Menyibak Sisi Manusiawi Raisa
Maka, Raisa juga manusia. Penyanyi itu tersedu-sedu. Ia dibelai suaminya, Hamish Daud, dengan tatapan penuh welas asih.
Film dokumenter Harta Tahta Raisa menyuguhkan sisi lain perempuan penyanyi Tanah Air yang termasuk paling populer. Raisa Andriana ditayangkan dengan kegembiraan, sedu sedan, hingga kerapuhannya. Wajah ibu, istri, anak, pengusaha, dan pemburu impian bertukar silih berganti dalam sosok tersebut.
Film dibuka dengan lantunan Raisa, ”Serba Salah”. Pas lantaran ia memulai debutnya dengan lagu tersebut. Penonton ditampilkan berjejalan, ponsel mengacung, bando dengan lampu berkelap-kelip, dan sejoli berangkulan. Sang diva berjalan membelah Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.
Raisa menggelar pertunjukan terpenting sejauh menjejaki kiprah yang didebutinya sekitar 15 tahun silam. Ia sejenak melambaikan tangan dan menyapa penggemarnya seraya tersenyum. Sorotan lampu menghujani Raisa dengan balutan gaun biru metalik.
Baca juga: Burgerkill dan Demo yang Mengawali Segalanya
Ia menorehkan sejarah sebagai perempuan solois tunggal pertama menembus stadion tersebut untuk menghelat konser tunggal. Berdurasi sekitar 1,5 jam, Harta Tahta Raisa berpusar pada konser terbesarnya itu. Pergelaran berlangsung sukses dengan ludesnya 42.000 tiket.
Adegan lantas berganti dengan penuturan keluarga Raisa. Ria Mariaty mengungkapkan Yaya, demikian anaknya itu kerap disapa, yang gemar berdendang sejak kecil. ”Saya enggak tahu bakat atau bukan. Semua anak senang nyanyi, tapi Yaya enggak fals dan tahu ketukan,” ucapnya.
Kekariban Raisa dengan pesohor-pesohor yang berkolaborasi ditayangkan pula. Ia bersenda gurau, misalnya, dengan Addie MS, Vidi Aldiano, dan Asta RAN. Plot juga lebih manis dengan sejumlah tampang beken yang berseliweran, seperti Najwa Shihab, Enzy Storia, dan Kunto Aji.
Selang-seling dengan uraian kerabatnya memampangkan peralihan yang mulus untuk menelusuri polah Raisa mulai kanak-kanak. Tak perlu berlama-lama, Harta Tahta Raisa menyuguhkan alur yang sarat dengan humanisme lakonnya untuk merangkai biopik.
Bocah tomboi
Bocah tomboi, pemberani, senang bertualang, dan tak segan naik sepeda sampai terjerembap itu senantiasa menyalakan hasrat menyanyinya. Hobinya yang mulai diasah lewat ekstrakurikuler saat TK terus tumbuh hingga Raisa berpentas di kafe-kafe.
Ia tak henti melaju, yang diganjar deretan penghargaan. Ditambah kompilasi hit, keraguan pun diretas untuk merintis konser megah. Semakin tinggi pohon, kian kencang pula angin menerpa. Agenda terbesar Raisa ternyata diiringi ujian terberatnya.
Tontonan itu menyibak kemanusiawian Raisa yang belum pernah diekspos. Keringkihan Raisa begitu kasatmata seiring buah hatinya, Zalina Raine Wyllie, yang dilarikan ke rumah sakit. Anak berumur empat tahun itu memang sudah terbaring selama sepekan. Ia malah ngotot ingin ikut menonton ibunya.
Zalina merengek-rengek sambil menggerung dengan infus masih tertancap di lengannya. Raisa menelepon di lift dengan wajah cemas dan sedikit terbata-bata. Kontras dengan busana ungunya yang megah, ia tercenung sampai akhirnya tak kuasa menahan tangis.
Mimpi buruk setiap musisi yang hendak berkonser kembali menggayut. Hujan deras mengguyur geladi resik Raisa di awal tahun yang rawan dengan cuaca buruk. Chief Executive Officer Juni Records Adryanto Pratono bersikeras tak memakai jasa pawang hujan.
