Menguji Kemanusiaan dalam Keanehan-keanehan
Saat dunia akan berakhir, boleh jadi ada banyak pertanda bermunculan disertai keserbatidakpastian dan kekacauan. Namun, siapa bisa memastikan? Ancaman kiamat yang terjadi secara perlahan ternyata jauh lebih mengerikan.
Awalnya dunia masih baik-baik saja ketika keluarga Sandford memulai liburan panjang. Suami istri, Clay (Ethan Hawke) dan Amanda (Julia Roberts), membawa dua anak remaja mereka, Archie (Charlie Evans) dan Rose (Farrah Mackenzie), berlibur ke pinggiran kota.
Mereka berlibur dan beristirahat di sebuah rumah mewah di dekat hutan yang tenang. Suasana liburan awalnya hanya sedikit terganggu lantaran si bungsu beberapa kali merajuk tak bisa mengakses sinyal Wi-Fi untuk menonton film serial kegemarannya lewat gawai.
Persoalan kemudian bertambah saat televisi di rumah itu tak dapat mengakses siaran stasiun televisi. Begitu juga kanal-kanal internet tak satu pun yang bisa diakses untuk mencari berita terbaru. Sebuah kejadian sangat aneh dan mengejutkan bahkan terjadi saat mereka berwisata di pantai.
Sebuah tanker raksasa meluncur tak terkendali dan akhirnya terdampar di pantai tersebut. Beberapa jenis hewan juga ikut bertingkah laku tak wajar. Salah satunya ketika ribuan burung terbang seolah bermigrasi di luar musimnya, sementara puluhan rusa keluar dari hutan. Mereka mendatangi manusia seolah ingin memberi tahu sesuatu.
Sutradara Sam Esmail mampu menghadirkan dan menata satu per satu ketidakjelasan keadaan yang perlahan menciptakan kekacauan dan kengerian.
Di tengah kebingungan, keluarga Sanford kembali dikejutkan dengan kedatangan seorang pria bernama GH Scott (Mahershala Ali) dan putrinya, Ruth Scott (Myha’la).
Keduanya datang di tengah malam dan meminta keluarga Sanford keluar tanpa memberi penjelasan. Mereka menganggap keluarga Sanford sebagai tamu yang sudah seharusnya hengkang ketika pemilik rumah datang dan ingin menggunakannya.
Baca juga: Mimpi Besar Pembuat Cokelat Willy Wonka
Hal itu memicu kemarahan Amanda, terutama kepada Ruth. Saat ketegangan antarkeluarga terus meruncing, setiap pihak perlahan menyadari keadaan makin memburuk. Kondisi serba kacau dan tak jelas kian meluas hingga mencapai daerah pinggiran tempat mereka berada.
Kedua pihak lantas mencoba saling berkompromi dan lebih mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, semakin mereka mencari tahu, kedua keluarga itu justru kian cemas dan merasakan tekanan hebat berupa firasat bakal terjadi peristiwa lebih besar lagi, bahkan kemungkinan berakhirnya dunia.
Beragam teori pun muncul, termasuk kemungkinan ulah Korea, China, atau Iran di balik kekacauan tersebut. Beruntung sutradara tidak lebih jauh mengeksplorasi penyebab kekacauan tersebut, melainkan fokus pada sikap para tokoh terhadap keanehan yang muncul. Dengan begitu, drama dan emosinya lebih mendapat ruang.
Dalam perubahan yang memunculkan keanehan-keanehan tersebut, para tokoh dihadapkan pada situasi yang memancing mengeluarkan sisi paling gelap. Rasisme, prasangka, dan kesetiakawanan teruji. Dengan kata lain, kemanusiaan yang kemarin-kemarin mereka agung-agungkan itu kini mendapat tantangan nyata. Inilah drama yang dimaksud itu.
Serial ”Friends”
Lucunya, di tengah segala ketidakpastian dan kengerian tersebut, sang putri bungsu Rose malah semakin terobsesi menamatkan tontonan edisi terakhir serial televisi Friends yang populer di era 1990-an.
Rose ingin tahu akhir kisah percintaan dua karakter utamanya, Ross dan Rachel, di episode terakhir. Rose berkilah dalam kondisi serba tak jelas seperti sekarang dirinya hanya menginginkan satu hal tadi.
Dalam salah satu adegan Rose menyampaikan rasa frustrasinya kepada kakaknya. Saat ditanya mengapa dia ngotot ingin menonton serial Friends sampai tuntas, Rose menyebut hanya itu yang bisa membuatnya senang di saat dunia akan kiamat seperti yang tengah mereka alami.
