Menurunnya Antibodi dan Perlawanan Sel T terhadap Omicron
Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi Covid-19 terus menurun setelah vaksinasi seiring dengan waktu. Namun, vaksinasi dan infeksi sebelumnya telah melatih sel T di dalam tubuh untuk melawan SARS-CoV-2.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi Covid-19 terus menurun setelah vaksinasi seiring dengan waktu. Namun, vaksinasi dan infeksi sebelumnya telah melatih sel T di dalam tubuh untuk melawan SARS-CoV-2. Inilah yang menyebabkan Omicron rata-rata menyebabkan gejala lebih ringan bagi yang sudah divaksinasi dan pernah terinfeksi sebelumnya, tetapi tetap berbahaya bagi yang lain.
Varian Omicron yang memiliki lebih dari 30 mutasi diketahui dapat menghindari respons antibodi yang diberikan oleh vaksinasi atau infeksi varian SARS-CoV-2 sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan Omicron menjadi varian dominan dari virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Data baru juga menunjukkan bahwa Omicron tidak hanya lebih menular daripada varian sebelumnya, tetapi juga dapat menginfeksi orang dengan kekebalan sebelumnya dengan menghindari apa yang dikenal sebagai antibodi penawar. Namun, penyakit serius relatif jarang terjadi pada orang yang telah divaksinasi atau terinfeksi, menunjukkan bahwa komponen lain dari sistem kekebalan masih dapat mengenali Omicron.
Studi oleh para peneliti di Karolinska Institutet yang dipublikasikan di jurnal Nature Medicine pada 14 Januari 2022 menunjukkan, sel T memori yang terbentuk setelah infeksi sebelumnya atau vaksinasi mRNA bisa melawan infeksi baru Covod-19. ”Studi kami menunjukkan, mengapa mereka yang sudah pernah mendapat vaksinasi mRNA terlindungi dari keparahan saat terinfeksi Omicron,” kata peneliti utama Marcus Buggert.
Bagi yang belum divaksinasi dan mengalami penurunan kekebalan, infeksi Omicron dapat sangat serius dan fatal.
Studi ini bekerja sama dengan Rumah Sakit Universitas Karolinska di Swedia dan didasarkan pada sampel darah dari 40 orang yang divaksinasi, 48 orang yang pernah mengalami infeksi SARS-CoV-2 ringan atau berat, dan 48 orang yang sebelumnya tidak divaksinasi atau terinfeksi. Sampel dari kelompok yang divaksinasi dikumpulkan enam bulan setelah dosis vaksin kedua mereka, dan dari kelompok yang sebelumnya terinfeksi sembilan bulan setelah infeksi yang dikonfirmasi pada musim semi 2020, sebelum munculnya varian virus baru. Sampel lainnya diambil dari pendonor yang sehat pada akhir tahun 2020.
Temuan ini dikuatkan oleh kajian terbaru dari para ilmuwan di La Jolla Institute for Immunology (LJI). Mereka menemukan bahwa empat vaksin Covid-19 yang diteliti, yaitu Pfizer-BioNTech, Moderna, J&J/Janssen, dan Novavax, mendorong tubuh membuat sel T yang efektif dan tahan lama melawan SARS-CoV-2. Sel T ini dapat mengenali varian SARS-CoV-2 yang dikhawatirkan, termasuk Delta dan Omicron.
”Sebagian besar respons sel T masih efektif melawan Omicron,” kata Alessandro Sette, ahli imunologi dari LJI, pemimpin studi yang diterbitkan di jurnal Cell pada 19 Januari 2022.
Sel T ini tidak akan menghentikan infeksi Covid-19, tetapi dalam banyak kasus mereka cenderung mencegah mereka yang sudah divaksinasi menjadi sangat sakit. ”Dan, ini berlaku untuk semua jenis vaksin yang kami pelajari, dan hingga enam bulan setelah vaksinasi,” kata Alba Grifoni, anggota tim peneliti.
Studi sel baru juga menunjukkan bahwa orang yang divaksinasi penuh memiliki lebih sedikit sel B memori dan antibodi penawar terhadap varian Omicron. Temuan ini sejalan dengan laporan awal tentang berkurangnya kekebalan dari laboratorium di seluruh dunia.
