Bidang pangan dan energi akan menjadi fokus pengembangan riset dan inovasi di Tanah Air. Itu termasuk aspek kesehatan, lingkungan, dan kebencanaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Aiyen Tjoa dari Universitas Tadulako mengecek spesimen dalam proyek Kolaborasi Riset Jerman-Indonesia CRC990-EFForTS, 30 Desember 2021, di Universitas Jambi. Riset kolaboratif itu melibatkan IPB University, Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menetapkan prioritas pengembangan riset dan inovasi di Indonesia pada bidang pangan dan energi. Diharapkan Indonesia bisa lebih siap menghadapi ancaman krisis global dan memastikan kebutuhan masyarakat tetap terjamin.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, sejak awal pembentukan BRIN, Presiden Joko Widodo telah mendorong agar riset dan inovasi yang dilakukan bisa fokus pada bidang pangan dan energi. Pengembangan tersebut termasuk pada kesehatan dan lingkungan.
”Kita akan mulai dari pangan dan energi dengan basis yang berasal dari bahan alam lokal dan itu kita sudah memiliki modalnya. Untuk itu, jangka pendek ini kita akan fokus untuk mengembangkan riset di pangan dan energi,” ujarnya dalam acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Ke-27 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Laksana menuturkan, urgensi dari pengembangan riset di bidang pangan dan energi tersebut merujuk pada krisis yang saat ini terjadi di tingkat global. Selain dampak dari pandemi, perang Ukraina-Rusia juga telah menyebabkan krisis pada komoditas pangan dan energi di tingkat global.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Sejumlah makanan olahan berbahan kacang dan ubi juga telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Aneka Tanaman Kacang dan Umbi (Balitkabi) di Malang, Jawa Timur. Sebut saja mi mocaf, cake, dan kukis. Ada juga es krim dan es puter dari bahan ubi jalar. Foto diambil Rabu (12/8/2020)
Untuk itu, melalui riset dan teknologi diharapkan Indonesia bisa lebih siap untuk menghadapi krisis sekaligus memanfaatkan momentum yang sedang terjadi. Kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bisa dimaksimalkan untuk kebutuhan ekspor.
”Meski fokus kita pada pangan dan energi, itu termasuk juga di dalamnya adalah kesehatan, kebencanaan, dan lingkungan. Karena kita tahu, lingkungan pun merupakan aspek fundamental dari pangan dan energi,” tuturnya.
Adapun produk riset yang akan dikembangkan, antara lain, gandum tropis, tepung sorgum, dan biofuel atau bahan bakar dari biomassa. Produk tersebut diharapkan bisa menjadi produk inovasi unggulan di Indonesia.
Kita akan mulai dari pangan dan energi dengan basis yang berasal dari bahan alam lokal dan itu kita sudah memiliki modalnya. Untuk itu, jangka pendek ini kita akan fokus untuk mengembangkan riset di pangan dan energi. (Laksana Tri Handoko)
Kawasan sains dan teknologi
Laksana menuturkan, empat kawasan sains dan teknologi saat ini telah dibangun untuk menunjang aktivitas riset dan inovasi di Indonesia. Keempat kawasan tersebut adalah Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno di Cibinong, Jawa Barat; KST Habibie di Serpong, Banten; KST Siwabessy di Pasar Jumat, Jakarta; dan KST Samaun Samadikun, Bandung, Jawa Barat.
Setiap kawasan riset akan memiliki fokus pengembangan riset dan teknologi yang berbeda. Pada KST Soekarno akan fokus untuk riset hayati, baik terkait pangan, kesehatan, maupun lingkungan. Pada KST Habibie akan difokuskan untuk riset udara dan keteknikan. Untuk KST Siwabessy akan fokus untuk penyediaan fasilitas nuklir medis dan industri. Sementara KST Samaun Samadikun fokus untuk riset teknologi informasi dan komunikasi.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Pemulia tanaman Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR Batan), Soeranto Human, memeriksa pertumbuhan sorgum dari kultur jaringan di Laboratorium Kultur Jaringan PAIR Batan, Rabu (15/6/2016), di Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Sorgum dalam tabung-tabung itu sudah diradiasi dengan sinar gama menggunakan beragam dosis penyinaran.
”Kita sudah bangun besar-besaran seperti ini pasti maintenance cost-nya sangat tinggi. Karena itu, kita mengundang para pelaku industri dan para pelaku usaha untuk bersama-sama memanfaatkannya,” kata Laksana.
Sekretaris Dewan Pengarah BRIN Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto mengatakan, inovasi menjadi syarat mutlak untuk menjadikan suatu negara menjadi negara yang maju. Setidaknya ada tiga hal yang dapat menunjang inovasi yang optimal, yakni entrepreneurship (kewirausahaan), kreativitas, dan sistem yang kondusif.
”Inovasi menjadi kata kunci yang harus kita wujudkan agar bangsa kita menjadi negara maju. Kita perlu kesampingkan perbedaan karena di masa transisi pasti kondisinya demikian,” katanya.
Karena itu, anggota Dewan Pengarah BRIN, Marsudi Wahyu Kisworo, menambahkan, apabila Indonesia gagal keluar dari negara kelas menengah menuju negara maju, BRIN menjadi salah satu badan yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Sebab, tidak ada lembaga riset pemerintah lain selain BRIN di Indonesia.
”Kalau kita gagal (sebagai negara maju) maka yang paling bertanggung jawab di bidang inovasi adalah BRIN. Jadi mari kita gunakan momentum hari kebangkitan teknologi ini untuk benar-benar bangkit jangan hanya sebatas seremoni,” tuturnya.