Sasya Tranggono memasukkan wayang golek, sebagai kekayaan seni wayang yang makin ditinggalkan, ke dalam lukisannya.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
Lukisan berjudul The Last Supper #1 karya Sasya Tranggono, Selasa (26/11/2024). Karya ini ditampilkan dalam pameran tunggal Sasya Tranggono bertajuk The Holy Journey, di Galeri Zen1, Jakarta, 26 November hingga 31 Desember 2024.
Wayang golek menjadi salah satu kekayaan bangsa yang makin jarang dimainkan bagi generasi sekarang. Perupa Sasya Tranggono (61), perempuan pelukis asal Jakarta, menampilkan kembali wayang tiga dimensi ini, tetapi wayang-wayang tersebut masuk ke dalam lukisan-lukisannya dan menjadi sebuah adegan teater diam yang cukup memukau.
Lewat salah satu lukisan yang diberi judul ”The Last Supper #1”, Sasya menyelipkan sebuah metafora. Ia menggunakan media campuran di atas kertas berukuran 100 cm x 200 cm. Lukisan dengan adegan Perjamuan Terakhir Yesus dibuat cukup unik.
Sebanyak 12 murid Yesus dilukis sebagai wayang golek dengan busana batik. Berbeda dengan Yesus. Sasya melukis Yesus seperti bukan bagian dari para murid dengan tubuh-tubuh wayang golek. Tubuh Yesus dilukis biasa berbalut kain putih tanpa penutup kepala. Rambut Yesus terlihat gondrong.
Sasya memainkan metafora Yesus sebagai manusia yang berbeda dengan para murid. Para murid dilukiskan sebagai manusia biasa, sebagai wayang golek.
KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL
Seni instalasi berjudul The Last Supper karya Sasya Tranggono, Selasa (26/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran tunggal Sasya Tranggono bertajuk, The Holy Journey, di Galeri Zen1, Jakarta, 26 November sampai 31 Desember 2024.
Lukisan yang diberi judul ”The Last Supper #1” ini ditampilkan di dalam pameran tunggal Sasya bertajuk The Holy Journey. Pameran digelar di Galeri Zen1, Jakarta, berlangsung 26 November sampai 31 Desember 2024.
Pameran ini menampilkan 12 lukisan dan dua instalasi. Jim Supangkat menjadi kurator pameran ini.
Kehidupan Yesus seperti tertuang di dalam kisah Injil Perjanjian Baru menjadi inspirasi narasi karya-karya Sasya. Seperti karya seni instalasi yang diberi judul ”Go n Sin No More”, menggunakan media batu-batu mulia yang dilekatkan di lembaran logam dengan kerangka kayu jati berukuran 170 cm x 170 cm. Sasya menyertakan catatan material batu yang digunakan meliputi agathe, amethyst, jade, turquoise, onyx, opal, pink quartz, malachite, larimal, dan citrine. Sasya juga memahat kayu jati untuk bagian figur wajah seorang perempuan.
Narasinya, ada seorang perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun. Ia merindukan kesembuhan. Suatu kali, datanglah Yesus ke kotanya. Perempuan itu meyakini, tatkala ia bisa menjamah jubah Yesus, maka sembuhlah dia. Perempuan itu berhasil menjamah jubah Yesus dan sembuhlah dia.
Sasya menunjuk satu lukisan lagi dengan judul yang sama ”Go n Sin No More”, media campuran di atas kertas 75 cm x 55 cm. Narasinya soal Yesus dengan seorang perempuan bernama Maria Magdalena. Ini kisah tentang seorang perempuan yang diketahui berzina dan harus dihukum rajam dengan batu. Berkumpullah laki-laki kaum Farisi dan ingin mencobai Yesus tentang ancaman hukuman rajam bagi Magdalena ini.
Yesus pun mengatakan, bagi siapa saja yang tidak memiliki dosa boleh menghukum atau mulai merajam perempuan itu. Ternyata tidak ada satu pun laki-laki di situ yang mau memulai hukuman rajam tersebut. Bahkan, mereka akhirnya meninggalkan perempuan itu.
KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL
Seni instalasi berjudul Go n Sin No More karya Sasya Tranggono, Selasa (26/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran tunggal Sasya Tranggono bertajuk, The Holy Journey, di Galeri Zen1, Jakarta, 26 November sampai 31 Desember 2024.
Suka boneka
Pada dasarnya, Sasya sejak kecil suka dengan boneka untuk memainkan berbagai cerita. Secara kebetulan, ia menyukai melukis wayang golek ketika di tahun 1997/1998 sedang belajar melukis kepada seseorang.
