Ketika musuh tak lagi berwujud sementara teman dan lawan tak lagi punya batasan jelas. Siapa yang bisa dipercaya?
Oleh
WISNU DEWABRATA
·6 menit baca
Memasuki hampir tiga dekade sejak tayang perdana film Mission: Impossible (1996), sekuel keenam laga spionase Mission: Impossible-Dead Reckoning Part One (2023) diluncurkan ke bioskop. Kali ini, agen rahasia dari pasukan intelijen layaknya hantu, Ethan Hunt (Tom Cruise), kembali direkrut menjalani misi mustahil. Misi nyaris tak mungkin lantaran melawan musuh yang bukan manusia.
Adalah sebuah entitas berupa kecerdasan buatan, yang tadinya disusupkan militer Amerika Serikat dalam bentuk sebuah virus untuk melumpuhkan kekuatan militer lawan. Serangan virus dilancarkan ke sebuah kapal selam supercanggih milik Angkatan Laut Rusia, Sevastopol, yang membuatnya seolah merasa diserang namun sebetulnya itu hanyalah ilusi ciptaan sang “virus supercerdas” tadi.
Alih-alih menghilang setelah sukses menjalankan misinya, virus itu malah berbalik membelot. Dia bersembunyi di dalam komputer Sevastopol dan ikut tenggelam ke kedalaman lautan dingin. Walau begitu, dua keping kunci untuk mengakses perangkat komputer di dalam kapal selam itu berhasil diselamatkan.
Dari tempat “persembunyiannya” tadi entitas kecerdasan buatan asal virus tersebut nyatanya masih aktif menyusup ke banyak sistem pertahanan. Bahkan, sistem pertahanan yang paling rahasia dari negara-negara adidaya. Hal itu dimungkinkan lantaran semua sistem dilakukan dan terkoneksi secara digital lewat satelit. Walau hanya "mampir" kemampuan penetrasi entitas AI ini membuat banyak negara sangat ketakutan.
Kondisi seperti itu dianggap sebagai ancaman nyata sehingga Pemerintah Amerika perlu menugaskan Ethan. Seperti sudah jadi pakem cerita Ethan kembali dibantu oleh tim solidnya, Luther Stickell (Ving Rhames), Benji Dunn (Simon Pegg), dan Ilsa Faust (Rebecca Ferguson).
Masalahnya Hunt dan kawan-kawan bukanlah satu-satunya pihak yang menginginkan keberadaan kunci khusus tadi. Walau sama-sama tak ada yang tahu bagaimana menggunakan kunci, yang akan menghubungkan siapa pun penguasanya ke keberadaan entitas AI tadi, banyak negara adidaya dan bahkan aktor non-negara macam pedagang senjata tertarik memperebutkannya.
Kondisi itu juga menyeret Hunt kembali bertemu dengan masa lalunya, termasuk musuh bebuyutan lama, Gabriel (Esai Morales), dan kenalannya seorang pedagang senjata berjuluk ”The White Widow” (Vanessa Kirby). Selain itu, Hunt juga berkenalan dengan sosok baru, seorang pencuri ulung perempuan nan jelita, Grace (Hayley Atwell),
Adegan ikonik khas
Selain kehadiran tim Impossible Mission Force (IMF), penonton juga masih akan disuguhi sejumlah adegan ikonik dan khas dalam film ini. Beberapa seperti saat bagaimana Ethan mendapat penugasan lewat perangkat khusus yang akan hancur beberapa detik setelah pesan tersampaikan. Adegan khas lainnya juga berupa aksi penyamaran menggunakan topeng prostetik, yang sangat meyakinkan dan mirip dengan orang yang “dibajak” identitas dan keberadaannya.
Juga tak lupa sejumlah aksi berbahaya, yang dilakukan sendiri tanpa pemeran pengganti oleh Tom Cruise. Pada beberapa sekuel lalu, aktor yang kini berusia 61 tahun ini telah melakukan banyak adegan berbahayanya sendiri.
Salah satunya seperti saat Tom berayun di ketinggian puncak gedung pencakar langit tertinggi dunia, Dubai’s Burj Khalifa, di sekuel Mission: Impossible–Ghost Protocol (2011). Atau aksi bergelantungan di samping pesawat Airbus A400M saat diterbangkan di sekuel Mission: Impossible–Rogue Nation (2015).
Jangan dilupakan pula aksi terjun dari pesawat angkut raksasa militer Amerika Serikat, Boeing C-17 Globemaster III, di ketinggian 7.620 meter dan membuka parasutnya di ketinggian 600 meter. Aksi itu terekam di sekuel Mission: Impossible–Fallout (2018).
