Permainan tradisional dapat menstimulasi kecerdasan jamak pada anak. Namun, permainan ini kian jarang dimainkan di masa kini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat distimulasi secara menyenangkan melalui permainan tradisional. Permainan tradisional dapat mendorong anak untuk, antara lain, bergerak, menyusun strategi, bekerja sama, dan berempati terhadap sesama.
Anggota Dewan Pakar Persatuan Olahraga Tradisional Indonesia (Portina), Dindin Abidin, mengatakan, permainan tradisional menstimulasi aspek motorik kasar dan halus anak. Permainan congklak, misalnya, melatih motorik halus dengan mengambil batu-batu kecil di papan permainan. Adapun permainan lompat tali dan tok-tok ubi melatih motorik kasar karena melibatkan gerakan seluruh tubuh, yakni melompat dan menarik.
”Permainan tradisional bisa jadi alternatif aktivitas fisik anak di masa libur sekolah,” kata Dindin pada diskusi daring berjudul ”Permainan Tradisional Betawi”, Kamis (4/8/2022). ”Selain mengembangkan kemampuan motorik anak, permainan tradisional juga melatih kreativitas, mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional, mendekatkan anak ke alam, dan meningkatkan kemampuan untuk konsentrasi,” ujarnya.
Permainan tradisional dapat menstimulasi kecerdasan jamak pada anak. Permainan yang dimainkan sambil bernyanyi, misalnya, jadi sarana mempelajari birama. Anak dapat menyesuaikan gerakan tubuh dengan ketukan lagu.
Permainan beregu yang sifatnya kompetitif pun mendorong anak untuk belajar menyusun strategi dan mengimplementasikannya. Permainan jenis ini juga mengajarkan kerja sama dan sportivitas. Anak jadi belajar menjadi pendengar aktif dan mengikuti aturan. Keterampilan-keterampilan itu akan dibutuhkan anak dalam kehidupan bermasyarakat.
Di sisi lain, permainan juga membantu mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional. Anak dapat belajar membangun rasa percaya diri, kepekaan terhadap perasaan orang lain, kesabaran, empati, dan kepemimpinan.
Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, Tuti Tarwiyah, menambahkan, permainan tradisional dapat menstimulasi kecerdasan jamak pada anak. Permainan yang dimainkan sambil bernyanyi, misalnya, jadi sarana mempelajari birama. Anak dapat menyesuaikan gerakan tubuh dengan ketukan lagu.
Selain itu, nyanyian di permainan tradisional juga dapat jadi sarana pendidikan karakter. ”Syair pada nyanyian akan membekas di batin anak. Syair bisa mengajarkan soal hubungan interpersonal dan intrapersonal,” katanya.
Nyanyian pada permainan tradisional mendekatkan anak ke budaya dan menambah kosakata pada bahasa daerah. Namun, permainan tradisional kini jarang dimainkan karena perkembangan zaman menciptakan alternatif permainan-permainan lain. Pembangunan juga mempersempit ruang bermain anak.
Ia menambahkan, permainan tradisional merupakan bagian dari kekayaan folklor di Indonesia. Folklor atau cerita rakyat biasanya disampaikan turun-temurun secara lisan. Di dalam folklor ada kandungan nilai atau petuah leluhur.
Salah satu contoh ialah Samba Lakon, permainan tradisional Minangkabau. Ini adalah permainan tukar peran antara kelompok bandit dan lakon. Permainan ini untuk membangun rasa kebersamaan, ketangkasan, serta sikap kepahlawanan demi menyelamatkan teman yang tertangkap.
”Permainan tradisional adalah warisan budaya yang wajib dilestarikan. Harus ada upaya untuk mengenalkan kembali permainan ini. Lembaga (pemerintah) mesti mengagendakan pelatihan ke guru secara berkesinambungan dan merata. Orangtua juga mesti dilibatkan,” ujar Tuti.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana, pelestarian permainan tradisional di masa kemajuan teknologi tidak mudah. Kendati demikian, institusinya sudah menyusun pokok-pokok pikiran kebudayaan untuk melestarikan permainan tradisional. Hal ini sesuai amanat UU Pemajuan Kebudayaan.
Pada 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengajak warga, utamanya pemuda-pemuda desa, untuk menemukan dan menggali potensi lokal di tiap desa. Warga menemukan sedikitnya 75 permainan tradisional dan 400 jenis kebudayaan lokal.
Pihak desa diminta segera menindaklanjuti temuan ini dan mengembangkannya jadi paket atau aktivitas wisata. Kemendikbudristek juga akan bekerja sama dengan sekolah untuk memasukkan permainan tradisional sebagai aktivitas, pelajaran olahraga, atau ekstrakurikuler (Kompas.id, 2/3/2022).