Menyelami Peperangan dan Korban-korbannya
Pameran karya Mujahidin Nurrahman asal Bandung dan Nesar Eesar asal Afghanistan mengajak publik menyelami peperangan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F23%2F20c7b86d-1d69-4429-9307-f5a8ae822236_jpg.jpg)
Dua lukisan seri berjudul ”Restless Soul #2” dan ”#15” karya Nesar Eesar, Rabu (20/11/2024). Karya-karya ini ditampilkan di dalam pameran bertajuk Theatre and The Other Self di Galeri Salihara, Jakarta, 16 November hingga 15 Desember 2024.
Peperangan menjadi ajang transaksi senjata dan selalu menghadirkan kepedihan bagi korban-korbannya. Perupa Mujahidin Nurrahman (42) asal Bandung dan Nesar Eesar (36) asal Afghanistan lewat sebuah pameran seni rupa mengajak publik untuk menyelami peperangan dan korban-korbannya.
Begitu membuka pintu untuk memasuki ruang pamer, masuklah kita ke lorong tenda nomadik. Ini sebuah instalasi seni karya Nesar. Karya itu bukan dengan dasar imajinasi, melainkan dari apa yang pernah Nesar alami dan dilihat di negerinya, Afghanistan.
”Tenda itu sebagai rumah nomadik yang harus berpindah-pindah. Salah satunya, berpindah-pindah karena ada peperangan,” ujar Nesar, Kamis (21/11/2024), dalam percakapan lewat telepon dengan Kompas.
Selain itu, rumah nomadik juga menjadi tradisi masyarakat Afghanistan untuk menyesuaikan kondisi alam dengan empat musim. Sebagian besar mata pencarian mereka dari hewan ternak yang digembalakan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F23%2F948779d9-5c38-4b8b-ba94-142d750e823f_jpg.jpg)
Suasana pameran karya Nesar Eesar dan Mujahidin Nurrahman, Rabu (20/11/2024). Pameran bertajuk Theatre and The Other Self diselenggarakan di Galeri Salihara, Jakarta.
Mereka tinggal di rumah nomadik untuk menggembalakan hewan-hewan ternaknya. Akan tetapi, peperangan yang berulang turut memaksa masyarakatnya berpindah-pindah untuk mencari lokasi yang aman. Alternatifnya, mereka memilih mengungsi ke luar negeri.
Nesar menjadi salah satu pengungsi dari Afghanistan yang tiba di Yogyakarta pada 2012. Ia memiliki kegemaran menggambar dan beruntung bisa berinteraksi dengan masyarakat setempat, bahkan bisa menempuh pendidikan jenjang S-1 di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, periode 2013-2017.
Baca juga: Lanskap Bali Gaya Eropa Pierre Guillaume
Tidak berhenti di situ. Nesar kemudian menuntaskan jenjang S-2 di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2018, ia menikahi gadis asal Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun itu pula Nesar menyempatkan pulang ke Afghanistan, kemudian kembali lagi ke Indonesia.
Nesar sekarang berkarya dan menetap di Bandung. Karya-karya Nesar disandingkan karya-karya Mujahidin dalam sebuah pameran bertajuk Theatre and The Other Self di Galeri Salihara, Jakarta. Pameran berlangsung 16 November hingga 15 Desember 2024. Krishnamurti Suparka menjadi kurator pameran ini.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F23%2Fd896af57-ec97-4dc7-9b2e-38547eccbc8a_jpg.jpg)
Lukisan dengan teknik cukilan di kertas berjudul ”Tied Up” karya Mujahidin Nurrahman, Rabu (20/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran bertajuk Theatre and The Other Self di Galeri Salihara, Jakarta.
Tiada henti
Karya lukis ataupun seni instalasi Nesar merujuk pada situasi peperangan yang tiada henti di Afghanistan. Karya Nesar sebagai karya seri yang diberi judul ”Restless Soul # 0 - 15”. Karya ”Restless Soul #0” menjadi judul karya instalasi tenda nomadiknya.
Pada pameran ini, untuk pertama kalinya Nesar memasukkan tema perempuan ke dalam lukisan-lukisannya. Menurut Nesar, perempuan sebagai kaum yang paling terdampak peperangan.
”Restless Soul berarti jiwa yang tidak pernah berhenti untuk beristirahat. Memang, ada saatnya perang terhenti, tetapi tidak untuk perdamaian selamanya karena segera disusul peperangan berikutnya,” katanya.
Karya ”Restless Soul #1” memiliki ukuran paling besar, yakni 600 cm x 165 cm. Karya ini sebagian menjuntai di lantai, sebagian tergantung vertikal. Nesar melukiskan kehidupan masyarakat Afghanistan di bentang alam yang terbuka. Tampak barisan kuda yang mengangkut barang atau ditunggangi orang. Ada pula beberapa tank tempur dan helikopter di angkasa.
Sudah sangat umum terjadi di Afghanistan. Perang terus, walaupun sempat berhenti, terjadi peperangan lagi.
