Pemetaan Bawah Laut, Pushidrosal Adakan Ekspedisi Jala Citra 2
Untuk bisa memetakan Basin Banda, Maluku. dengan rinci, Pusat Hidro Oseanografi TNI AL menggelar Ekspedisi Jala Citra 2. Di kawasan perairan itu diduga terdapat gelombang laut dalam yang cukup ekstrem.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan kedaulatan atas data kelautan, Pusat Hidro Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) mengadakan ekspedisi Jala Citra 2 pada Juli 2022. Saat ini ada 88 peneliti yang mengajukan diri untuk ikut serta dalam ekspedisi itu.
Komandan Pushidrosal Laksamana Madya TNI Nurhidayat saat berkunjung ke Redaksi Kompas, Rabu (27/4/2022), menceritakan betapa pentingnya data bawah laut. Data tersebut tidak hanya untuk keamanan jalur kapal sehingga berefek pada tata niaga dan pariwisata seperti kapal pesiar. Namun, data bawah laut penting untuk mitigasi bencana gunung laut yang aktif dan prospek ekonomi seperti pipa laut.
Nurhidayat mengatakan, tahun 2021, Pushidrosal telah mengadakan ekspedisi bernama Jala Citra 1 2021 ”Aurora” di perairan Halmahera dan Papua. Tahun 2022, untuk bisa memetakan Basin Banda dengan rinci, diadakan Ekspedisi Jala Citra 2. Nurhidayat mengatakan, walaupun telah menggunakan kapal canggih, tetap dibutuhkan survei yang rinci melihat dasar laut. ”Pencitraan dengan satelit tidak bisa serinci kapal-kapal hidros,” katanya.
Kolonel Amon Puji yang menjadi pimpinan Ekspedisi Jala Citra 2 mengatakan, salah satu fenomena yang menjadi fokus ekspedisi kali ini adalah gelombang laut dalam (internal wave) yang pernah diduga sebagai salah satu faktor penyebab kecelakaan KRI Nanggala-402 di perairan selat Bali pada April 2021.
Untuk ekspedisi Jala Citra 2, survei akan difokuskan di Laut Banda, Maluku. Di kawasan perairan itu diduga terdapat gelombang laut dalam yang cukup ekstrem. ”Kami harus menjamin keselamatan alutsista, khususnya keselamatan pelayaran kapal selam bila mereka akan beroperasi di perairan Banda. Untuk menuju ke sana, kami akan coba uji hipotesa apakah betul di sana ada gelombang laut dalam, internal wave,” kata Anom.
Nurhidayat, mengatakan, pilihan survei dilaksanakan di kawasan perairan Banda karena berdasarkan hasil ekspedisi Jala Citra 1. Kesimpulannya, perairan Halmahera di selatan Maluku memiliki kekayaan bawah laut yang sangat beragam. Keragaman itu baik topografi bawah laut berupa gunung laut maupun keanekaragaman kehidupan biota laut dan ekosistemnya yang perlu dijaga.
Ekspedisi itu menemukan dua gunung laut, lima bukit, dan satu gosong laut. Kedelapan temuan topografi bawah laut itu telah diberikan nama dan diterima oleh UNESCO dan ditetapkan sebagai gazetter (penguji) internasional. Dua gunung laut yang ditemukan itu diberi nama Gapuro Sagoro dan Moro Sagoro. Karena sudah diterima UNESCO, untuk selanjutnya data itu akan digunakan sebagai referensi publikasi ilmiah di seluruh dunia.
Gunung Laut Gapuro Sagoro, contohnya, merupakan fitur bawah laut yang cukup menonjol dan memiliki dimensi yang sangat besar. Adapun Gapuro Sagoro memiliki makna sebagai pintu gerbang arus dunia yang dikenal sebagai arus lintas Indonesia (great ocean conveyer belt) yang memasuki perairan Indonesia dari bagian timur laut melalui sebelah timur Pulau Halmahera, tempat gunung itu berada.
”Karena data kita lengkap dan rinci, begitu diajukan langsung diterima UNESCO,” kata Kolonel Oke Dwiyana yang menjadi Komandan Ekspedisi Jala Citra 1.
Anom mengatakan, ada banyak hipotesa yang harus diuji di ekspedisi Jala Citra 2, seperti keanekaragaman hayati. Misalnya, keberadaan paus biru kerdil. Selain itu, juga ada data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyebutkan ada gunung berapi di bawah laut.
Anom mengatakan, data itu berasal dari tahun 1929. ”Sekali lagi, kami melakukan updating data di sana sehingga data terbaru bisa digunakan teman-teman di lembaga riset. Ini yang akan kami laksanakan (dalam ekspedisi Jala Citra 2),” ujarnya.
Menurut rencana, Ekspedisi Jala Citra 2 akan berlangsung selama 60 hari dengan dibagi beberapa etape. Hingga saat ini, Pushidrosal menerima 26 proposal riset dari 88 peneliti dari berbagai lembaga, seperti Kementerian ESDM, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), dan BIG (Badan Informasi Geospasial). Lewat survei ini,kata Anom, dapat dicapai kedaulatan data kelautan Indonesia. Data itu bisa dimiliki dan digunakan secara nasional dan tak menutup kemungkinan data itu dimanfaatkan peneliti asing.
”Banyak peneliti asing mengangkat tema perairan Indonesia, wilayah pekarangan kita. Ironi, bila kami di TNI malah punya sedikit data tentang pekarangan kita sendiri. Kami ingin kedaulatan (data kelautan) itu ada di kita. Intinya kedaulatan data,” katanya.
Diakui Nurhidayat, hingga saat ini pemetaan laut Indonesia baru menjangkau kurang dari 20 persen. Harapannya, tahun 2022 pemetaan bisa menjangkau 30 persen dari seluruh areal perairan Indonesia. ”Diharapkan, ke depannya, pengguna laut kita bisa mendapatkan informasi lebih detail,” katanya.