Aku, Pria Masa Kini yang Terawat dan ”Dandy”
Lelaki merasa penting untuk merawat diri. Tampilan yang paripurna adalah bukti kepedulian akan kesehatan dan citra diri.
Jika dulu cuci muka dengan sabun dirasa cukup, para pria kini berupaya lebih untuk bersolek. Mereka merawat kulit wajah, shopping baju dan sepatu modis, menata rambut, serta tak lupa menyemprot parfum. Di era sekarang, masyarakat pesolek alias dandy society tak lagi terbatas pada perempuan. Lelaki pun ingin tampil elok.
Saat diksi metroseksual digunakan pada tahun 1990-an, tren merawat diri pada pria baru saja tumbuh. Bibit tren ini disemai, antara lain, dari kehadiran majalah-majalah mode dan gaya hidup global yang masuk ke Indonesia. Artikel-artikel di majalah ini sedikit banyak membentuk persepsi publik akan gaya. Pada gilirannya, gaya jadi elemen penting bagi muda-mudi pencari citra diri dan identitas.
Itulah pesona gaya. Orang yang chic umumnya menjadi pusat perhatian, atau paling tidak dilirik dua, tiga, empat kali oleh orang lain. Jika beruntung, orang yang penampilannya baik bahkan bisa mendapat keistimewaan alias beauty privilege.
Baca juga: Kisah Luar Biasa Orang-orang Biasa
Hal ini pernah dialami manajer pusat kebugaran di Jakarta, David Sambur (39). Mantan model ini pernah terpilih menjadi delegasi Indonesia dalam sebuah forum global tentang mitigasi bencana yang diikuti 150 negara pada 2022 di Nusa Dua, Bali. ”Saya terpilih salah satunya karena penampilan menarik,” kata David, Jumat (13/9/2024).
Penampilan menarik yang dimaksud bukan perkara ketampanan wajah, melainkan hasil merawat diri selama bertahun-tahun. David terbiasa merawat diri sejak SMA karena berkarier sebagai model. Meski sudah meninggalkan dunia modeling, kebiasaan merawat diri tetap dipertahankan.
Saban hari ia membersihkan wajah, menyapukan toner dan pelembab, serta menggunakan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan. Baginya, kebersihan wajah dan tubuh adalah cerminan profesionalitas dan kesehatan. Penampilan bersih dan rapi pun jadi caranya membangun citra diri yang baik di hadapan kolega dan klien.
Salah satu sosok yang menginspirasinya untuk merawat diri adalah bintang sepak bola David Beckham. Mantan kapten timnas Inggris ini terkenal macho, tangguh fisiknya, sekaligus menawan. Potongan dan warna rambutnya berganti-ganti, kumisnya rapi, bajunya modis, dan kukunya kadang dicat. Beckham adalah representasi pria metroseksual yang menawan sekaligus ”laki”.
Ini perlu jadi sorotan sebab pria metroseksual kerap diasosiasikan sebagai gay. Padahal, gaya hidup ini tak ada urusannya dengan orientasi seksual. Siapa pun sah-sah saja menjadi dandy.
”Itu terserah pandangan orang. Intinya, bersih itu bagian dari iman. Kita harus tahu setiap lowongan pekerjaan selalu tertulis, ’berpenampilan menarik’,” seloroh David.
Kalau ada yang nyinyir juga saya enggak peduli. Laki-laki kalau ”merhatiin” baju dan merawat tubuh enggak kayak dulu. Sekarang lebih berani.
Hal ini pula yang diilhami anggota staf pemasaran media massa di Jakarta, Devie E (45). Ia tak ambil pusing dengan ujaran miring lantaran dirinya ”kelewat” dandy. Saking perhatiannya pada penampilan, ayah dua anak ini belanja pakaian paling tidak dua pekan sekali. Koleksi sepatunya pun lebih banyak dibandingkan sepatu gabungan pasangan dan buah hatinya.
”Kalau ada yang nyinyir juga saya enggak peduli. Laki-laki kalau merhatiin baju dan merawat tubuh enggak kayak dulu. Sekarang lebih berani,” tutur Devie yang menyukai jenama Timberland untuk busana easy going ini.
Kuncian Devie untuk tampil modis adalah memadupadankan busana. Hal ini mendatangkan apresiasi dari teman, rekan sekantor, hingga famili. Selain busana, Devie turut menunjang penampilannya dengan beragam produk perawatan kulit wajah, termasuk tabir surya. ”Disebut metroseksual pun biarin,” ucapnya.
Perawatan wajah
Para pria yang merawat kulit wajah bukan lagi anomali di masa sekarang. Produk skincare dengan embel-embel ”for men” beredar luas di pasar. Konten digital berisi tips merawat wajah untuk lelaki pun berseliweran di internet. Sudah bukan zamannya lagi lelaki malu untuk merawat wajah.
Solois bernama panggung VVYND alias Kevin Wiyarnanda punya ritual khusus menjelang tidur. Ritual merawat kelenturan kulit wajah ini dilakukan setidaknya setiap dua atau tiga hari sekali. Selain menggunakan pelembab, ia menyapukan lagi tiga jenis serum wajah.
Fungsi serum itu berbeda-beda, mulai dari mengangkat sel kulit mati hingga untuk meregenerasi sel kulit. Tiga jenis serum itu diteteskan ke titik-titik tertentu di wajahnya secara berurutan. Setelahnya, Kevin menyapukannya secara hati-hati dan merata ke seluruh permukaan wajah dengan jemarinya. Ada perasaan menyenangkan ketika ritual itu bisa rutin dia kerjakan.
Boleh jadi itu karena sensasi segar karena sel-sel kulit wajahnya terawat baik. Semakin rajin Kevin melakukannya, maka semakin naik rasa percaya dirinya. Ia juga yakin ini bentuk kepeduliannya pada kesehatan diri.
Baca juga: Gelombang Skincare Memoles Wajah Kita
”Waktu masuk umur 28 tahun baru gue mulai mikir. Wah, udah makin tua nih, gue. Kulit (wajah), kan, kayaknya juga enggak selamanya kencang terus, ya. Jadi, mumpung masih umur segini, gue coba mulai rajin-rajinin perawatan rutin, deh. Ha-ha-ha,” ujar Kevin.
Sementara itu, aktor Kristo Immanuel baru rajin merawat diri berkat istrinya. Sang istri sering mengingatkan untuk rajin mengenakan tabir surya sebelum keluar rumah, membersihkan wajah, serta memakai pelembab saat pulang dan akan tidur.
Saat masih bujangan, Kristo mengaku jarang merawat diri. Kalaupun ingat, ia hanya mencuci muka dengan sabun wajah dan itu pun dengan merek yang ada dan umum dijual.
Kini tak hanya merawat wajah, ia juga merawat rambut di klinik kecantikan. Ini dilakoni lantaran Kristo pernah mengalami masalah di kulit kepala. Akibatnya, rambutnya rontok parah. Ia lantas menempuh terapi perawatan rambut dengan metode plasma kaya trombosit (PRP). Keberhasilan terapi itu tak lupa ia bagikan di media sosialnya.
”Saya sengaja berbagi informasi itu karena kadang cowok merasa insecure kalau mengalami masalah yang sama dan bingung mau bertanya ke mana. Beberapa teman yang lihat posting-an saya ada yang mengontak cari masukan,” ujar Kristo.
Bisnis gaya hidup
Bagi sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah, masyarakat pesolek adalah bagian dari bisnis gaya hidup. Dulu, konstruksi bisnis ini fokus pada perempuan. Segala hal tentang gaya hidup perempuan lantas dikuliti dan dimodifikasi, mulai dari barang di luar tubuh, seperti tas dan pakaian, hingga akhirnya menyasar tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, seperti bisnis perawatan kuku, rambut, dan pencabutan komedo.
Lambat laun, pasar perempuan selesai dikuliti dan dieksploitasi. Tiba waktunya bisnis merambah pasar baru yang belum tergarap, yakni laki-laki. Bisnis gaya hidup untuk lelaki pun mulai dibangun.
”Ini adalah kapitalisme terhadap gaya hidup. Ini akan dikonstruksi terus-menerus karena pasar laki-laki belum tergarap semua,” ucap Tantan, Sabtu (14/9/2024).
Bisnis gaya hidup kian menggeliat dengan maraknya visualisasi pria-pria cantik sekaligus tampan, berbadan atletis, dan sangat terawat. Visualisasi seperti ini kerap ditemui pada sosok idola K-pop, J-pop, serta selebritas Thailand dan Hollywood.
Sosok lelaki seperti itu, walau kadang dicibir karena dianggap kurang jantan, rupanya sangat digilai para perempuan. Dalam perspektif perempuan, kemampuan dan kesadaran merawat diri adalah poin plus buat lelaki. Mereka yang merawat diri dianggap menarik. Dengan ini, semakin kuatlah ”supremasi” pria-pria metroseksual.
Mereka yang peduli penampilan diri pun tak perlu khawatir dianggap tidak jantan. Menurut Tantan, konsep kejantanan kini bergeser karena didekonstruksi industri gaya hidup. Kejantanan tak lagi diasosiasikan dengan jenis kelamin. Konsepnya tak lagi hitam dan putih.
”Konsep kejantanan dan kecantikan tidak lagi disandarkan pada hal bawaan. Sekarang, konsepnya lebih ke sosial dan budaya. Lelaki jantan adalah yang mampu menghormati perempuan,” ucap Tantan.
Sebaliknya, kejantanan yang ”keras” justru kini dimusuhi dan disadari sebagai maskulinitas toksik. Pada akhirnya, kejantanan adalah soal kualitas kepribadian, bukan perkara tampilan perlente. Pria-pria metroseksual, we love you. (*)
Catatan: Artikel ini adalah kolaborasi dengan peserta magang harian Kompas, Daffa Almaas Pramesthy, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.