Festival Film Ajyal edisi 2024 mengingatkan kita bahwa seni tidak bisa dibungkam oleh apa pun.
Oleh
BUDI SUWARNA
·5 menit baca
AJYAL FILM FESTIVAL 2024
Salah satu adegan film Sudan, Remember Us.
Apa yang membuat manusia di sejumlah negara bisa tahan menghadapi penderitaan akibat perang, penindasan, lingkungan yang menekan, atau konflik dalam keluarga? Ajyal Film Festival 2024 menjawab isu-isu itu dengan menghadirkan film-film yang berkisah tentang kekuatan cinta, tekad, harapan, dan mimpi manusia yang tumbuh dalam situasi sesulit apa pun.
Ajyal Film Festival yang tahun ini mengambil tema Moments that Matter akan dibuka Sabtu (16/11/2024) malam di Doha, Qatar. Festival yang digelar oleh Doha Film Institute menyajikan 66 film cerita, pendek, dan dokumenter dari 42 negara, antara lain Qatar, Palestina, Mesir, Sudan, Maroko, Iran, Turki, Lebanon, Suriah, Jordania, Latvia, Peru, Slovenia, Kroasia, dan Republik Ceko. Sebagian negara peserta merupakan negara yang sedang atau pernah mengalami konflik atau tragedi kemanusiaan.
Panitia Ajyal mengklaim film yang dihadirkan menantang pemikiran kita tentang apa yang sesungguhnya dihadapi manusia di berbagai negara. Festival akan dibuka dengan pemutaran film dokumenter dari Sudan berjudul Sudan, Remember Us. Film besutan perempuan sutradara Perancis-Tunisia, Hind Meddeb, ini berkisah tentang para aktivis muda yang berada di garis depan ketika menumbangkan pemerintahan diktator negeri itu yang berkuasa selama 30 tahun lewat revolusi. Namun, hasil revolusi itu selanjutnya malah dibajak oleh pemerintahan militer yang sama menindasnya. Akibatnya, penderitaan panjang berlangsung terus.
Anak-anak muda di pusaran revolusi itu tidak melawan penindasan dengan senjata, tetapi dengan puisi, kata-kata, dan nyanyian. Cerita dikelompokkan dalam tiga bagian, yakni pertama revolusi puisi dan seni oleh anak-anak muda; kedua, revolusi feminis yang dilakukan para perempuan muda untuk melawan batasan-batasan dalam masyarakat patriarkal; ketiga, revolusi yang dimulai dari sebuah percakapan tentang mimpi-mimpi individu, yang kemudian dengan cepat berubah menjadi tuntutan publik.
FESTIVAL FILM AJYAL 2024
Adegan dalam salah satu film Palestina, Hell’s Heaven, yang diputar di Festival Film Ajyal 2024.
Secara khusus, Ajyal menghadirkan dua program yang menyoroti ketidakadilan dan agresi penuh kekerasan yang dihadapi orang-orang palestina. Kedua program itu adalah ”Voice from Palestine” (Suara dari Pelastina) dan ”Intaj: From Ground Zero Experience” (Pengalaman dari Titik Nol). Keduanya mengamplifikasi suara kreatif orang-orang Palestina yang tetap bergetar meski mereka bertahun-tahun menghadapi penyensoran, penggambaran yang salah tentang mereka, dan genosida.
”Voice of Palestine” menyajikan dua film cerita dan empat film pendek yang mendokumentasikan pengalaman para pembuat film ketika kehilangan orang terkasih, berjuang untuk bertahan hidup, dan menceritakan bagaimana menderitanya hidup dalam pendudukan Israel.
Sementara itu, ”From Ground Zero Experience” berupa 22 film pendek berlatar serangan ke Gaza tahun 2023 karya sejumlah pembuat film yang dijahit oleh sutradara asal Gaza, Rashid Masharawi. Film-film berdurasi 3-6 menit itu memperlihatkan bagaimana kehidupan di Gaza dalam keadaan terkepung lewat kacamata personal si pembuat film. Proyek ini menangkap getaran emosi dan pergulatan setiap hari warga Gaza dengan kepedihan, kengerian, kehilangan, dan ketakutan di tengah kepungan Israel.
Di luar itu, ada pula film tentang Palestina yang sama-sama bertutur tentang daya lenting (resiliensi) manusia menghadapi tekanan, tetapi dari kacamata yang lebih optimistis, yakni A Short Film About Kids. Film yang disutradarai oleh Ibrahim Handal itu berkisah tentang empat bocah dari sebuah kamp pengungsian di Bethlehem yang ingin sekali melihat laut untuk pertama kalinya.
