Korea Selatan Ikut Mengubah Representasi Asia di Hollywood
Popularitas sinema Korea memengaruhi representasi Asia di Hollywood yang beranjak inklusif.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Kesuksesan sinema Korea Selatan membuat wajah aktor dan aktris Korea Selatan semakin rajin lalu-lalang di Hollywood beberapa tahun terakhir. Alhasil, kehadiran mereka ikut mengubah representasi Asia di layar kaca yang mulai inklusif.
Salah satu momok di Hollywood adalah bagaimana industri ini merepresentasikan karakter Asia atau keturunan Asia di sinema. Mengutip studi Coalition of Asian Pacifics in Entertainment (CAPE) pada 2021, sepertiga karakter Asia dan kepulauan Pasifik (API) yang menjadi peran utama dalam film memerankan karakter dengan setidaknya satu stereotipe umum, yaitu seniman bela diri, minoritas teladan, atau perempuan eksotis.
Selain itu, karakter API sering digambarkan sebagai karakter yang pintar dan pekerja keras. Mereka jarang tampil sebagai karakter yang seksi dan lucu.
Alhasil, peran-peran untuk karakter Asia dan keturunan Asia di Amerika Serikat pada masanya pernah sangat terbatas. Namun, salah satu momen penting bagi aktor dan aktris Asia di Hollywood adalah perilisan Crazy Rich Asians (2018) yang disutradarai Jon M Chu.
Sukses besar, film ini mengisahkan drama percintaan ala Cinderella dengan kumpulan aktor Asia sebagai pemeran utama. Kesuksesan Crazy Rich Asians cukup mengejutkan mengingat film terakhir yang menampilkan aktor-aktor Asia sebagai karakter utama di Hollywood adalah The Joy Luck Club (1993).
Salah satu dampak dari Crazy Rich Asians adalah kembalinya aktor Vietnam-Amerika berdarah China, Ke Huy Quan, ke depan layar. Ia sempat vakum sekitar dua dekade karena kesulitan mendapatkan peran di Hollywood. Quan lalu tampil di Everything Everywhere All at Once (2022) dan membawa pulang piala Oscar 2023.
”Ketika Crazy Rich Asians keluar dan saya melihat sesama aktor Asia muncul di layar, saya ingin berada di sana bersama mereka,” kata Quan kepadaVariety pada 2022, dikutip di Jakarta, Senin (8/4/2024).
Peran Korea
Seperti gayung bersambut, popularitas sinema Korea ikut meramaikan Hollywood belakangan ini. Sebetulnya, Korsel mempunyai beberapa karya legendaris, sebutlah Oldboy (2003), Memories of Murder (2003), dan Train to Busan (2016). Beberapa film turut mendapat pengakuan internasional, seperti The Handmaiden (2016) di British Academy Film Awards (BAFTA) 2018 dan Burning (2018) di Festival Film Cannes 2018.
Keberhasilan Parasite (2019) karya Bong Joon-ho sebagai film terbaik di Academy Awards 2020 sontak mengubah posisi Korsel dalam lanskap perfilman dunia. Kemenangan film ini melengkapi sapuan Gelombang Korea di ranah global yang telah berjaya di bidang musik lewat K-Pop dan serial televisi lewat K-Drama.
”Sebelum ini tidak ada film Korea yang pernah dinominasikan untuk Oscar dalam kategori apa pun. Para kritikus dan pencinta film sudah lama menganggap ini sebagai sebuah skandal, mengingat industri film Korea terus menghasilkan film-film inovatif dan tak terlupakan selama lebih dari 20 tahun terakhir,” kata Patrick Brzeski, jurnalis The Hollywood Reporter, kepada DW.
Brzeski melanjutkan, prestasi Parasite sebagai film dengan pemeran dan berbahasa sepenuhnya Korea menunjukkan sisi Hollywood yang tambah sadar untuk inklusif. ”Film dari mana saja, dalam bahasa apa pun, kini mampu meraih penghargaan tertinggi Hollywood. Tidak lagi terdegradasi ke kategori film internasional terbaik,” tuturnya.
