Ada pesona yang memancar ketika karya senada dari Sapardi Djoko Damono dan Wagiono Sunarto dipersatukan.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Suasana pembukaan pameran arsip Tribute to Urban Masters Sapardi Djoko Damono & Wagiono Sunarto di Galeri Seni Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (22/7/2022). Pameran diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana IKJ dan Ikatan Alumni IKJ untuk mengenang dan menghormati dedikasi keduanya.
Puisi Sapardi Djoko Damono (1940-2020) dan karya desain grafis Wagiono Sunarto (1949-2022) saling menemukan. Ada pesona yang memancar ketika karya senada dari kedua seniman dipersatukan. Seperti puisi Sapardi yang diberi judul Dongeng Marsinah. Puisi panjang yang ditulis antara 1993-1996 ini terasa semakin indah dan lantang ketika disandingkan dengan desain grafis berjudul Marsinah karya Wagiono.
Karya Wagiono dibuat dengan teknik saring. Ini menjadi salah satu jejak penting Wagiono, yang pernah menjadi Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) selama dua periode antara 2009-2013 dan 2013-2016.
Wajah Marsinah dalam karya Wagiono diambil dari foto setengah badan dengan rambut tergerai. Wajah perempuan itu sedikit samar. Ada baris kata yang turut menjadi cetakan. Barisan kata itu diawali kata Marsinah dengan cetakan huruf kapital berwarna merah. Kata-kata berikutnya merujuk pada media massa dalam bentuk yang lebih kecil.
Ada beberapa cetakan kata dengan bentuk huruf yang lebih besar. Mungkin ini ditujukan untuk kata-kata yang dianggap penting, yang juga dipungut dari media massa. Salah satunya bertuliskan ”Marsinah Bukan Cuma Pemberani”.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Suasana pembukaan pameran arsip Tribute to Urban Masters Sapardi Djoko Damono & Wagiono Sunarto di Galeri Seni Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (22/7/2022). Mendiang Sapardi dan Wagiono dikenal sebagai akademisi dan seniman yang aktif berkarya hingga akhir hayat. Pameran akan berlangsung hingga 17 Agustus 2022.
Latar karya grafis berupa gradasi warna merah mengalir. Marsinah adalah seorang buruh yang meninggal pada 8 Mei 1993 karena memperjuangkan upah sesama buruh. Mungkin saja gradasi warna merah pada cetakan grafis itu mengiaskan pembunuhan Marsinah. Komposisi dan warna ini sungguh menggetarkan. Imajinasi yang menyaksikannya pun segera tumbuh di pinggiran kota.
Puisi berjudul Dongeng Marsinah karya Sapardi ada di sisi kanannya. Pada bait kelima, Sapardi memulai dengan ungkapan, ”di hari baik bulan baik”. Kemudian mengalirlah kata-kata puitik yang menuturkan peristiwa yang dialami Marsinah. Dimulai dari dijemput di rumah tumpangan, disekap, hingga disiksa, dan meninggal.
Ada getaran saling menguatkan. Karya grafis Wagiono memperkuat sajak Sapardi. Sajak Sapardi memperkuat karya desain grafis Wagiono.
Pertemuan Dongeng Marsinah dan grafis Marsinah ini salah satu fragmen yang ditampilkan di Pameran Artesis 2022 (1) Tribute to Urban Masters: Sapardi Djoko Damono & Wagiono Sunarto-Dosen Seni Urban dan Industri Kreatif, Sekolah Pascasarjana IKJ di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pameran menampilkan arsip koleksi karya kedua tokoh tersebut yang dibuka pada Jumat (22/7/2022) dan berlangsung hingga 17 Agustus 2022. Rektor IKJ Indah Tjahjawulan yang pernah bekerja secara intensif dengan Wagiono selama bertahun-tahun, serta mengenal baik Sapardi, menjadi kurator pameran ini. Pameran sekaligus menyambut ulang tahun ke-52 IKJ dan ulang tahun ke-13 Sekolah Pascasarjana IKJ.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pembukaan pameran arsip Tribute to Urban Masters Sapardi Djoko Damono & Wagiono Sunarto di Galeri Seni Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (22/7/2022). Pameran akan berlangsung hingga 17 Agustus 2022.
Seni urban
Menjelang pembukaan pameran, Indah menceritakan, karya-karya Sapardi dan Wagiono menunjukkan pemikiran seni urban yang menarik bagi generasi berikutnya. Sisi kreatif kedua tokoh dipertajam secara keilmuan masing-masing.
Sapardi mulai menulis puisi sejak SMP kemudian menempuh pendidikan formal di bidang ilmu sastra dan budaya. Wagiono belajar menggambar sejak kecil dan memilih jalur pendidikan seni grafis.