Meski dihadapkan pada pembatasan dan hidup di dalam lingkungan yang sulit, mereka memulai perjalanan yang didorong oleh tekad dan imajinasi belaka. Petualangan mereka menjadi simbol resiliansi, semangat, dan kekuatan mimpi anak-anak di tengah lingkungan yang sangat menantang.
FESTIVAL FILM AJYAL 2024
Salah satu adegan film Qatar, Breshna.
Dari Qatar sendiri yang notabene adalah negara kaya dan damai, para pembuat film tetap bisa menangkap penderitaan manusia dan bagaimana mereka mengatasinya. Film Alkaline, misalnya, berkisah tentang keretakan hubungan antara seorang ayah yang sakit dan anaknya, Kisah ini dituturkan dengan dialog yang dalam dan refleksi diri oleh sang anak itu untuk menjembatani perbedaan dengan ayahnya.
Sementara itu, film Qatar lainnya, Breshna, bercerita tentang penyintas serangan teroris di Kabul yang menemukan tempat berlindung di Qatar. Film ini menawarkan perspektif personal bagaimana rasanya tercerabut dari akar dan bagaimana membangun kekuatan untuk memulai hal baru di tengah kepungan memori-memori yang menyakitkan.
Penderitaan dan kesedihan memang tidak melulu bersumber dari konflik besar seperti perang atau tragedi kemanusiaan yang menancapkan memori kelam pada suatu bangsa atau komunitas. Sejumlah film yang ditayangkan di Ajyal bercerita tentang hal-hal yang lebih sederhana, mulai dari keretakan dalam relasi sosial, keterasingan, kesepian, hingga keinginan yang tampak sederhana, tetapi sulit diwujudkan dalam sebuah masyarakat.
Hal ini, antara lain, ditunjukkan oleh film Maroko berjudul Bottle yang disutradarai olehYassine El Idrissi. Film ini berkisah tentang anak usia 13 tahun di Rabat yang selama musim panas sibuk mengumpulkan botol bir bekas untuk dijual. Hasil penjualan ia pakai untuk memberi makan seekor anjing yang ia kasihani dan pelihara secara diam-diam.
FESTIVAL FILM AJYAL 2024
Adegan dalam film asal Maroko, Bottle.
Mengapa diam-diam? Karena, keluarga dan lingkungannya meyakini hal itu haram. Rasa kasihan pada anjing yang kelaparan itu berbenturan dengan keyakinan.
Tidak bisa dibungkam
HE Sheikha Al Mayassa Bint Hamad bin Khalifa al-Thani, Chairperson Doha Film Institute, mengatakan, di tengah wilayah yang bertahan dari gelombang konflik, yang berdampak pada kehidupan, lingkungan, dan fondasi komunitas, sangat penting untuk memelihara pemahaman budaya dan mempromosikan sikap saling menghargai, serta membangun kembali kepercayaan di seluruh dunia.
”Ajyal 2024 menjadi kesempatan bagi kita sebagai komunitas untuk menciptakan momen-momen penting, bagi kita dan di antara kita, yang menyatukan kita untuk mengingat kembali kekuatan kolektif, daya lenting, dan kekuatan berbagi pengalaman yang kita miliki,” ujarnya.
Fatma Hassan Alremaihi, Festival Director and Chief Executive Officer Doha Film Institute, menambahkan, Ajyal edisi 2024 mengingatkan kita bahwa seni tidak bisa dibungkam. Ketika penderitaan yang mengerikan ditimpakan kepada orang-orang tidak bersalah sudah pada taraf sangat mengganggu, situasi itu akan menjadi bahan bakar bagi tekad kita untuk melindungi dan mempromosikan pemahaman manusia yang sebenarnya, serta kasih sayang dan empati yang mengarahkan tindakan kita.
”Dalam dunia yang sedang dilanda penderitaan tak terperi dan terbelah, Ajyal menjadi platform penting, di mana cerita bisa menjembatani perbedaan dan mendekatkan kita pada kebersamaan. Melalui film-film yang menginspirasi percakapan, menantang persepsi, dan membangkitkan kembali kemanusiaan kita, Ajyal Moments That Matters adalah sebuah pengingat tentang nilai-nilai yang perlu kita petik untuk membantu menyembuhkan kita menuju perdamaian abadi,” ujar Fatma.
Festival Film Ajyal tampaknya juga merefreksikan keinginan Qatar untuk menjadi hub bagi perdamaian, pemahaman, dan keadilan. Bedanya, Ajyal fokus pada tema-tema pertukaran budaya, empati, dan pemberdayaan diri. Selain itu, festival ini merefleksikan inklusivitas dengan memberikan ruang yang luas kepada sutradara perempuan dan anak-anak muda.