“Seperti itulah aku menjalani seluruh hidupku. Saat kecil dan butuh uang aku belajar sungguh-sungguh memotong rumput sebaik mungkin. Dalam film-filmku sekarang aku belajar bagaimana menerbangkan helikopter, memacu mobil di jalanan padat, juga melompat dari pesawat terbang atau puncak gunung. Bagiku semua punya mindset sama,” ujar Tom seperti dikutip dari catatan produksi filmnya.
Tak heran jika di sekuel terbaru ini Tom lagi-lagi tanpa takut melakukan adegan tak kalah menegangkan dan berbahaya. Dia melompat dari ketinggian Gunung Helsetkopen di Norwegia dengan memacu sepeda motor Honda CRF 250 custom made.
Dari ketinggian 1.200 meter gunung itu Tom melompat dan meluncur melewati dinding-dinding gunung berupa batu tajam, yang mencuat di sana-sini. Sedikit saja salah menentukan arah meluncur dapat berakibat sangat fatal dan bahkan merenggut nyawa. Setelah beberapa saat meluncur deras Tom baru membuka parasut, yang dia kenakan saat dirinya sudah berada di ketinggian 150 meteran dari permukaan tanah.
Untuk adegan berbahaya itu Tom sudah berlatih lama di Inggris. Hingga siap proses pengambilan gambarnya, Tom tercatat sudah setidaknya 500 kali terjun payung dan 13.000 kali lompat motocross.
Lebih lanjut, sang sutradara Christopher McQuarrie menyebut dirinya tak ingin penonton terbebani saat menonton sekuel kali ini. Bahkan, mereka yang baru pun tak perlu melihat laga spionase ini dari sekuel awal secara berurutan. Dia sengaja membuat alur cerita yang ada sekarang justru bersifat mandiri dan berdiri sendiri. Bahkan ketika sekuel keenam ini nantinya masih akan bersambung ke bagian kedua, yang direncanakan tayang tahun depan.
“Tom dan saya percaya kalau Anda (penonton) tak perlu mengingat narasi lain (sekuel sebelumnya) untuk bisa paham cerita (sekarang). Kami tak mengasumsikan (penonton) sudah melihat sekuel-sekuel sebelumnya. Hal sama juga terjadi di film (Tom lainnya) Top Gun: Maverick (2022). Kami membawa (narasi serta alur ceritanya) menjadi lebih ekstrem dan lalu mencoba memperkenalkan kembali konsep IMF,” ujar McQuarrie.
McQuarrie sendiri sudah terlibat bekerja sama dengan Tom dan menyutradarai sekuel ini sejak Mission: Impossible–Rogue Nation (2015). Kerja sama keduanya bahkan sudah terjalin sejak lama mulai dari Valkyrie (2008) dan sekuel Jack Reacher (2012 dan 2016).
”Shooting” saat Covid-19
Kisah menarik lain dari film ini adalah saat proses shooting, yang berlangsung di beberapa negara saat dunia masih dalam kondisi dilanda pandemi. Proses shooting sendiri dilakukan dengan sangat ketat dan memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Tom dinilai banyak pihak sangat berkomitmen menerapkan protokol kesehatan itu.
Dia bahkan tak segan mengeluarkan uang dari koceknya sendiri dalam jumlah besar untuk membiayai protokol isolasi para kru dan pemain, yang terdeteksi terpapar vCovid 19. Nominalnya tak main-main, sampai 500.000 pound sterling atau setara lebih dari Rp 9,7 miliar.
Uang itu terutama dipakai untuk menyewa sebuah kapal pesiar tua sebagai tempat isolasi kedua belas kru dan pemain tadi. Proses produksi film ini sendiri sempat tertunda. Peristiwa itu terjadi saat mereka shooting di Italia. Selain menjadi pemain utama, Tom juga berperan sebagai produser di sekuelnya kali ini.
Keseriusan Tom itu juga memicu dua kali insiden di tempat shooting. Salah satunya bahkan terekam dan diberitakan tabloid Inggris Raya, The Sun. Tom diberitakan mengamuk pada dua kru lantaran mereka kedapatan berbincang sambil berdekatan menyalahi protokol kesehatan.
Setelah dua kali kemarahan Tom akibat alasan serupa, beberapa kru kemudian mengundurkan diri. Walau menuai kontroversi, tindakan Tom didukung rekan-rekan bintang film Hollywood, termasuk George Clooney.