Netflix Bisa Goyah di Negara-negara Arab pada 2029
Netflix bisa kehilangan posisi memimpin di 13 negara berbahasa Arab pada 2029, menurut Digital TV Research.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Saat ini Netflix merupakan layanan pengaliran (streaming) dengan basis pelanggan terbesar di 13 negara berbahasa Arab. Akan tetapi, menurut studi Digital TV Research yang terbaru, posisi perusahaan ini bisa goyah dari posisi memimpin pada 2029.
Studi Digital TV Research memproyeksikan, jumlah langganan video sesuai permintaan (subscription video on demand/SVOD) di 13 negara Arab akan mencapai 26 juta pelanggan pada 2029. Pada 2023, jumlah langganan telah mencapai 14 juta pelanggan. Negara-negara Arab yang dimaksud, antara lain, Uni Emirat Arab, Jordania, Arab Saudi, dan Kuwait.
Netflix, sebagai SVOD berskala global, tercatat memiliki 3,8 juta pelanggan di negara-negara Arab per akhir 2023. Sementara itu, Shahid VIP, layanan milik perusahaan media Timur Tengah MBC Group, berada di posisi kedua dengan 3,5 juta pelanggan. StarzPlay mengikuti dari belakang dengan 3 juta pelanggan. Pemerintah Arab Saudi memiliki saham mayoritas di MBC Group.
”Ketika beberapa platform yang berbasis di Amerika Serikat menurunkan peluncuran global dan komitmen konten lokal mereka, para pemain di Arab akan berkembang,” kata Simon Murray, analis utama di Digital TV Research, dikutip dari The Hollywood Reporter, di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Menurut Digital TV Research, susunan dominasi tersebut dapat berubah pada tahun-tahun mendatang. Pada 2029, Shahid VIP diprediksi akan memimpin dengan 5,8 juta pelanggan. Netflix akan merosot ke peringkat kedua dengan 5,6 juta pelanggan, sedangkan StarzPlay mengintai dari belakang dengan 5 juta pelanggan.
Selain itu, Digital TV Research memprediksikan Disney+ dan Amazon masing-masing akan mencapai 3,2 juta pelanggan di kawasan tersebut pada 2029. OSN+, raksasa TV berbayar di Timur Tengah, akan mempunyai 1,5 juta pelanggan dan Apple TV+ akan mempunyai 500.000 pelanggan.
Aktivitas Netflix di negara-negara berbahasa Arab tidak terlalu agresif apabila dibandingkan dengan kawasan lainnya, seperti di Asia Timur, terutama soal film. Netflix telah merilis serial Arab pertamanya, Jinn (2019) dari Jordania, lalu diikuti oleh Paranormal (2020) dari Mesir.
Netflix baru memperluas penawaran program berbahasa Arab dengan meluncurkan film Arab pertama, Perfect Strangers (2022). Film ini merupakan adaptasi dari film Italia berjudul sama, Perfetti Sconosciuti (2016). Sebagai perbandingan, Netflix mendistribusikan film orisinal produksi Asia Timur lebih dulu, misalnya Blame! (2017), Altered Carbon: Resleeved (2020), Asakusa Kid (2021), dan Space Sweepers (2021).
Nilai lokal
Namun, peluncuran konten-konten Netflix di negara Arab beberapa kali tersandung. Peluncuran Perfect Strangers pada Januari 2022, contohnya, sempat ramai dengan kontroversi karena film ini mengandung isu LGBT dan perselingkuhan.
Pada September 2022, Arab Saudi dan lima negara anggota Organisasi Kerja Sama Negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) mengeluarkan pernyataan bersama menuntut Netflix menghapus konten yang dianggap melanggar nilai dan prinsip Islam serta masyarakat. Pernyataan ini tidak menyebut spesifik konten mana yang melanggar aturan.
”Semua tindakan hukum akan diambil untuk melindungi kedaulatan kerajaan, warga negara dan penduduk dari segala serangan intelektual yang bertujuan memengaruhi masyarakat, nilai-nilai, dan keselamatan generasi mereka, serta melindungi mereka dari konten berbahaya,” kata CEO Komisi Umum Media Audiovisual (GCAM) Arab Saudi Esra Assery kepada Arab News pada 2022.
Keriuhan lain terjadi pada Desember 2023. Arab News melaporkan, pemilihan aktor kulit hitam Amerika Serikat, Denzel Washington, sebagai Hannibal di film mendatang Netflix memicu kritik soal upaya pencurian sejarah di Tunisia. Walaupun warna kulitnya tidak diketahui, Hannibal merupakan salah satu pemimpin militer legendaris yang berasal dari Kartago, kota kuno dekat Tunisia.
Lebih bebas
Sama seperti di negara lainnya, keberadaan layanan SVOD mengikis kemampuan negara mengawasi konten. ”Dampak layanan streamingdi Timur Tengah serupa dengan beberapa dekade lalu ketika penonton beralih dari saluran terestrial yang menayangkan konten yang disetujui pemerintah ke TV satelit. Ada lebih banyak kebebasan dalam konten ini,” kata Joseph Fahim, kritikus film Mesir, kepada CNN, pada 2022.
Beberapa perusahaan media global mengikuti standar sensor negara-negara Arab dengan memotong sejumlah adegan sensitif. Studio Amerika Serikat yang menolak penyensoran biasanya akan mendapati film mereka dilarang tayang.
Pada 2019, Netflix pernah menarik episode dari program Patriot Act with Hasan Minhaj (2018-2020) yang diproduksi di Amerika Serikat agar tidak tayang di Arab Saudi. Salah satu episode dalam program itu membahas kematian jurnalis Jamal Khashoggi dan dugaan keterlibatan Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman. Disney+ juga telah menyatakan kontennya akan selaras dengan persyaratan peraturan setempat.
Dengan banyaknya persaingan antar-SVOD di negara-negara Arab, Fahim berpendapat, motivasi untuk menekan Netflix tak terelakkan muncul. ”(Ini mengirimkan pesan), jika Anda ingin merasakan pengalaman yang layak dan dapat diterima, Anda harus pergi ke layanan streaming regional,” katanya.