Dari Viral ke Panggung Festival
Festival We The Fest 2024 telah berlangsung. Mereka yang viral kini menapaki panggung festival. Siapa saja?
Koneksi musik dengan pendengarnya dapat dibangun melalui banyak peranti. Media sosial salah satunya. We The Fest 2024 menyulap riuh rendah musik yang tengah viral di dunia maya hadir langsung dalam wujud aslinya dengan performa visual eksploratif di atas panggung festival.
Angin yang menerpa tipis-tipis, rerumputan hijau yang terasa empuk dan hangat, serta kumpulan muda-mudi dengan aneka gaya bercengkerama serasa tengah berpiknik mewarnai We The Fest 2024 di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (20/7/2024). Tak jauh dari sana, kelompok lain menikmati suara lembut mendayu dari Bernadya seraya bernyanyi bersama menuju senja.
”Berkaca, bertanya, apa ku buat salah?” Bernadya yang bergaun hitam dengan rambut panjang tergerai dari atas panggung utama melagu. ”Kalaupun iya, apa?” kor dari penonton di bawah panggung menimpali ketika Bernadya mengarahkan mikrofon ke mereka.
Baca juga: Menanti Kejutan Satu Dekade We The Fest
Sejak kemunculan perdananya pada 2022 dengan lagu ”Apa Mungkin?”, yang cuplikannya dinyanyikan di panggung We The Fest itu, Bernadya lekas melejit. Tak dimungkiri, media sosial mendongkrak popularitas karya dan sosoknya, selain lirik personal yang terhubung dengan pengalaman banyak orang.
Ini pernah diungkapkan Bernadya ketika merilis debut albumnya pada akhir Juni lalu, yaitu Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan. Sejumlah alasan ini pula yang membawanya masuk ke deretan musisi yang tampil di We The Fest 2024 pada hari kedua.
”Sebenarnya pemilihannya itu luas ya. Aku kerja bareng Christian (Christian Rijanto—Co-founder Ismaya Group). Di situ, ada genre yang sama kami suka. Ada yang gue banget, ada yang dia banget, ada juga yang kalian banget mungkin. Jadinya, ya We The Fest ini,” ujar Direktur Program We The Fest Sarah Deshita.
Namun, tentu statistik pendengar yang antara lain diilhami lewat media sosial dan tingkat paparannya juga berpengaruh. Selain Bernadya, ada Teddy Adhitya yang juga tengah naik daun. Lagunya bertajuk ”Kembalikanku” tengah viral menjadi musik latar konten tema tentang harapan masa lalu.
Tidak cuma Teddy, Bilal Indrajaya yang dikenal viral lewat ”Niscaya” juga akan mengguncang salah satu panggung di We The Fest. Festival ini memang mempunyai tiga area panggung. Dua panggung di area luar dan satu lagi di dalam ruangan.
Ada juga Yoon Mirae yang lagunya akrab sebagai soundtrack drama Korea Selatan, Crash Landing On You dan Descendants of The Sun. Walakin, kali ini Mirae tampil bersama suaminya, Tiger JK. Masih dari Korsel, berbagi jatah waktu tampil BIBI yang lagunya, ”Bam Yang Gang”, viral di media sosial. Dari Eropa, Henry Moodie yang berawal dari sukses di Youtube masuk dalam daftar hari kedua ini.
Di hari pertama, Jumat (19/7/2024), kelompok musik perempuan bergenre K-pop tetapi diawaki para perempuan Jepang bernama XG yang lagi-lagi tengah tenar di media sosial dengan lagunya, ”Woke Up”, turut tampil. Dengan kostum warna-warni, mereka menari kesana kemari dengan koreografi terstruktur khas girlband.
Sebenarnya pemilihannya itu luas ya. Aku kerja bareng Christian (Christian Rijanto—Co-founder Ismaya Group). Di situ, ada genre yang sama kami suka. Ada yang gue banget, ada yang dia banget, ada juga yang kalian banget mungkin. Jadinya, ya We The Fest ini.
Beberapa nama lain yang tak kalah melambung karena lagu-lagunya kerap dijadikan latar konten viral, ada rapper Amerika Serikat, Russ, penyanyi asal AS, Alec Benjamin, hingga bintang tamu utama malam itu, J Balvin. Dengan visual eksploratif, permainan lampu, hingga tarian tertata bak dalam klip video, Balvin memantik nyaris seluruh pengunjung We The Fest bergoyang diiringi ”No Me Conoce”, ”Mi Gente”, sampai ”Loco Contigo” menutup hari pertama.
Sementara itu, hari kedua ditutup lagi dengan entakan musik dari Peggy Gou yang baru kali ini didapuk sebagai bintang tamu utama. Di hari ketiga, Minggu (21/7/2024), Maliq & D’Essentials yang tentu juga tengah viral melalui dua hit teranyarnya akan merangkum perjalanan festival tahun ini.
Teatrikal
Selain visualisasi dengan efek memukau, sejumlah penampil memilih memasang konsep teatrikal. Salah satunya Nadin Amizah di hari pertama yang memainkan lagu komposisi ”Konser Selamat Ulang Tahun”. Menurut Sarah, penampilan ini sesuai dengan perayaan ulang tahun ke-10 We The Fest.