Figur manusia yang dilukis Nesar tidak dengan sapuan kuas secara naturalis. Ia menampilkan mereka dengan kulit tubuh yang dipenuhi bulatan atau garis-garis bergelombang pada wajah mereka. Mungkin ini sebuah metafora dari jiwa-jiwa yang tidak pernah beristirahat.
”Sudah sangat umum terjadi di Afghanistan. Perang terus, walaupun sempat berhenti, terjadi peperangan lagi. Karya-karya saya merepresentasikan persoalan ini,” ujar Nesar.
Mujahidin memandang peperangan secara lebih luas lagi meski lebih banyak mengambil narasi kekinian tentang konflik antara Palestina dan Israel. Ia menuangkan narasi-narasinya lewat karya-karya seni yang unik. Mujahidin menggunakan media kertas yang dicukil dan membentuk ornamen yang renik, kecil-kecil.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F23%2F30c79b16-2394-4f37-931d-9e96b650c4fc_jpg.jpg)
Lukisan dengan teknik cukil pada kertas berjudul ”Identification” karya Mujahidin Nurrahman, Rabu (20/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran bertajuk Theatre and The Other Self di Galeri Salihara, Jakarta.
Salah satunya, karya yang berbentuk tengkorak, yang diberi judul ”Identification” (2024), dengan media kertas cukilan tangan di atas kertas minyak sintetis berukuran 95 cm x 95 cm. Mujahidin menggunakan lembaran akrilik untuk menopang media kertasnya.
Di dalam karya ”Identification”, Mujahidin membuat potongan-potongan kecil terbungkus tulang tengkorak. Potongan-potongan itu menggambarkan siluet senapan serbu AK-47 dalam jumlah yang cukup banyak.
”Gagasan karya ini pada mulanya ketika saya melihat pemberitaan media tentang mayat yang dijatuhkan dari sebuah balkon. Media Barat menyebutkan mayat itu tanpa identitas, sedangkan media Timur Tengah menyebutkan identitas mayat tersebut,” ujar Mujahidin.
Ketimpangan pemberitaan
Mujahidin melihat ada ketimpangan di dalam pemberitaan media Barat dan Timur Tengah. Mungkin sekali itu terjadi juga di masa-masa sebelumnya, sebelum era informasi makin terbuka dengan menguatnya teknologi media sosial sekarang.
”Masyarakat kita sebelumnya lebih banyak mengonsumsi berita dari Barat. Sekarang ini gelombang informasi dari berbagai media bisa membuat kita melihat peristiwa dari beragam sudut pandang,” kata Mujahidin.
Baca juga: Kita Semua Peranakan
Ia tidak hanya melihat konflik antara Palestina dan Israel, tetapi melihat peperangan di segenap wilayah Timur Tengah akan selalu menguntungkan negara-negara tertentu. Salah satunya, peperangan mejadi ajang transaksi penjualan senjata.
Tidak hanya lewat karya seninya dengan bentuk tengkorak yang menyelubungi siluet-siluet senjata AK-47 bikinan Uni Soviet. Mujahidin juga menampilkan siluet-siluet senapan M16 bikinan Amerika Serikat.
Siluet senjata M16 ditampilkan di dalam karya yang diberi judul ”HELLo Lord” (2024), dengan media kertas cukilan tangan berukuran 126 cm x 126 cm. Mujahidin biasanya menampilkan karya seperti itu dengan warna polos putih, tetapi untuk karya ini ia membubuhkan warna kemerahan dan putih untuk bagian kertas yang tidak terpotong.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F23%2F6da0885d-c044-4351-9840-3fcf16819625_jpg.jpg)
Lukisan dengan teknik cukilan pada kertas berjudul ”Iron Lung”, karya Mujahidin Nurrahman, Rabu (20/11/2024). Karya ini ditampilkan di dalam pameran bertajuk Theatre and The Other Self di Galeri Salihara, Jakarta.
Tidak hanya itu, Mujahidin melukiskan betapa kuasanya negara-negara luar di Timur Tengah dalam memperjualbeilkan senjata dan pesawat tempur mereka. Lewat karya yang diberi judul ”In God We Trust” (2024), dengan media kertas cukilan tangan di atas multipleks, Mujahidin menciptakan siluet-siluet pesawat tempur F-16 bikinan Amerika Serikat.
”Di situ pula saya menggambarkan siluet mata uang dollar AS,” kata Mujahidin.
Siluet senjata M16 juda ada di sejumlah karya berikutnya. Antara lain ada di dalam karya berjudul ”Womb” (2024), dengan media kertas cukilan tangan dan charcoal (arang) berukuran 100 cm x 100 cm.
Mujahidin menaruh perhatian pada persoalan peperangan yang selalu terjadi di Timur Tengah juga karena menyandang beban nama. Nama Mujahidin dari pemberian orangtua sesungguhnya memiliki makna sebagai pejuang. Akan tetapi, dalam konteks sekarang bergeser maknanya, misalnya dikaitkan untuk istilah teroris, bukan lagi pejuang. Lewat karya-karya seninya, Mujahidin menyuarakan sisi lain tentang perjuangan masyarakat di Timur Tengah dalam menghadapi realitas global.