Senggigi Kembali Menggigit
Senggigi Sunset Jazz 2022 telah berlangsung selama 5-6 November 2022. Acara musik ini menawarkan romantisisme dari pantai, musik jazz, hingga cahaya senja.
Tak ada yang bisa mengalahkan pantai, matahari terbenam, dan jazz. Perpaduan tiga elemen ini memenuhi renjana penonton untuk dihibur selama perhelatan Senggigi Sunset Jazz, 5-6 November lalu. Romantisisme bersemi, rasa puas tak terperi.
Angin Pantai Kerandangan menyapu wajah semringah ribuan penonton Senggigi Sunset Jazz di Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (5/11/2022) sore. Senggigi Sunset Jazz sudah berlangsung sejak 2017 lalu dan vakum dua tahun gara-gara pandemi Covid-19. Pada tahun ini acara musik ini kembali digelar dengan tema ”Pulih Bersama”.
Penonton yang memenuhi lokasi berasal Lombok hingga berbagai penjuru negeri, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Medan. Ada pula yang datang dari luar negeri. Dahaga hiburan penonton selama pandemi benar-benar terpuaskan.
Mereka menyaksikan deretan musisi ternama mengisi panggung dengan lantunan suara nan merdu. Tidak masalah bagi mereka untuk merogoh kocek pada tahun ini setelah perhelatan sebelumnya nonton gratis. Asalkan diri bisa terhibur dan melihat artis favorit.
”Sebelum pandemi, aku sudah nonton acara ini, tapi setelah itu enggak ada. Ini digelar lagi, jadi aku kesini, apalagi setelah pandemi enggak ada hiburan,” kata Erliana Aziza (26) dari Kota Mataram.
Hari pertama penuh dengan nostalgia. Setelah Pipiet & The Maiqkane’s tampil, Fariz RM mengentak penonton dengan ”Penari” yang diikuti oleh ”Sungguh”. Ditemani kibor, ia membuat panggung bergairah dengan lagu-lagu lainnya.
Fariz baru kali pertama itu tampil di Senggigi Sunset Jazz. ”Mendengar bunyi ombak yang tanpa putus dari pantai indah ini seperti meditasi. Saya juga melihat banyak yang ikut menyanyi dan masih ingat lagu-lagu ini yang populer 30 atau 40 tahun lalu,” ujarnya.
Penampilan Fariz berlanjut dengan ”Terindah” yang romantis dan ”Susie Bhelel” yang menggoda. Orangtua dan muda mengayunkan tubuh dengan santai mengikuti irama lagu. Penonton kian hidup saat Fariz memainkan ”Sakura”.
Meskipun usia tak lagi muda, kekuatan vokal Fariz seolah tak memudar. Penonton ikut melantunkan lagu legendaris itu. Matahari telah tiba di ufuk barat saat Fariz sampai di ujung pertunjukan dengan ”Barcelona”. Selesai pertunjukan, penonton sibuk mengabadikan momen matahari terbenam.
Katon Bagaskara menjadi penutup setelah penampilan Kemuning Jamming Session serta Yuyun George feat Eka Kobul & Friends. Ia membangunkan panggung dengan lagu ”Dengan Logika”. Musik Katon memang identik dengan pop yang kental dengan iringan gitar. Namun, bubuhan saksofon memberi rasa jazz pada lagu-lagunya.
Penonton menggila ketika ia menyanyikan ”Negeri Di Awan” dan ”Terpurukku Disini”. Bibir mereka ikut komat-kamit menyenandungkan lirik lagu di luar kepala. Seperti tersihir. Sontak penyanyi yang populer di era 1990-an ini terharu dan berterima kasih.
Tidak ketinggalan, Katon membawakan ”Aku dan Renjana”, ”Lara Hati”, ”Tak Bisa Ke Lain Hati”, dan ”Yogyakarta”. Atraksi panggung yang interaktif bukan hal baru baginya. Ia rajin berbicara pada penonton, menjelaskan lagu, bahkan memperagakan lirik dengan gerakan tubuh. Penonton pun berjoget hingga keringat bercucuran.
Hujan turun menemani sehingga sedikit membubarkan massa. Pada akhirnya, Katon mengucap selamat tinggal dengan ”Dinda Dimana”. Sebuah penutupan yang manis.
Kawula muda
Bisa dibilang hari kedua adalah harinya kawula muda. Musisi yang hadir adalah mereka yang tengah eksis di blantika musik. ”Aku datang dari hari pertama, tapi sebenarnya ngincer hari kedua. Pas ini banyak artis, termasuk Ardhito Pramono, Pamungkas, dan Tulus,” kata Miratulailli (25), salah satu penonton.
