Lanskap Bali Gaya Eropa Pierre Guillaume
Pierre Guillaume (70), pelukis asal Belanda, memamerkan karya lanskap Bali dengan gaya impresionis Eropa.

Karya lukisan Pierre Guillaume (70) asal Belanda berjudul ”Mystic Night of the Sawah”, Senin (11/11/2024). Karya-karya Pierre Guillaume ditampilkan dalam pameran bertajuk Celebration of Color & Light,di Cemara 6 Galeri & Toeti heraty Museum, Jakarta, 9 hingga 25 November 2024.
Di masa kolonial Hindia Belanda, cukup banyak pelukis asal Eropa datang ke Bali. Di antara mereka kemudian berkarya di sana.
Ternyata hal itu tidak hanya terjadi di masa lalu, tetapi hingga saat ini. Di antaranya adalah Pierre Guillaume (70), seorang pelukis asal Belanda, yang baru-baru ini memamerkan lukisannya tentang lanskap Bali dengan gaya Eropa.
Pierre Guillaume adalah nama panggung. Ia memiliki nama asli Peter Willemse yang awalnya hanya disematkan untuk bidang usahanya di Belanda, yaitu Peter Willemse Restoration Studio.
Peter adalah seorang restorator lukisan. Bahkan, pada awalnya, ia menjadi seorang art dealer, penyalur lukisan dari berbagai masa hingga lukisan kontemporer di Belanda. Saat Peter kemudian memutuskan menjadi seorang pelukis, ia menyandang nama panggung nama Perancis, yakni Pierre Guillaume.
”Yang saya lakukan sekarang itu semua pekerjaan pokok saya. Semua utama bagi saya,” ujar Guillaume ketika ditemui Kompas seusai memberikan materi diskusi publik Conservation of Paintings & Other Artworks, Jumat (15/11/2024), di Cemara 6 Galeri–Toeti Heraty Museum, Jakarta.
Pameran lukisan karya Guillaume diselenggarakan di tempat yang sama. Pameran tersebut diberi tajuk Celebration of Color & Light (Perayaan Warna dan Cahaya), berlangsung 9-25 November 2024.
Baca juga: ”Sudan, Remember Us”, Ketika Puisi Menjadi Alat Revolusi
Guillaume mengatakan, ia beberapa kali mengunjungi dan tinggal di Bali. Selain menyukai lanskap Bali, ia juga begitu kagum dengan kehidupan masyarakat Bali. ”Bukankah Anda juga menyukai kehidupan Bali? Saya kira semua orang akan menyukai Bali,” ujarnya.
Lukisan Nyepi
Lanskap budaya masyakarat Hindu tentang perayaan Nyepi di Bali menjadi salah satu lukisan utama Guillaume yang dipajang berdekatan dengan pintu masuk ruang pamer. Ia memberi judul lukisan itu ”Nyepi Ceremony, Bali” (2018), menggunakan media cat minyak di atas kanvas berukuran 160 sentimeter x 130 cm.
Lukisan perayaan Nyepi Guillaume bukan melukis suasana sepinya Bali. Ia melukis keramaian arak-arakan masyarakat Bali sebagai bagian dari rangkaian perayaan Nyepi. Guillaume mengenali ritual-ritual Nyepi.
Di dalam lukisan itu sebagian besar masyarakat mengenakan pakaian adat berwarna putih. Ada di antaranya ibu-ibu menyunggi sesaji. Mereka sedang berjalan di jalan perdesaan. Jalanan dilukiskan dengan warna-warna bumi tidak beraspal hitam. Ini adalah bagian dari ritual Melasti, ritual penyucian diri menyambut hari Nyepi. Latar belakang lukisan itu berupa gunung. Guillaume menggambarkan pemandangan gunung tertutup sejenis pohon enau atau kelapa.
Upacara Melasti dilaksanakan di pinggir laut. Ini adalah ritual untuk membersihkan diri dari segala perbuatan buruk di masa lalu. Masyarakatnya biasa menggunakan pakaian adat putih-putih.
Lukisan ”Ceremony Nyepi, Bali" diapit dua lukisan kecil tentang gadis Bali. Salah satu di antaranya lukisan yang diberi judul ”Balinese Girl with Pink Flower” (2014), dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 40 cm x 30 cm.
Di dalam lukisan itu, Guillaume menampilkan wajah polos gadis kecil yang menyelipkan bunga kamboja di telinga kanannya. Bunga itu berwarna putih.
Pink flower atau bunga berwarna merah jambu yang disematkan di dalam judul mungkin merujuk pada bunga-bunga yang dilukis Guillaume yang menjadi latar lukisan tersebut. Atau bisa jadi itu merupakan metafora untuk gadis kecil yang akan beranjak menjadi merah, menjadi dewasa.