”Mereka (Ross dan Rachel) bisa membuatku gembira. Saya benar-benar menginginkannya sekarang. Apa pun yang akhirnya bakal terjadi pada mereka berdua, saya akan tetap peduli kepada mereka,” ujar Rose.
Lewat adegan itu, penonton diajak sedikit merenung terutama soal bagaimana perbedaan dan gap antargenerasi. Ketidaksamaan, terutama dalam hal prioritas bagaimana melanjutkan hidup, bahkan di saat dunia akan berakhir.
Skenario kiamat
Penonton yang akrab dengan tema atau genre film serupa ala Hollywood boleh jadi akan banyak terganggu saat menonton film ini. Selain akan mengeluh lantaran alur dan tempo cerita yang berjalan lambat, kejutan yang terjadi sepanjang film ini nyaris tak seheboh jika digarap sesuai selera Hollywood.
Bahkan, upaya-upaya penelusuran yang dilakukan setiap karakter utama saat mencari tahu akar masalah juga tak memberi cukup petunjuk menenangkan seperti diharapkan penonton.
Baca juga: Romantisisme dan Idealisme Penuh Cinta
Akan tetapi, ketegangan yang menjalar lambat itu justru menjadi formula pilihan sang sutradara dalam memicu berbagai kengerian, terutama terkait ketidakpastian situasi.
Hal itu salah satunya ditekankan lewat dialog yang disampaikan karakter GH Scott saat bercerita tentang pengetahuannya seputar skenario teroris. Menurut dia, ada skenario ”murah meriah” yang bisa dilakukan untuk menjatuhkan dan bahkan menghancurkan sebuah negara. Ia meyakini sejumlah strategi ini tengah berjalan di luar sana.
Dalam sebuah wawancara, sutradara Sam Esmail membenarkan dirinya coba membawa penonton mengikuti alur cerita yang berjalan perlahan sambil membangun suasana. Kepada akun Screen Rant Plus, Esmail menggambarkan, dirinya coba membawa penonton seolah-olah menjadi orang yang tengah tidur dan bermimpi panjang tanpa tahu kapan mimpi akan berakhir.
Akan tetapi, alih-alih terbangun dari mimpi, sang penonton malah akan menemukan mimpi panjangnya tadi berubah menjadi mimpi buruk. ”Jadi, yang saya lakukan adalah ibarat merentangkan sebuah karet gelang secara perlahan sampai pada satu batas di mana karet gelang itu tak lagi bisa (direntangkan), tetapi juga tak sampai putus,” ujar Sam.
Pasangan Obama
Dalam film ini, Esmail bekerja sama dengan sepasang produser eksekutif yang bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah mantan orang nomor satu di Amerika Serikat, Barack Obama, dan istrinya, Michelle.
Keduanya menurut Esmail secara aktif terlibat dalam penggarapan film yang terinspirasi novel berjudul sama karya Rumaan Alam terbitan tahun 2020. Kepada akun ReelBland Podcast sepekan lalu, Esmail merasa senang bisa bekerja sama dengan Obama. Mantan Presiden AS itu disebutnya benar-benar seorang pencinta film bermutu.
Obama menurut Esmail bahkan secara aktif memberi masukan, terutama sepanjang pengambilan gambar. ”Dia (Obama) adalah orang yang sangat berdedikasi dan mencintai film secara mendalam. Sepanjang proses (shooting) dia juga sangat berkomitmen mengajak berdiskusi, memberi catatan-catatan masukan, draf-draf, termasuk editan kasar pascaproduksi. Dia sangat terlibat,” ujar Esmail.
Sang sutradara juga merasa beruntung karena latar belakang yang dimiliki Obama bisa semakin memperkaya filmnya. Dari masukan Obama itu Esmail dapat memahami karakter dan tema dari satu bencana atau kejadian, seperti yang digambarkan di dalam filmnya. Kerja sama itu dinilai Esmail menjadi semacam puncak kariernya di dunia film.
Ketertarikan Obama terhadap film garapan Esmail bukan hanya kali ini. Dalam wawancara, Esmail bercerita Obama juga menyukai film serial garapannya, Mr Robot (2015-2019). Satu waktu Obama bahkan pernah meminta Esmail berbagi bocoran hasil editan kasar episode tertentu serialnya itu sehingga Obama bisa menonton lebih awal.