Sinema Korea kembali menemukan momentumnya berkat ketenaran Squid Game (2021) yang tayang di Netflix. Serial televisi ini menjadi sebuah fenomena global sampai muncul acara realitas Squid Game: The Challenge (2023) dan Squid Game musim kedua.
Pengakuan atas sinema Korsel berlanjut, bahkan menular kepada sineas-sineas keturunan Korea. Minari (2020), garapan Lee Isaac Chung yang merupakan orang Korea-Amerika, mendapat enam nominasi dan satu kemenangan di Academy Awards 2021. Sementara Past Lives (2023), besutan Celine Song yang adalah Korea-Kanada, memperoleh dua nominasi di Academy Awards 2024.
Pengakuan pemain
Beberapa aktor Korea telah mencoba peruntungan mereka di Hollywood. Misalnya, Lee Byung-hun yang tampil di G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009), Rain atau Jung Ji-hoon di Ninja Assassin (2009), dan Bae Doona di Cloud Atlas (2012). Sayangnya, pengaruh mereka tidak cukup besar.
Seiring dengan kesuksesan film-film Korea dalam kompetisi global, pengakuan terhadap aktor dan aktris Korsel bertumbuh di Hollywood. Artis senior Youn Yuh-jung membawa pulang Piala Oscar dalam Academy Awards 2021 atas perannya sebagai nenek pikun di Minari. Aktor Lee Jung-jae yang menjadi duda ”kere” di Squid Game menang di Emmy Awards 2022.
Mengutip The Korea Herald, pemain-pemain film yang aktif di Korsel mulai terlibat dalam proyek-proyek besar Hollywood. Ma Dong-seok di Eternals (2021) menjadi pahlawan super dan Park Seo-joon menjadi pangeran di The Marvels (2023) sebagai bagian dari Jagat Sinematik Marvel. Jennie Kim dari Blackpink tampil sebagai penari di serial HBO The Idol (2023).
Semakin banyak aktor Korea yang bersiap debut di Hollywood. Mereka mengambil peran yang lumayan penting hingga peran utama—sebuah kemajuan karena dulu mereka lebih banyak mendapat peran pendukung kecil. Penyanyi dan aktris NS Yoon-G atau Kim Yun-jee, misalnya, tampil di film Lift (2024) dengan peran cukup penting sebagai peretas di organisasi Cyrus.
Lalu, Kim Tae-hee dan Park Hae-soo akan mengawali debut mereka di Hollywood lewat serial thriller Butterfly via Amazon Prime Video. Serial The Recruit musim kedua juga akan menghadirkan aktor Korea, seperti Shin Do-hyun, Lee Sang-hee, dan Teo Yoo. Teo Yoo, aktor Korea-Jerman, telah masuk sebagai salah satu karakter utama di musim kedua di serial genre mata-mata bernuansa komedi itu.
Daniel Henney, salah satu aktor keturunan Korea pertama yang bekerja di Hollywood, mengatakan, dirinya masih bekerja keras untuk audisi peran di Hollywood. Namun, setidaknya ada perubahan yang terlihat.
”Saat itu, hanya ada sedikit aktor laki-laki Asia di Hollywood. Peran yang diberikan kepada mereka bukanlah pemeran utama pria atau penampilan dalam film romantis. Semua peran untuk aktor laki-laki Asia ada untuk mendukung aktor laki-laki kulit putih,” ujar Henney.
Ia melanjutkan, sebagian besar karakter aktor Asia yang dimainkan berkaitan dengan seni bela diri, taekwondo, atau kungfu. ”Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya akhirnya bisa melakukan akting yang ingin saya lakukan,” tutur Henney.
Pelan tapi pasti, representasi Asia di Hollywood semakin kokoh. Indonesia perlu turut mengambil peluang.