Suatu kali ia datang terlambat untuk belajar melukis. Gurunya memberikan sebuah wayang golek dan menghukum Sasya supaya melukis wayang golek tersebut. ”Saya bisa melukis dengan baik, lalu lukisan itu saya tanda tangani,” ujar Sasya, Rabu (27/11/2024).
Sasya takjub dengan lukisannya sendiri. Sebelum itu, Sasya memang sering kali membeli wayang golek untuk kado sahabat atau saudara-saudara yang tinggal di Belanda atau negara lain. Ia sendiri suka mengoleksi wayang-wayang golek itu juga.
Lukisan wayang goleknya mulai berkembang ketika ada seorang pengusaha yang meminta dirinya dan keluarga supaya dilukis dengan gaya wayang golek tersebut. Ia mendapatkan banyak uang dari situ. Sasya akhirnya menyukai gaya melukisnya itu dan beberapa kali menerima pesanan seperti itu.
KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL
Lukisan berjudul Go n Sin No More (kanan), karya Sasya Tranggono, Selasa (26/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran tunggal Sasya Tranggono bertajuk The Holy Journey, di Galeri Zen1, Jakarta, 26 November sampai 31 Desember 2024.
Sasya alumnus Universitas Syracuse di New York dan Sekolah Manajemen Rotterdam di Universitas Erasmus, Belanda. Ia juga sempat mengikuti workshop seni di Vrije Academie Rotterdam dan tergabung dalam Werve Shell Art Club di Den Haag, Belanda.
Ia memiliki latar pendidikan teologi Kristen. Dari sinilah Sasya menggabungkan narasi tentang Yesus dengan gaya melukis wayang golek seperti dipamerkan kali ini.
Kurator Jim Supangkat melihat Sasya menggunakan wayang golek sebagai teks, sebagai narasi, sebagai teater diam atau tablo. Sasya melukis dengan menyalin realitas wayang golek yang ditatanya terlebih dahulu dengan arah wajah dan gerak tangan-tangan tertentu.
”Di sejumlah lukisan Sasya melakukan pengubahan piktural untuk sampai pada representasi realitas yang diinginkannya,” ujar Jim.
Sasya di dalam pameran kali ini menampilkan rangkaian adegan yang memperlihatkan pencerahan dari perjalanan hidup Yesus. Sebuah karya instalasi berjudul ”The Last Supper” menggambarkan pencerahan itu dan menjadi sangat bermakna.
KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL
Seni instalasi berjudul The Last Supper karya Sasya Tranggono, Selasa (26/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran tunggal Sasya Tranggono bertajuk The Holy Journey, di Galeri Zen1, Jakarta, 26 November sampai 31 Desember 2024.
Di ruang pamer, karya instalasi ini juga cukup menonjol. Seni instalasi ini menjadi karya yang paling digemari pengunjung untuk berfoto. Sasya menempatkan sebuah tonggak masif yang merepresentasikan Bukit Getsemani. Pada landasan tonggak ini, Sasya menjajarkan sejumlah wayang golek dalam posisi berdiri. Dua wayang golek lainnya sedang memanjat bidang tonggak atau lembar kayu yang disusun seperti meja, tetapi posisinya diubah. Posisi yang semestinya horizontal menjadi vertikal sejajar dengan dinding.
Di bagian paling atas tonggak diletakkan sebuah wayang golek yang menggambarkan Yesus berdiri tegak. Jumlah wayang golek selain Yesus sebanyak 12 buah. Ini menunjukkan jumlah murid Yesus sebanyak 12 orang.
”Di dalam instalasi ini, Yesus berdiri tegak dengan pose monumental di atas tonggak. Terkesan kuat ini menunjukkan refleksi Sasya tentang Yesus di puncak Bukit Getsemani pada kemenangan iman setelah menerima takdirnya,” ujar Jim.
Di malam pembukaan pameran, Sasya terlihat sibuk menyalami tetamu yang hadir. Dengan singkat kepada Kompas Sasya menunjukkan salah satu lukisan yang dianggapnya istimewa.
Lukisan itu berjudul ”And That My Soul Knows Very Well”, menggunakan media campuran di atas kertas berukuran 55 cm x 75 cm. Sasya melukis sosok laki-laki menunggangi kuda berwarna putih. Lukisan ini dibuat pada 2013. Sasya menunjukkan di bagian pelana kuda menorehkan gambar tiga bintang.
”Pada akhirnya, Presiden Joko Widodo memberikan satu bintang lagi menjadi empat bintang. Coba, tebak siapa dia,” ujar Sasya seraya menyambut tetamu berikutnya.
Sasya menjadikan lukisan-lukisannya tampak ringan. Meski memang terasa berat ketika menelan narasi lukisannya dengan wacana alkitabiah, ada upaya Sasya untuk meringankan visual melalui gaya wayang goleknya.