Seperti Apa Perkembangan Sinema Indonesia jika Melihat Genre Drama Komedi?
Perkembangan film genre drama komedi di Indonesia semakin bervariasi dan inklusif.
Apa yang bisa Anda pelajari dari artikel ini?
1. Bagaimana formula film drama komedi belakangan ini?
2. Bagaimana film drama komedi menjadi representasi isu yang lebih besar?
3. Unsur apa yang menambah keunikan film drama komedi?
4. Mengapa film drama komedi bisa berkembang seperti sekarang?
Bagaimana formula film drama komedi belakangan ini?
Beberapa tahun terakhir, racikan formula dalam film-film drama komedi di sinema Indonesia semakin bervariasi. Sineas mempersembahkan cerita yang mengupas hubungan antarmanusia dengan perspektif multidimensi. Film drama komedi terasa kian merakyat sekaligus mencerminkan realitas di sekitar kita.
Film Seni Memahami Kekasih (2024), misalnya, berfokus pada perjalanan cinta dua penulis miskin. Penulis buku Sebuah Seni untuk Memahami Kekasih yang menjadi inspirasi film, Agus Mulyadi, mengatakan, film tersebut memberikan realitas kehidupan asmara sebagian masyarakat Indonesia.
Baca juga: Kisah Luar Biasa Orang-orang Biasa
”Kalau Seni Memahami Kekasih lebih pada menjual rasa karena penonton bisa ikut senang dan sedih melihat bagaimana karakter berjalan. Ceritanya juga beresonansi dengan pasar yang lebih besar,” tutur produser Susanti Dewi.
Bagaimana film drama komedi menjadi representasi isu yang lebih besar?
Kisah dalam film drama komedi terus menjelajahi banyak aspek sosial yang relevan dengan zaman. Tren ini juga terlihat pada film dan serial yang dirilis pada tahun ini. Film Seni Memahami Kekasih (2024) yang berbicara tentang perjalanan cinta dua penulis miskin turut membahas isu pernikahan, perceraian, kemiskinan, dan pekerja migran di Jawa Tengah.
”Saya, produser Susanti Dewi, dan penulis skenario Bagus Bramanti tidak ingin film ini sekadar ha-ha hi-hi. Ada hal krusial yang perlu dipikirkan,” kata sutradara Seni Memahami Kekasih, Jeihan Angga.
Kaka Boss (2024) yang bercerita soal keluarga sebetulnya juga menyentil isu rasisme dan stereotipe tentang orang Indonesia timur. Film Home Sweet Loan (2024) membahas persahabatan sembari menguak nasib seorang generasi sandwich yang susah mempunyai rumah. Adapun serial Induk Gajah (2023-2024) menunjukkan perbedaan pandangan antara generasi lama dan baru mengenai tradisi.
”Film ini berguna untuk menyentuh dan merepresentasi orang yang selama ini belum disentuh. Dengan meng-acknowledge perasaan kita ada, valid, dan terjadi di banyak orang, kita bisa mulai melihat apa yang akan kita lakukan setelahnya,” ujar sutradara Home Sweet Loan, Sabrina Rochelle Kalangie.
Unsur apa yang menambah keunikan film drama komedi?
Unsur lokalitas sekarang menjadi salah satu faktor yang memberi film atau serial drama sentuhan unik. Banyak film Indonesia yang merayakan lokalitas, seperti Uang Panai’ (2016), Yowis Ben (2018), Ngeri-ngeri Sedap (2022), Srimulat: Hil yang Mustahal-Babak Pertama (2022), Kaka Boss (2024), dan Seni Memahami Kekasih (2024). Begitu pula dengan serial Induk Gajah.
Susanti menambahkan, kekayaan budaya merupakan sumber menarik bagi pembuat film dalam membuat sebuah cerita. ”Kami suka mencari cerita yang menarik dan penting untuk diceritakan dan untuk dibuat menjadi sebuah film,” katanya.
Sutradara Arie Kriting menambahkan, mempresentasikan keberagaman budaya bisa menunjukkan keberagaman karakteristik masyarakat, seperti dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia timur. ”Penting untuk kita munculkan sehingga kita bisa saling mengenal dan memahami. Film adalah salah satu medium paling ideal untuk merekam itu semua,” ujar Arie.
Mengapa film drama komedi bisa berkembang seperti sekarang?
Pengamat sekaligus peneliti film Hikmat Darmawan menjelaskan, fenomena semakin beragamnya perspektif dalam cerita drama tidak lepas dari latar sang pembuat film yang makin beragam. Sekarang, ada sineas yang merupakan lulusan sekolah film, seperti Garin Nugroho; penggemar film, seperti Joko Anwar; dan juga komika, seperti Raditya Dika serta Ernest Prakasa.
”Jadi, sekarang pembuat film yang mendominasi di Indonesia adalah orang dari sekolah film, komunitas film, penggemar film, komika, dan lainnya. Sekarang tidak lagi sebatas anak film atau teater bikin film atau anak sastra menulis film, tetapi sekarang orang yang belajar film secara formal dan informal bisa membuat bermacam-macam cerita,” tutur Hikmat.
Baca juga: Berkaca dari Film Lama
Hikmat melihat, dalam membuat film, para sineas tersebut menggunakan beragam rujukan sehingga menghasilkan cerita bervariasi dengan gaya masing-masing. Sineas lulusan film, umpamanya, biasanya mendapat inspirasi dari film-film dunia, novel, dan buku bacaan. Sementara para komika kebanyakan membuat film dari observasi kehidupan. Sumber cerita lain juga tersedia, seperti berbagai produk intellectual property (IP) dari medium lain dan kisah-kisah dari media sosial.