Yang saya lakukan sekarang itu semua pekerjaan pokok saya. Semua utama bagi saya.
Lukisan-lukisan itu penuh warna cerah. Ada lukisan berikutnya yang banyak diberi warna biru. Guillaume melukiskan pemandangan sawah di malam hari, di bawah siraman cahaya bulan yang tampak belum purnama, bulan yang masih kecil dengan sinarnya yang temaram.
Ia memberi judul lukisan itu ”Mystic Night on the Sawah” (Malam yang Mistik di Sawah, 2016), dilukis dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 120 cm x 95 cm.
Suasana mistik terpancar dari suasana malam di persawahan itu. Guillaume sepertinya ingin menggambarkan suasana Bali yang kerapkali terasa mistik.
Unsur cahaya, dimainkan lagi di lukisan berjudul ”First Light” (Cahaya Pertama, 2024), dilukis menggunakan media cat minyak di atas kanvas berukuran 110 cm X 84 cm. Ia melukiskan matahari terbit.
Lukisan itu tetap menampilkan panorama sawah dengan pematang-pematangnya. Sawah dilukiskan di fase penggenangan air. Cahaya matahari pun baru terbit di garis cakrawala puncak barisan pegunungan. Cahayanya menyinari langit yang biru dengan awan-awan putih menggumpal kecil-kecil.
Genangan air di sawah turut memancarkan cahaya matahari terbit yang dilukiskan Guillaume dengan warna sedikit unik, merah muda hingga ke merah jambu. Ada sedikit warna jingga di sekitar matahari yang baru sedikit menyembul di bebukitan.
Lewat lukisan-lukisan ini, Guillaume merayakan warna dan cahaya kehidupan di Bali. Ia bahkan menggabungkan nuansa cahaya kelam di malam hari dengan terang bulan yang benderang seperti matahari di dalam lukisan lain berjudul ”Through The Night” (2024), dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 90 cm x 110 cm.
Baca juga: Iskandar Widjaja Meleburkan Genre
Ia menggambarkan panorama sungai kecil dengan air terjun di malam yang kelam dengan warna biru tua. Lukisan ini ada di bagian bawah bidang kanvas. Di bagian atasnya terdapat sinar bulan yang terang, menerangi pepohonan di sekitar sungai kecil tersebut. Ada nuansa warna yang kontras. Sekali lagi, inilah perayaan Guillaume tentang warna dan cahaya lanskap Bali.
Lukisan-lukisan berikutnya juga mengeksplorasi warna cahaya. Cat-cat minyak aneka warna dituangkan Guillaume secara impresionistik, bukan naturalistik. Warna itu ditorehkan dengan saling bertumpukan, bukan digoreskan sebagai sapuan warna seperti pada lukisan naturalis.

Karya lukisan Pierre Guillaume (70) asal Belanda berjudul ”Nyepi Ceremony, Bali”, Senin (11/11/2024). Karya-karya Pierre Guillaume ditampilkan dalam pameran bertajuk Celebration of Color & Light, di Cemara 6 Galeri & Toeti heraty Museum, Jakarta, 9 hingga 25 November 2024.
Cara ungkap berbeda
Bagus Purwoadi yang menjadi kurator pameran menyebutkan, Guillaume menggunakan gaya impresionisme Barat yang tergolong klasik. Sentuhan warnanya cenderung lebih cerah menyala. Dengan gaya itu, Guillaume menampilkan nuansa lanskap Bali dengan cara ungkap yang berbeda.
Guillaume menunjukkan dirinya telah menguasai teknik melukis dengan baik. Permainan cahaya tidak hanya memainkan unsur bayangan, tetapi Guillaume sekaligus memainkan spektrum dari cahaya itu sendiri.
”Gaya impresionis Pierre di Indonesia ini cukup jarang,” ujar Bagus, yang beberapa waktu lalu mengunjungi studio dan galeri Guillaume di Belanda.
Di galerinya, Bagus melihat Guillaume banyak menampilkan lukisan kontemporer ketimbang lukisan modern atau lukisan karyanya sendiri. Guillaume memang berbeda. Ia menjadi pelukis, tetapi sekaligus mempertahankan dirinya sebagai restorator dan art dealer bagi karya-karya seniman lain.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F19%2F23e2f2b2-56c2-4070-ab05-655c0120197a_jpg.jpg)
Karya lukisan Pierre Guillaume (70) asal Belanda berjudul ”First Light”, Senin (11/11/2024). Karya-karya Pierre Guillaume ditampilkan dalam pameran bertajuk Celebration of Color & Light, di Cemara 6 Galeri & Toeti heraty Museum, Jakarta, 9 hingga 25 November 2024.