Film ”Demi Si Buah Hati”, Pertaruhan Seorang Ibu Melawan Gagal Ginjal
Film ”Demi Si Buah Hati” mengangkat kisah perjuangan penderita gagal ginjal dan momen kehamilan yang penuh liku.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Satu lagi film tentang penyakit kronis hadir di perfilman Indonesia. Demi Si Buah Hati (2024) mengisahkan kehidupan keluarga kecil yang harus menerima vonis gagal ginjal sehingga terjadi pertaruhan hidup dan mati. Film ini sederhana, tetapi setidaknya membawa pesan hangat untuk pasien cuci darah.
Cerita berawal ketika Raden Yuda Pratama (Dion Wiyoko) dan Dona Amanda Pratiwi (Yuki Kato) menempuh hidup sebagai pengantin baru. Hidup mereka terasa membahagiakan bersama ibu Yuda, Haryati (Yurike Prastika), tetapi hanya sesaat.
Dona tak lama mendapat vonis gagal ginjal. Penyebabnya, gaya hidup yang tidak sehat, termasuk kebiasaan untuk jarang mengonsumsi air mineral. Namun, kabar tidak mengenakkan itu sedikit terobati ketika dia mendapati dirinya hamil. Berita itu sudah lama mereka tunggu-tunggu.
Sayangnya, kabar buruk lain datang, bahwa kehamilan justru bisa mengancam nyawa Dona. Di tengah patah hati berulang itu, Dona bersikeras untuk mempertahankan bayinya.
Demi si Buah Hati (2024) merupakan film drama keluarga besutan Indra Gunawan. Indra sebelumnya menggarap Pelangi Tanpa Warna (2022) yang mengisahkan seorang istri menderita alzheimer.
”Kali ini aku coba berkisah tentang penderita gagal ginjal yang berjuang mempertahankan janin yang dikandungnya. Film ini kami dedikasikan untuk semua pasien cuci darah,” tulis Indra di akun Instagram-nya, dikutip di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Satu pelajaran penting dalam Demi Si Buah Hati adalah soal berduka saat sekarat. Kondisi psikologis Dona sepanjang film mempresentasikan lima tahap duka menurut psikiater Elizabeth Kubler-Ross. Buku On Death and Dying (1969) menyebutkan, fase emosi dalam berduka mencakup penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.
Jauh sebelum hamil, karakter Dona sulit menerima kenyataan bahwa dirinya menderita gagal ginjal dan harus menjalani terapi hemodialisis atau cuci darah. Ia juga uring-uringan atas kenyataan tersebut.
Ketimbang mengikuti saran dokter, Dona memilih untuk melakukan pengobatan alternatif. Bahkan, sampai saat kritis, ia masih murung sampai akhirnya tiba pada keputusan akhir yang menentukan.
Demi Si Buah Hati juga memperlihatkan pentingnya peran keluarga—apalagi mertua— yang mendukung pengobatan penderita gagal ginjal. Beruntung Dona memiliki suami dan mertua baik hati, meski keduanya terkadang menunjukkan sisi konservatif ketika bicara tentang keluarga.
Demi Si Buah Hati adalah film sederhana yang langsung ke inti cerita. Akan tetapi, film ini tidak membangun karakter-karakter dengan kuat. Kehadiran mereka semakin tidak terbantu gara-gara dialog yang klise dan cenderung kaku.
Sesuai judulnya, film ini lebih fokus pada momen kehamilan Dona. Padahal, ada hal lain yang tidak kalah penting.
Film ini lupa menggali momen suka duka Dona menjadi penderita gagal ginjal yang menjalani terapi cuci darah dan bagaimana prosedur itu berdampak pada kehidupannya. Momen semacam ini penting untuk memberi sentuhan personal kepada penonton tentang apa dampak gagal ginjal pada seseorang.
Adaptasi buku
Demi Si Buah Hati merupakan adaptasi dari bukumemoar Jiwa-jiwa Bermesin: Memoar Para Pasien Cuci Darah (2019) karya Petrus Hariyanto. Petrus merupakan salah satu pendiri dan Sekretaris Jenderal Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang berkantor di Jakarta.
Jiwa-jiwa Bermesin: Memoar Para Pasien Cuci Darah berisi 33 kisah pasien gagal ginjal yang melakukan cuci darah sebagai bagian dari hidup mereka. Penulisan buku ini berawal ketika Petrus mulai melakukan cuci darah pada akhir 2013. Setahun kemudian, dia mulai berinteraksi dengan pasien-pasien yang lain.
”Saya berdialog dan memperoleh kisah-kisah yang luar biasa. Lalu saya tulis di Facebook, dan awalnya ini menjadi bagian dari terapi saya untuk menemukan semangat dan kepercayaan diri saya. Kenapa orang lain bisa saya tidak?” kata Petrus saat dihubungi.
Tanggapan pembaca Petrus di media sosial itu ternyata positif. Pasien-pasien cuci darah lain ikut terinspirasi dari kisah-kisah tersebut. Jadi, Petrus merangkum kisah mereka selama bertahun-tahun ke dalam sebuah buku.
Kisah Dona dalam Demi Si Buah Hati merupakan salah satu kisah yang tertulis pada buku tersebut. ”Film ini berangkat dari kisah nyata. Kegigihan seorang ibu yang ingin punya momongan menolak menggugurkan janinnya walau dokter sudah mewanti-wanti bisa membahayakan nyawa sang ibu. Sebuah kisah perjuangan yang gigih,” ujar Petrus.
Selain Demi Si Buah Hati, ada pula film lain yang membahas sakit ginjal, yaitu Nariti, Romansa Danau Toba (2022) dan 12 Cerita Glen Anggara (2022). Petrus berharap film ini bisa berbagi kisah inspiratif tentang para penderita gagal ginjal yang mendapat cobaan hidup berat, tetapi pantang menyerah.
Selain itu, Petrus ingin agar film ini mengedukasi penderita sakit ginjal. ”Terapi cuci darah bukanlah hal yang menakutkan,” kata Petrus yang telah melakukan cuci darah selama 10 tahun terakhir.
Demi si Buah Hatitayang di platform KlikFilm sejak 10 April 2024.