Tak urung, Boim, demikian manajer Raisa itu disapa, mencurahkan juga kecemasannya. Rintangan tak kalah menggegerkan akhirnya bikin ia murka. Stadion Utama GBK nyatanya digunakan untuk laga sepak bola menjelang konser tanpa koordinasi, padahal panggung sedang dibangun.
Maka, Raisa juga manusia. Ia terisak-isak seraya dibelai suaminya, Hamish Daud, yang menatap dengan penuh welas asih. Boim menelepon ke sana sini dengan raut wajah luar biasa cemas. Makian-makian terlontar, tentu saja disensor, hingga akhirnya mereda dengan benak yang nanar.
”Kasihan juga. Bukan kondisi ideal buat pemain bola, jadi gue juga minta maaf dan berterima kasih sama mereka,” ujarnya. Kegundahan semakin pulih tatkala angkasa begitu cerah dan Raisa menuntaskan aksinya dengan gemilang. Tangis meledak lagi, tetapi kali ini air mata bahagia yang berlinang.
Tak sekadar berkutat dengan musik, masih banyak kejutan yang disodorkan dalam Harta Tahta Raisa. Tawa, canda, dan kehangatan juga mewarnai film yang disutradarai Soleh Solihun itu. Perempuan introver di rumah tersebut menjelma sangat ekspresif di pentas dengan rentetan curhatnya.
Memadukan kecintaan
”Ide bikin filmnya tercetus waktu gue ketemu Boim, Desember 2022. Boim pengin bikin karya lanjutan konsernya,” kata Soleh. Alih-alih sedianya dimintai saran, ia malah diajak untuk menggarap Harta Tahta Raisa. Spontan, kesepakatan tercapai.
Soleh sangat antusias bisa memadukan kecintaannya terhadap film dan jurnalisme. Maklum, komika, pranatacara, dan aktor tersebut juga mantan wartawan. ”Gue bilang sama Boim, bagus kalau bisa dibikin karya yang mengikuti konsernya,” ujarnya.
Baca juga: ”Musikal Merantau”, Kisah Penerimaan dan Pencarian Jati Diri
Kemitraan dengan Ernest Prakasa yang bertindak selaku eksekutif produser menambah keyakinan Soleh. Terlebih, ia sudah kenal dengan Boim saat masih sama-sama berprofesi jurnalis musik dan mengamati dinamika Raisa sejak album pertamanya.
Soleh optimistis bermitra dengan Ernest yang menaungi rumah produksi Imajinari. Film-film laris dan bermutu bolehlah dianggap jaminan Harta Tahta Raisa pun bakal dikonkretkan dengan standar yang laik. Penggarapan biografi tersebut berlangsung hingga sekitar 1,5 tahun hingga awal Juni 2024.
”Raisa dan gue punya kecintaan yang besar terhadap musik,” ujar Soleh yang ogah menyebutkan target jumlah penonton. Ia mengungkapkan karakter koleganya yang tersembunyi. Biduanita itu sebenarnya kocak yang bisa disaksikan dalam Harta Tahta Raisa.
Sementara Raisa mengaku sangat deg-degan menanti peluncuran filmnya. Ia bersedia mengungkap kehidupannya yang tak dibuat-buat. ”Asli sangat jujur biarpun kadang aku terlihat vulnerable (rentan). Aku juga kurang ngonten terus tiba-tiba ada kamera,” ujarnya sambil tertawa.
Judul Harta Tahta Raisa diangkat dari jargon penggemar, YouRaisa, yang kerap membuat idolanya tertawa. Film itu diramaikan dengan 19 lagu dari semua album Raisa. ”Semua lirik dicetak supaya bisa dicocokkan dengan adegan-adegannya,” ujar produser Dipa Andika.
Boim pun sangat menikmati untuk mengenyam pengalaman barunya. Semula, ia merisaukan dokumenter yang kering tanpa drama. ”Enggak nyangka, gue yang jadi dramanya. Yang paling sedih lagi,” ucapnya seraya tergelak tanpa menjelaskan lebih jauh.
Ernest memandang filmnya telah meretas belenggu untuk mewujudkan impian lewat Imajinari yang dimilikinya. Bukannya ia iseng-iseng. ”Jadi peluang eksplorasi yang baru. Kalau coba yang keluar pakem terus sukses, lebih memuaskan. Jadi nagih,” tuturnya sembari terbahak.