Memulai dengan ”Intro” dan ”Kanyaah”, Nadin yang selalu bertelanjang kaki, mengenakan gaun putih vintage-nya memanfaatkan tata panggung yang tersedia dengan sofa tiga dudukan sebagai pusatnya. Penampilannya di panggung Bananas yang berada di dalam ruangan sangat sesuai dengan suasana yang dibawakannya.
Tiap peralihan lagu, Nadin mengantarkannya dengan aksi teatrikal yang tersambung satu fragmen dengan fragmen lainnya. Menariknya, di akhir lagu ”Beranjak Dewasa”, Nadin menggunakan momen ini untuk menyelipkan dukungannya terhadap Palestina.
”Bayangkan kau hidup dalam perang/Bayangkan tidak mengenal hangat dan kenyang/Bayangkan suara yang dikenal hanya dari dentuman yang kencang/Bayangkan selalu berlari dan ketakutan/Bayangkan pelukan Ibumu menjadi debu/Bayangkan ia menjadi debu/Sedang terjadi/Masih terjadi/Free Palestine/...” Larik puisi itu digabungkan dengan potongan berita tentang genosida di Palestina yang mengakibatkan ibu kehilangan anak atau sebaliknya.
Baca juga: Angan-angan Seputar We The Fest
Ketika lampu menyala, Nadin terlihat tengah dipeluk ibundanya di sofa dan membawakan ”Bertaut”. Namun, puncak emosi terjadi ketika Nadin membawakan ”Mendarah”. Lagu ini disajikan dengan teatrikal yang sarat dengan satir, menggambarkan peran ayah yang sering kali dirasakan kurang dalam kehidupan anak-anak.
Musisi Sal Priadi, menjadikan momen penampilannya di We The Fest sebagai pengantar singkat tur album barunya dengan bermain teater meski tak sematang Nadin. Di sini, Sal menggandeng aktor Daniel Adnan, Dhira Bongs, hingga Petra Sihombing untuk turut bernyanyi. Ia juga mengajak paduan suara anak-anak untuk berkolaborasi di Gala Bunga Matahari yang tengah viral.
Artis mancanegara, Oliver Tree, juga membawa konsep teatrikal sembari berinteraksi dengan penonton dan berjoget bersama. Sorakan gemuruh penonton terdengar saat sosok eksentrik dengan bendera Merah Putih di punggungnya itu muncul sambil mengendarai skuter. Di panggung yang kosong melompong, Oliver tetap mampu menghidupkannya dengan sejumlah lagu viral seperti ”Life Goes On”, ”Miss You”, sampai ”Cash Machine”.
Nostalgia
Momen perayaan hari jadi ke-10 We The Fest ini juga diambil Sarah untuk menyuguhkan kembali sejumlah kelompok musik yang pernah mewarnai festival ini. Salah satunya Sore. ”Sepuluh tahun yang lalu, kami pertama kali bermain di We The Fest. Di sini kami sekali lagi untuk kalian semua. Sayangnya, tanpa Ade (Ade Paloh),” tutur Awan Garnida di atas panggung.
Suasana mendadak hening. Ade meninggal secara mendadak karena sakit beberapa waktu lalu. Sepeninggalan Ade, Sore masih aktif menjejak pentas. Malam itu, di lagu ”Pergi Tanpa Pesan”, Awan meminta seluruh penonton ikut bernyanyi untuk dipersembahkan kepada Ade.
Sepuluh tahun yang lalu, kami pertama kali bermain di We The Fest. Di sini kami sekali lagi untuk kalian semua. Sayangnya, tanpa Ade (Ade Paloh).
The Sigit yang juga merupakan dedengkot musik indie Indonesia ikut tampil. Minim dialog tetapi padat aksi, Rektivianto Yoewono, pentolan The Sigit, konsisten berusaha membakar semangat massa. Meski tak lagi muda, suara khas Rekti seolah tak ikut menua. Ia dan keempat kawannya tetap saja lincah.
Ada 11 lagu dimainkan, salah satunya singel teranyar ”Another Day” yang dirilis tahun 2020, terpaut tujuh tahun setelah ”Detourn” mengudara. Lagu yang terinspirasi dari The Stooges dan Cream berikut band lawas Indonesia Shark Move ini diputar dengan latar artwork magis karya Riandy Kurniawan. Sontak salah satu Insurgent Army, sebutan fans band ini, melempar tubuhnya ke atas lautan massa.
Di hari ketiga, Zeke and The Popo yang terakhir mengudara pada 2007 akan naik panggung lagi setelah sekian lama. Selain itu, The Adams juga akan menghibur.
Bukan hanya momen nostalgia, sudah bertahun We The Fest juga menjadi kesempatan generasi baru lahir lewat program Submit Your Music. The Panturas merupakan salah satu jebolannya. Tahun ini, ada Guu, Jo Soegono, Jordan Susanto, dan Rrag sebagai pemenang kompetisi.
Seluruh musisi dengan segala konsepnya ini memiliki ragam genre berbeda mulai dari dance, techno, pop, rock, metal, dan masih banyak lagi. ”Tidak hanya musik, tetapi what’s beyond the music itu yang kami ingin ada,” ujar Sarah.
Sesuai semangat kekitaan, maka We The Fest memang untuk kita yang berbeda-beda selera tetapi disatukan oleh yang viral-viral.
Simak juga: Keseruan Hari Pertama We The Fest
Catatan: Artikel ini ditulis bersama peserta program magang harian Kompas (Kompas.id) Daffa Almaas Pramesthy, Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, dan Rilanda Virasma Meiprita, mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro.