Kebutuhan Kajian Kebijakan untuk Mendukung Riset dan Inovasi Dipetakan
Forum Komunikasi Riset dan Inovasi diselenggarakan untuk memetakan kebutuhan kajian kebijakan dari setiap kementerian/lembaga. Diharapkan hal ini dapat memberikan dukungan terhadap program pembangunan nasional.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Aiyen Tjoa dari Universitas Tadulako mengecek spesimen dalam proyek Kolaborasi Riset Jerman-Indonesia CRC990- EFForTS, 30 Desember 2021, di Universitas Jambi. Riset kolaboratif itu melibatkan IPB, Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen.
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan kajian kebijakan dan survei untuk mendukung riset dan inovasi dari setiap kementerian dan lembaga dipetakan dalam kegiatan Forum Komunikasi Riset dan Inovasi. Dari hasil pemetaan, terdapat 33 usulan kajian kebijakan ataupun survei dari setiap kementerian dan lembaga.
Forum Komunikasi Riset dan Inovasi (FKRI) merupakan kegiatan komunikasi antara kementerian/lembaga dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Kementerian Keuangan serta Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Pra- FKRI I diselenggarakan pada 11 dan 18 Juli 2022, dan disusul Pra-FKRI II pada 25-28 Juli 2022.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam acara kick off FKRI di Jakarta, Senin (1/8/2022), menyampaikan, FKRI tahun ini merupakan kegiatan kedua setelah sebelumnya sempat diselenggarakan untuk pertama kalinya pada 2021.
Handoko mengatakan, penyelenggaraan FKRI tahun lalu menemui banyak tantangan dan cukup menguras energi. Hal ini karena tidak mudah memetakan kajian kebijakan dan survei dari puluhan kementerian/lembaga. Berkaca dari penyelenggaraan tahun lalu, FKRI tahun ini akan sedikit mengubah formulasi agar pemetaan lebih efisien, tetapi tetap bisa mendapatkan masukan substantif dari semua kementerian/lembaga.
Program yang bisa dijadikan satu akan digabungkan dan yang tumpang tindih akan dihilangkan. Program yang bukan riset akan tetap berada di kementerian/lembaga sebelumnya.
”Sudah menjadi kewajiban BRIN untuk mengembalikan fasilitas ini menyusul integrasi para periset di kementerian dan lembaga ke dalam BRIN. Fungsi utama BRIN ialah mendukung kebijakan pembangunan nasional serta membangun ekosistem riset dan inovasi,” ujarnya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Jawa Barat, meneliti menggunakan alat atomic absorption spectrometer yang disumbangkan Universitas Kyoto Jepang, Rabu (21/3/2018).
Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan dalam acara Pra-FKRI pada bulan Juli, terdapat 33 usulan kajian kebijakan ataupun survei dari setiap kementerian/lembaga. Kajian kebijakan dan survei tersebut masing-masing terbagi atas 10 usulan dari kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 12 usulan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta 11 usulan dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
Usulan kajian kebijakan dan survei terbanyak berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tujuh usulan. Usulan tersebut di antaranya berfokus pada kebijakan pengembangan stok sumber daya ikan, kajian dampak pelaksanaan penanaman mangrove, valuasi kerusakan lingkungan sumber daya ikan, serta kajian rantai pasok dan rantai nilai.
Handoko mendorong agar kajian kebijakan atau survei yang diusulkan kementerian/lembaga dapat memprioritaskan untuk masalah yang lebih mikro. Hal ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus menentukan strategi konkret yang akan diambil ke depan.
Handoko memastikan integrasi bidang penelitian di setiap kementerian/lembaga ke dalam BRIN bertujuan untuk menata ulang ekosistem riset. BRIN tidak akan mengambil program di kementerian/lembaga yang bukan masuk dalam bidang riset atau inovasi.
”Jadi semua program riset kami evaluasi dan ditata ulang. Program yang bisa dijadikan satu akan digabungkan dan yang tumpang tindih akan dihilangkan. Program yang bukan riset akan tetap berada di kementerian/lembaga sebelumnya,” ucapnya.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRINMego Pinanditoberharap usulan kajian kebijakan atau survei yang disampaikan kementerian/lembaga bisa memberikan dukungan terhadap program pembangunan nasional. Artinya, data dasar yang diperoleh dari kajian dan survei tersebut bersifat sangat strategis dan berdampak bagi aspek perekonomian.
Selain itu, melalui FKRI, diharapkan juga dapat meningkatkan kolaborasi secara konkret dari kementerian/lembaga sehingga program yang bersifat duplikasi bisa lebih di buat efisien. Pada akhirnya kolaborasi akan memunculkan hasil kajian kebijakan dan data survei dengan dampak yang lebih luas.
”Selain dengan kementerian/lembaga, kami juga sudah melakukan penjelasan terkait dengan bagaimana tim-tim dari perguruan tinggi atau mitra industri bisa mendukung pelaksanaan dari sejumlah usulan kebijakan atau data dasar yang dibutuhkan,” katanya.