Qumra 2024, sebuah acara inkubasi bakat film internasional, menjadi ajang menyuarakan antigenosida dan penindasan.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
Setelah agenda Ajyal Film Festival di Qatar tertunda pada akhir tahun lalu, Qumra 2024 yang berupa lokakarya, kelas, dan pemutaran film terbatas diputuskan tetap diselenggarakan oleh Doha Film Institute. Selama sepekan, 1-6 Maret 2024, lebih dari 200 pelaku industri perfilman internasional berkumpul di Museum of Islamic Art, Doha, Qatar.
Acara inkubasi bakat bagi para pembuat film dari Arab dan internasional ini telah memasuki penyelenggaraan ke-10. Edisi kali ini mengambil tema ”A Space for New Voices in Cinema”. Pemilihan tema ini sejalan dengan peristiwa di Palestina pada Oktober 2023 yang membuat Ajyal Film Festival harus ditiadakan sebagai bentuk solidaritas pada Palestina.
”Sementara situasi terus memburuk di Palestina, negara-negara di seluruh wilayah Timur Tengah, termasuk Yaman, Lebanon, Sudan, dan Suriah, merasa penting menyediakan platform untuk mengakui keberanian dan ketahanan mereka yang berjuang melawan penindasan,” ujar Chief Executive Officer Doha Film Institute Fatma Hassan Alremaihi ketika membuka acara di Museum of Islamic of Art, Jumat (1/3/2024).
Tak bisa dimungkiri, pengalaman dan latar belakang penindasan membawa para pembuat film dari 20 negara menyuarakan hal tersebut dengan berbagai perspektif melalui 40 proyek yang dimentori para profesional. ”Qumra adalah perpanjangan komitmen untuk terus mendukung pembuat film menceritakan kisahnya dan menumbuhkan suara baru,” jelas Fatma.
Peristiwa genosida di Gaza dan upaya terus-menerus untuk membungkam aspirasi yang menentang, katanya, harus dilawan tanpa henti. Salah satunya melalui media film. ”Yang terjadi di Gaza juga merupakan genosida budaya. Di sini, kami memastikan semua suara harus didengar dan semua kehidupan diperlakukan bermartabat dan hormat,” kata Fatma.
Sementara itu, penasihat artistik Doha Film Institute, Elia Suleiman, mengatakan, para pelaku industri perfilman memperoleh kesempatan untuk mengambil posisi moral dan etika melalui film di perhelatan Qumra kali ini. ”Waktunya untuk berdiskusi genosida, pembantaian, dan kekerasan mengerikan yang juga terjadi di berbagai negara. Lewat cerita dan visual, ini bisa menjadi rekaman sejarah agar tak hilang ditelan zaman,” ujar Elia.
Selain bimbingan eksklusif melalui lokakarya, berbagai kelas yang menghadirkan ahli juga disediakan. Pada hari pertama, kelas Qumra dibuka oleh aktris asal Australia yang berkibar di Hollywood dan merupakan nominator Golden Globe Awards untuk kategori aktris terbaik, yakni Toni Collette.
Untuk hari selanjutnya hingga terakhir, berturut-turut sutradara, penata suara, hingga penulis skenario seperti Claire Denis, Leos Carax, Atom Egoyan, Jim Sheridan, dan Martin Hernandez bersiap mengisi kelas Qumra di pagi hari. Richard Pena, yang merupakan profesor di Columbia University untuk jurusan film, dipercaya memandu tiap kelas.
Bakat baru
Tahun ini, 40 proyek dari 20 negara memiliki peluang penawaran untuk dikembangkan dan dipromosikan lebih luas melalui Qumra. Adapun proyek Qumra tahun ini mencakup 13 narasi fitur, 11 dokumenter, 11 film pendek dan 7 serial web/TV dalam berbagai tahap produksi. Di antara proyek-proyek tersebut, 11 proyek ditangani oleh sutradara asal Qatar.
Di antara proyek yang dipilih, 32 proyek adalah penerima program Hibah Doha Film Institute dan tiga lainnya didukung melalui Qatari Film Fund. Sementara itu, sisanya telah berpartisipasi lewat program pelatihan Doha Film Institute, seperti Hezayah Scriptwriting Lab, Producers Lab, Shorts Script Lab, Doc Lab with Rithy Panh, Series Lab, and First Cut Lab.
”Semua proyek yang dipilih akan menerima bimbingan kreatif yang disesuaikan di semua bidang yang terkait dengan pembuatan film, termasuk naskah, penyutradaraan, pengeditan, sinematografi dan suara berdasarkan kebutuhan spesifik proyek,” ujar Fatma.
Proyek yang terpilih juga akan menerima saran tentang strategi pembiayaan dan produksi bersama, pemasaran dan pengemasan, penentuan posisi proyek, festival, serta strategi distribusi.
Pemutaran film
Meski merupakan acara inkubasi, Qumra tetap menampilkan delapan film yang bisa disaksikan tiap harinya. Film pembuka tahun ini berupa film dokumenter besutan sutradara Lina Soualem berjudul Bye Bye Tiberias (2023) yang merupakan hasil inkubasi Qumra tahun lalu.
Film yang berkisah mengenai Palestina lewat sudut pandang personal Lina dan ibunya, Hiam Abbas yang merupakan warga Palestina ini, perdana tayang di Venice International Film Festival 2023. Selanjutnya, film ini diputar juga di Toronto International Film Festival 2023. Pada Februari lalu, film ini rilis untuk umum di Prancis.
”Ini berangkat dari cerita keluargaku dan beberapa generasi di atasnya yang memotret juga kondisi Palestina. Tiap keluarga Palestina pasti memiliki cerita masing-masing, tetapi rasanya trauma mereka semua tak jauh berbeda. Dunia perlu mengetahuinya,” ungkap Lina.
Selain itu, film Déserts (2023) milik Faouzi Bensaïdi diputar setelahnya. Beberapa film lain yang juga dapat ditonton pada kesempatan ini yakni A Fidai Film (2024), Tiger Stripes (2023), Geology of Separation (2023), Banel & Adama (2023), About Dry Grasses (2023), dan The Mother of All Lies (2023).
Tak ketinggalan, di kawasan Msheireb Downtown Doha, diselenggarakan juga pameran sejarah film Arab secara gratis. Pameran tersebut berisi poster film-film dari sejumlah negara arab yang terdiri dari tiga kawasan.
Sejumlah negara itu antara lain negara di timur Mediterania, seperti Lebanon, Jordania, Palestina, dan Suriah. Kemudian negara Arab Maghreb, seperti Tunisia, Aljazair, Mesir, dan Libya. Ada pula negara di Teluk Persia, yaitu Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Di pameran itu, pengunjung juga dapat melihat transformasi kamera yang digunakan dari berbagai era. Selain itu, ada instalasi di bagian akhir pameran yang menggambarkan tentang Palestina.