Tanpa antibodi penetral yang cukup, Omicron lebih mungkin menyebabkan infeksi terobosan. Sel B memori yang lebih sedikit berarti tubuh akan lebih lambat menghasilkan antibodi penetral tambahan untuk melawan virus.
”Sebagian besar antibodi penetralisasi, yaitu antibodi yang bekerja dengan baik melawan SARS-CoV-2, mengikat ke wilayah yang disebut receptor binding domain atau RBD,” kata Camila Coelho, anggota tim peneliti.
Studi ini mengungkapkan bahwa 15 mutasi RBD yang ada di Omicron dapat sangat mengurangi kapasitas pengikatan sel B memori dibandingkan dengan varian SARS-CoV-2 lain, seperti Alpha, Beta, dan Delta.
Kinerja sel T
Antibodi penetralisasi dan sel B memori hanyalah dua lengan dari respons imun adaptif tubuh. Di dalam tubuh kita juga ada sel T, yang berperan penting melawan infeksi.
Jika seseorang terpapar SARS-CoV-2, sel T memang tidak mencegah infeksi. Sebaliknya, sel T berpatroli di tubuh dan menghancurkan sel yang sudah terinfeksi, yang mencegah virus berkembang biak dan menyebabkan penyakit menjadi parah.
Dengan fakta ini, tim peneliti LJI meyakini, ”garis pertahanan kedua” dari sel T membantu menjelaskan mengapa infeksi Omicron cenderung tidak menyebabkan penyakit parah pada orang yang divaksinasi lengkap. Varian ini juga tampaknya menginfeksi jaringan yang berbeda.
Untuk mengetahui apakah sel T yang diinduksi vaksin yang mereka deteksi dalam penelitian mereka benar-benar efektif melawan varian, seperti Delta dan Omicron, para ilmuwan mengamati bagaimana sel T merespons ”epitop” virus yang berbeda.
Setiap virus terdiri dari protein yang membentuk bentuk atau arsitektur tertentu. Epitop virus adalah penanda spesifik pada arsitektur ini yang telah dilatih untuk dikenali oleh sel T. Vaksin Covid-19 saat ini dirancang untuk mengajarkan sistem kekebalan untuk mengenali epitop spesifik pada varian Alfa dan versi awal dari SARS-CoV-2.
Karena virus telah bermutasi, arsitekturnya telah berubah dan kekhawatirannya adalah bahwa sel-sel kekebalan tidak akan lagi mengenali target mereka. Namun, studi baru menunjukkan bahwa sementara arsitektur Omicron cukup berbeda untuk menghindari beberapa antibodi penetralisasi dan sel B memori, sel T memori masih melakukan pekerjaan yang baik untuk mengenali target mereka.
Secara keseluruhan, setidaknya 83 persen dari respons sel T CD4+ dan 85 persen dari respons sel T CD8+ tetap sama, terlepas dari jenis vaksin atau variannya.
Para peneliti juga menduga, sel B memori yang mengikat Omicron kemungkinan juga berkontribusi terhadap perlindungan terhadap penyakit parah. ”Orang yang divaksinasi memiliki sel T CD4+ memori, sel T CD8+, dan sel B memori untuk membantu melawan infeksi jika virus melewati antibodi awal dan memiliki banyak garis pertahanan kemungkinan merupakan kekuatan penting,” tulis mereka.
Omicron masih ancaman
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, temuan ini menguatkan fakta bahwa Omicron sebenarnya bukan melemah dibandingkan dengan Delta. Namun, vaksinasi yang sudah tinggi menyebabkan seolah varian yang jauh lebih menular ini menjadi lebih tidak berbahaya. Pemahaman ini, menurut dia penting, agar orang tidak meremehkan Omicron.
”Virusnya tidak melemah, tetapi manfaat vaksin yang mengesankan Omicron lebih ringan. Namun, bagi yang belum divaksinasi dan mengalami penurunan kekebalan, infeksi Omicron dapat sangat serius dan fatal,” katanya.
Kajian ini juga menunjukkan, mereka yang sudah divaksinasi relatif aman dari Omicron, tetapi ini adalah data pada tingkat populasi. Di level individu, respons kekebalan bisa bervariasi dan mengandalkan sel T saja pertaruhannya bisa besar.
“Saya mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati dan tetap memakai masker. Ada kemungkinan Anda adalah salah satu dari sedikit orang dengan respons kekebalan yang menurun,” katanya.