Pensiunan Kementerian ESDM Dituntut Empat Tahun Tiga Bulan Penjara
Jaksa menilai pensiunan Kementerian ESDM, Sri Utami, korupsi bersama-sama dengan eks Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. Sri mengumpulkan dana atas permintaan Waryono untuk membiayai kegiatan yang tak didanai APBN.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
DIAN DEWI PURNAMASARI
Sri Utami (62), eks aparatur sipil negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dituntut empat tahun tiga bulan penjara karena diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan memperkaya diri sendiri senilai Rp 2,39 miliar dalam sejumlah proyek di Kementerian ESDM tahun 2012.
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut pensiunan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sri Utami (62), dengan hukuman empat tahun tiga bulan penjara. Jaksa meyakini Sri terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat pidana korupsi senilai Rp 2,39 miliar dalam sejumlah proyek di Kementerian ESDM tahun 2012.
Tuntutan itu dibacakan secara bergantian oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Prasetya Raharja, Dame Maria Silaban, Asril, dan Diky Wahyu Ariyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/5/2022). Adapun sidang dipimpin oleh hakim ketua Toni Irfan, Jaini Basir, dan Sigit Herman Binaji.
Jaksa Agus Prasetya Raharja mengatakan, berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, jaksa meyakini Sri Utami melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan bekas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno. Sri Utami mengumpulkan dana atas permintaan Waryono untuk membiayai kegiatan yang tidak dibiayai APBN.
Kegiatan itu di antaranya adalah sosialisasi sektor energi dan sumber daya mineral bahan bakar minyak bersubsidi tahun 2012, sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi tahun 2012, serta perawatan gedung kantor sekretariat energi dan sumber daya mineral tahun 2012.
Sidang tuntutan kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan terdakwa eks aparatur sipil negara Kementerian ESDM, Sri Utami, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Pekerjaan yang tidak dibiayai APBN itu dilakukan dengan cara pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan umum. Hal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6 Huruf (g), Pasal 24 Ayat (3) Huruf c dan Pasal 115 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perbuatan itu juga telah memperkaya Sri Utami senilai Rp 2,39 miliar.
Perbuatan juga diduga memperkaya Waryono Karno senilai Rp 150 juta. Selain itu, Bambang Wijiatmoko Rp 20 juta, Agus Salim Rp 200 juta, Arief Indarto Rp 50 juta, Poppy Dinianova Rp 585,6 juta, Jasni Rp 474,69 juta, dan sejumlah pihak lainnya.
Jaksa menyebutkan perbuatan Sri Utami juga diduga memperkaya korporasi, yaitu Yayasan Pertambangan dan Energi (YPE) Rp 866 juta, perusahaan pinjaman CV Bintang Kreasi Permata, CV Ari Sindo Pratama, CV Wanni Star Rp 945,6 juta. Total dugaan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi tersebut senilai Rp 11,12 miliar.
”Meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan terdakwa Sri Utami terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yaitu melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 dan Pasal 65 Ayat (1) KUHP,” ujar Agus Prasetya Raharja.
Kronologi dari tindak pidana korupsi itu adalah pada akhir tahun 2011, Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno mengadakan rapat untuk membahas tentang serapan anggaran yang selalu rendah. Selain itu, menurut Waryono, banyak kegiatan Setjen Kementerian ESDM tidak bisa dibiayai oleh APBN. Dalam rapat, Waryono menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan yang tidak dibiayai APBN tersebut.
Waryono kemudian meminta agar pegawainya mencari dana yang diambilkan dari hasil pengadaan barang jasa kegiatan-kegiatan di lingkungan biro dan pusat. Hal itu bertentangan dengan Pasal 115 Ayat (1) Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Menindaklanjuti hasil rapat tersebut, Sri Utami diangkat sebagai koordinator kegiatan Satker Setjen Kementerian ESDM dengan Surat Keputusan Nomor 0103 K/73/KPA/2012 tanggal 20 Januari 2012. Pengangkatan oleh Waryono itu bertujuan untuk mengumpulkan dana dari pengadaan barang dan jasa kegiatan di lingkungan Biro dan Pusat Kementerian ESDM untuk membiayai kegiatan di luar APBN itu.
”Dengan diangkatnya Sri Utami sebagai koordinator kegiatan Satker Setjen Kementerian ESDM, terdakwa atas permintaan Waryono Karno mengendalikan seluruh kegiatan di Setjen ESDM, baik biro maupun pusat. Tujuannya untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan di luar APBN,” kata jaksa Dame Maria Silaban.
Tuntutan penjara
Jaksa juga menuntut Sri Utami dengan pidana penjara empat tahun tiga bulan. Selain itu, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Sri Utami juga diminta mengembalikan uang pengganti Rp 2,39 miliar kepada negara dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila tidak mencukupi, harta benda miliknya akan dilelang. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, terdakwa akan dipenjara selama satu tahun.
Sebelum menuntut, JPU mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa selama persidangan. Keadaan yang memberatkan, menurut JPU, adalah perbuatan Sri Utami tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, terdakwa dinilai kurang terbuka saat memberikan keterangan dalam persidangan.
Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa memiliki tanggungan keluarga, sopan dan menghargai persidangan, serta belum pernah dihukum.
”Apakah Saudara mengerti apa yang dibacakan oleh saudara penuntut umum? Dari tuntutan JPU tersebut, Saudara dan penasihat hukum saudara mempunyai hak untuk menyampaikan nota pembelaan. Oleh karena itu, Saudara bisa berkonsultasi tentang upaya atau tindakan apa yang akan dilakukan,” kata hakim ketua Toni Irfan.
DIAN DEWI PURNAMASARI
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sri Utami (62), berbicara dengan penasihat hukumnya saat sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Atas tuntutan itu, Sri Utami menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi), baik pribadi maupun melalui penasihat hukum. Sri menilai fakta-fakta yang dibeberkan JPU selama persidangan tidak sesuai dengan realitas. Oleh karena itu, dia akan menyiapkan nota pembelaan.
”Kami akan mengajukan nota pembelaan atas tuntutan yang disampaikan penuntut umum yang sebagian tidak sesuai dengan apa yang tersampaikan. Ada nota pembelaan dari penasihat hukum kami. Mudah-mudahan nota pembelaan kami dapat dipertimbangkan dalam putusan Yang Mulia,” kata Sri Utami.
Sidang berikutnya dengan agenda pembacaan pleidoi terdakwa dan penasihat hukumnya dijadwalkan akan dilakukan pada Selasa (31/5/2022).