Di dalam menapaki karier, Wagiono dikenal turut membentuk ”wajah desain” Indonesia. Tidak hanya desain dalam media kertas atau kanvas. Akan tetapi, termasuk desain dalam pengertian luas, seperti desain untuk penyelenggaraan suatu pameran.
Ada getaran saling menguatkan. Karya grafis Wagiono memperkuat sajak Sapardi. Sajak Sapardi memperkuat karya desain grafis Wagiono.
”Desain pameran Pekan Raya Jakarta setiap tahun itu juga pernah dikerjakan Wagiono. Berikut pula, pameran-pameran yang diselenggarakan pemerintah di luar negeri,” ujar Indah.
Wagiono secara konsisten menekuni pekerjaan desain mencakup rancangan publikasi, iklan, animasi, ilustrasi, dan anjungan ekshibisi. Di dalam pameran kali ini disertakan pula karya-karya Wagiono tentang fabel atau dunia hewan juga karya-karya gambar komikal yang belum disertai narasi.
Bagi Indah, seni menggunakan berbagai moda bahasa. Jika Sapardi mengekspresikannya dengan kata, Wagiono lebih banyak menggunakan bahasa visual. Isu-isu sosial yang menggugah perasaan mereka ditanggapi dengan pendekatan masing-masing.
Kedua seniman ini adalah pribadi yang dikenal sulit mengungkap rasa marah secara verbal. Akan tetapi, rasa marah itu tetap ada. Kemarahan yang diolah dan diekspresikan menjadi karya-karya yang tajam dan menggugah.
Karya Marsinah menjadi salah satu respons Sapardi dan Wagiono terhadap kasus-kasus buruh. Moda bahasa mereka berbeda untuk membicarakan satu masalah yang sama.
Salah satu akademisi Pascasarjana IKJ, Iwan Gunawan, mengimbuhi, meski menggarap tema sosial yang sama, Sapardi dan Wagiono tidak pernah terhubung ke dalam praktik kerja kreatif secara bersamaan. Keduanya tetap terpisah dalam berkarya.
”Karya Sapardi dan Wagiono yang disatukan di dalam pameran ini karena kebetulan mengangkat tema yang serupa. Semasa hidup mereka, tidak pernah ada karya bersama yang akhirnya menjadi seperti ini,” tutur Iwan.
Perjalanan karier Sapardi dan Wagiono sempat mengajar di Program Pascasarjana IKJ untuk jenjang pendidikan S-2 Seni Urban dan Industri Budaya. Pengalaman menciptakan konsep-konsep dan kreasi dari penciptaan karya mereka menjadi landasan bahan belajar dan diskusi di kelas.
Seni urban tentang kota Jakarta tidak luput dari tema karya Sapardi ataupun Wagiono. Ada karya lain dari keduanya yang juga dipertemukan. Karya Wagiono berupa desain grafis dengan teknik cetak saring atau sablon berjudul Mimpi Orang Kota 1 (1993). Ada personifikasi binatang bertengger di atas bentuk-bentuk geometris miring, yang menggambarkan situasi Jakarta sebagai kota metropolitan dengan banyak gedung pencakar langit. Personifikasi burung bertengger di ketinggian gedung melukiskan mimpi banyak orang di Jakarta. Karya Wagiono ini disandingkan dengan sajak Sapardi berjudul Cerita Kota.
Puisi Sapardi tergolong unik. Barisan kata yang disusun cukup panjang, tetapi ia tidak menuliskannya seperti biasa. Sapardi mencantumkan baris kata seperti membentuk kalimat tanpa jeda, kalimat tanpa titik dan koma. Karya ini dipetik dari novel Hujan Bulan Juni (2015).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pembukaan pameran arsip Tribute to Urban Masters Sapardi Djoko Damono & Wagiono Sunarto di Galeri Seni Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (22/7/2022). Pameran akan berlangsung hingga 17 Agustus 2022.
Sapardi menulis, ”Jakarta itu debu Jakarta itu macet Jakarta itu banjir Jakarta itu motor Jakarta itu yel-yel demo buruh Jakarta itu pedagang kaki lima yang mati-matian membela kios-kiosnya Jakarta itu....”
Wagiono menggambarkan mimpi orang-orang di Jakarta, sedangkan Sapardi berbicara tentang realitas sosial yang dihadapi warga di Jakarta. Titik tolaknya sama. Jakarta penuh dengan beban hidup. Akan tetapi, masih banyak orang datang dan menetap untuk meraih mimpi.
Dua seniman ini akhirnya mencapai titik temu tanpa harus berarti pertemuan secara fisik. Keduanya membawa puisi dan grafis menjadi kawan seiring dalam seni.