapun kriteria kantin yang sehat yang direkomendasikan oleh KPAI dan IDAI antara lain tersedia tempat mencuci peralatan masak, makan, minum, dan bahan makanan yang akan dimasak dengan air yang mengalir. Tempat cuci tangan pun harus tersedia beserta air bersih yang mengalir dan sabun.
DEONISIA ARLINTA
Suasana kantin sekolah SMAN 78 Jakarta ketika waktu istirahat berlangsung. Kantin sehat dan aman perlu diterapkan dengan optimal dalam sistem pembelajaran tatap muka yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Pemeriksaan tempat penampungan air yang kemungkinan banyak lumut dan kotoran juga harus dilakukan dengan rutin. Jarak antara kantin dan lokasi pembuangan sampah sementara (TPS) sebaiknya lebih dari 20 meter. Kriteria kantin sehat ini tidak hanya untuk mencegah penularan Covid-19, tetapi juga penyakit lainnya yang berbahaya bagi anak.
”KPAI mendorong dinas kesehatan di seluruh Indonesia untuk melakukan sosialisasi kantin yang bersih dan sehat ke para pendidik dan peserta didik. Kementerian Kesehatan pun diharapkan bisa membuat kriteria kantin sekolah yang bersih dan sehat yang bisa diterapkan secara luas,” kata Retno.