Musisi jazz pop muda, Ardhito Pramono, menyapa dengan ”Superstar” dengan suara lembutnya. Jangan heran jika teriakan dan tepuk tangan penonton, khususnya para gadis, menyambut kedatangannya. Semangat mereka semakin membara saat ”Say Hello” dimainkan.
Panasnya suasana sedikit reda dengan lagu-lagu santai, seperti ”Fine Today”, ”Sudah”, ”Plaza Avenue”, dan ”I Just Couldn't Save You Tonight”. Penampilan Ardhito tambah lengkap dengan mempersembahkan ”Bitterlove”. Lagu ini berjasa dalam melambungkan namanya di dunia musik.
Lagu ”Wijayakusuma” menjadi penutup konser Ardhito dengan aransemen yang menyatukan musik tradisional dan modern. Bunyi suling seakan mengundang rasa nasionalisme bangkit.
Musisi lain yang juga tampil adalah Sierra Soetedjo, Pamungkas, dan Ricad Hutapea feat Bhavana. Meskipun membawakan sedikit lagu, Ricad Hutapea dan Bhavana mencuri perhatian lantaran memadukan jazz dengan musik etnik.
Selanjutnya, Reza Artamevia menghidupkan malam dengan lagu-lagu lawas, sebutlah ”Aku Wanita”, ”Satu Yang Tak Bisa Lepas”, ”Keabadian”, dan ”Dia”. Penampilan sang diva yang teatris ditutup dengan ”Berharap Tak Berpisah” yang bernuansa fusion jazz. Penonton bahkan bernyanyi sambil melompat-lompat.
Tulus mengakhiri perayaan Senggigi Sunset Jazz pada tahun ini. Tanpa basa-basi, ia langsung ”menghajar” panggung dengan ”Satu Kali”, ”Ruang Sendiri”, dan ”Labirin”. Penonton, apalagi penggemarnya, antusias melafalkan lirik sembari merekam di ponsel. Suara bariton Tulus memenuhi pantai.
Penyanyi yang tinggi menjulang ini lalu menampilkan beberapa lagu lama sekaligus lagu baru lainnya dari album Manusia, yaitu ”Kelana” dan ”Tujuh Belas”. ”Lagu ’Kelana’ bercerita tentang pertanyaan tentang tujuan hidup kita,” kata Tulus menjelaskan yang disambut sorakan penonton.
Tulus menyelesaikan konsernya dengan ”Hati‐Hati di Jalan”. Alunan melodi dari gitar, piano, hingga kibor serta dentuman lembut drum mengiringi suaranya dengan harmonis. Lirik lagu itu seakan doa agar penonton hati-hati dalam perjalanan pulang ke rumah.
Baca juga:Senggigi Sunst Jazz Dimulai Sore Ini Gairahkan Pariwisata Lombok
Tawarkan romantisisme
Kawasan Senggigi merupakan primadona dari pariwisata Lombok Barat. Sejak 2017, perhelatan Senggigi Sunset Jazz bertujuan untuk memacu pariwisata. Digelarnya acara pada tahun ini menunjukkan kawasan tersebut mulai pulih dari pandemi Covid-19 setelah sempat mati suri.
Hampir 10.000 penonton menyaksikan Senggigi Sunset Jazz 2022, di mana hari kedua mencapai 7.000 penonton. Menonton konser jazz di pantai tentunya menjadi pengalaman menakjubkan bagi sebagian orang.
”Ini pertama kalinya aku nonton konser di pinggir pantai sambil lihat sunset. Seru, ya, soalnya di outdoor, terus orang dan alamnya beda. Alhamdulillah sekarang kita bisa ada hiburan sambil berkumpul di tempat ramai,” kata Asri Sofiyanti (54) dari Cibubur, Jakarta Timur.
Pantai-pantai di kawasan Senggigi memang indah. Di Pantai Kerandangan, cahaya senja menyinari langit dan memantul di lautan dengan variasi warna merah muda, oranye, serta ungu. Deburan ombak yang landai memberi efek menenangkan.
”Festival musik ini adalah ikon dari Lombok Barat. Daerah lain banyak acara jazz juga, tetapi saya kira romantisme kehidupan yang muncul dari menonton jazz sambil melihat sunset di pantai kawasan Senggigi tentu istimewa,” kata Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid.