Sehari Menjadi Pemilik Wuling Cloud EV
Jika ada penghargaan untuk jok mobil terempuk, Wuling Cloud EV pantas mendapatkannya. Kenyamanan ini daya tariknya.
Mobil listrik Wuling Cloud EV baru diluncurkan secara resmi pada Mei 2024 lalu. Meski terhitung baru, model listrik bergaya hatchback ini sudah cukup sering terlihat lalu lalang di jalanan Jakarta dan sekitarnya. Awak media diundang Wuling Motors untuk mencoba menjadi pemilik mobil ini satu hari penuh.
Sejak pagi, puluhan jurnalis dikumpulkan di Aroem Restaurant di daerah Petojo, Jakarta Pusat, pada Selasa (13/8/2024). Kudapan berupa jajanan pasar menjadi menu sarapan pagi itu, termasuk kopi dan teh hangat. Tak lama berselang, Wuling Motors memaparkan keunggulan produk itu; salah satunya adalah ragam fitur keselamatan yang segera akan dicoba.
Selepas makan siang yang terlalu dini, rombongan tujuh mobil Cloud EV, yang satu mobilnya diisi empat orang itu mulai bergerak ke tujuan pertama, yakni Club de Arjuna di daerah Kedoya, Jakarta Barat. Namun, tak ada aparat menyibak kepadatan lalu lintas di sekitar Tomang yang terbilang cukup ramai pada siang hari itu.
Rasanya memang tak perlu menggunakan jasa pengawalan bagi rombongan ini. Namanya simulasi sebaiknya memang sesuai kondisi sehari-hari. Fitur asistensi berkendara, khususnya auto vehicle hold, sudah cukup memberi kemudahan ketika berjibaku di kemacetan. Pengemudi masih perlu mengawasi lingkungan sekitar mobil, khususnya titik buta karena tidak ada peringatannya.
Baca juga: Beda Strategi, Pabrikan Jepang soal Mobil Listrik
Terjebak di kemacetan ketika mengendarai Cloud EV tidak terlalu menjemukan. Sebab, joknya terasa empuk sekali; bergaya sofa ala Italia dengan gelembung-gelembung. Jika ada penghargaan khusus bagi jok mobil paling empuk, serahkan saja itu pada Cloud EV. Ini adalah keunikan mobil yang dibanderol dengan harga Rp 398,8 juta on the road Jakarta tersebut.
Penumpang di baris kedua juga menempati ruang yang sangat lega. Orang dengan tinggi 188 cm pun masih bisa meluruskan kakinya hingga kolong jok depan. Sandaran punggung jok belakang ini bisa direbahkan sampai 135 derajat. Ini memungkinkan karena dimensi mobil relatif panjang, yakni 4,29 meter dengan jarak antarsumbu roda 2,7 meter. Ukuran sedemikian hanya untuk lima orang, tak perlu memaksa menambah baris ketiga. Ruang bagasi jadi luas sekali.
Etape pertama itu berjarak tak sampai 10 kilometer, dan ditempuh sekitar 40 menit. Di Club De Arjuna, awak media mengayun stik dan memukul bola golf, alias driving range. Kudapan segar seperti banana split atau es krim tersedia.
Brian Gomgom, Public Relation Manager Wuling Motors, berujar, bermain golf adalah aktivitas yang bisa menggambarkan keseharian pemilik Cloud EV setelah sarapan dengan rekan bisnis atau keluarga di pagi hari. ”Ini sesuai dengan kelas konsumen yang disasar, yaitu mereka yang sudah lebih mapan,” kata Brian.
Ini sesuai dengan kelas konsumen yang disasar, yaitu mereka yang sudah lebih mapan.
Pengisian daya
Di area parkir arena hiburan olahraga itu tersedia pengisian daya listrik. Namun, pengguna Wuling harus menggunakan adaptor GB/T jika hendak menggunakan pengisian berarus DC. Adaptor itu adalah kelengkapan yang bakal diterima pembeli mobil listrik Wuling.
Pengisian listrik berarus DC tanpa adaptor bisa dilakukan di kawasan Sudirman Park, SCBD. Soketnya berformat GB/T, sesuai dengan slot yang ada di sisi kiri dan kanan belakang mobil. Lokasi ini adalah satu dari 16 lokasi pengisian listrik berarus DC untuk tipe soket GB/T. Ini menjadi titik pemberhentian kedua.
Pengisian daya baterai berkapasitas 50,6 kWh itu dimulai dengan memindai kode menggunakan aplikasi E Charge International. Wuling mengklaim, pengisian daya berarus DC dari 30 persen hingga 100 persen hanya memakan waktu sekitar 30 menit.
Sembari menunggu pengisian baterai, pengguna bisa mengatur posisi jok depan dan belakang menjadi layaknya sofa. Dua jok depan bisa merebah rata setelah melepas sandaran kepala. Sandaran punggungnya bakal tersambung dengan jok belakang. Formasi itu bisa ditata tak lebih dari dua menit. Jika sudah begini, yang terlihat adalah hamparan empuk bergelembung, yang menggoda untuk ditiduri.
Dari lokasi pengisian baterai itu, rombongan beranjak menuju Langit Teduh Resort and Resto di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jaraknya relatif jauh. Perjalanan ditempuh melalui rute Tol Jakarta-Cikampek, melewati ruas tol baru Cibitung-Cimanggis, lantas masuk ke Tol Jagorawi.
Di ruas Tol Cibitung-Cimanggis, beragam fitur asistensi berkendara dicoba, seperti pengontrol laju adaptif, dan pemosisian lajur—Wuling menyebutnya intelligent driving assistant (IDA). Fitur pengontrol laju dioperasikan dengan menekan tuas transmisi ke bawah sebanyak dua kali. Jika sudah aktif, fitur IDA dinyalakan dengan menekan tombol di bilah kiri setir.
Kami juga mencoba empat mode berkendara yang tersedia, yaitu Eco+, Eco, Normal, dan Sport. Tarikan torsi 200 Nm terasa betul di mode Sport. Akselerasi itu tidak buas di mode berkendara lainnya. Sementara sensitivitas pedal rem bisa diatur secara terpisah. Fungsi-fungsi ini dikendalikan melalui layar utama di tengah dashbor.
Layar 15 inci itu jadi multifungsi sekali. Tak cuma melantangkan hiburan, ia juga bisa mengatur bermacam fitur; mulai dari yang canggih sampai yang fitur standar. Untuk mengatur kaca spion, misalnya, dimulai dari menekan layar. Sungguh tak cukup waktu beberapa jam saja menghafal fungsi-fungsi ini di layar.
Baca juga: Serbuan Mobil Listrik China
Jalan berliku
Perjalanan menuju Bogor diwarnai dengan tekanan angin ban kanan depan yang tiba-tiba berkurang. Itu terlihat pada layar klaster instrumen di balik setir. Mobil ditepikan ke area rehat. Peralatan isi angin dikeluarkan dari bagasi. Rupanya ban bermerek Leao itu ”bocor halus”.
Tak perlu khawatir, ada cairan perekat yang bisa merapatkan kebocoran itu. Proses ini memakan waktu tak sampai 15 menit jika dilakukan oleh orang yang terbiasa. Perjalanan dilanjutkan kembali ketika indikator tak lagi berwarna merah. Ban aman dipakai hingga perjalanan pulang.
Memasuki Kota Bogor, kami harus berhadapan kembali dengan kemacetan pada jam pulang kantor. Mode Eco atau Normal bisa diandalkan di situasi seperti ini. Pedal gas cukup responsif. Sebaiknya setelan rem dipasang pada mode Normal agar tak terlampau ngelos, ataupun kelewat kesat.
Dari Kota Bogor, perjalanan rupanya masih jauh, sekitar 15 kilometer ke arah selatan. Lepas dari kemacetan kota, jalanannya menyempit dan menanjak. Langit mulai gelap. Lampu LED otomatis menyala. Permukaan jalan tersinari dengan rata walau terasa kurang terang jika tak ada penerangan jalan lainnya.
Mode berkendara Normal bisa melahap tanjakan itu dengan baik. Tak sekalipun mobil kekurangan tenaga. Hampir separuh rute itu menanjak yang berangsur-angsur curam, dan jalanan makin sepi.
Rombongan tiba di tujuan akhir itu di menit-menit akhir matahari terbenam. Sudah mendekati enam jam kami berkendara. Kapasitas baterai tersisa 45 persen. Ini masih cukup untuk perjalanan pulang nanti. Kami rehat sembari makan malam dan bercengkerama sekitar dua jam di tempat yang sejuk itu.
Baca juga: Kembangkan Mobil Listrik, Produsen Terapkan Strategi Berbeda
Sekitar pukul 20.00, satu per satu Cloud EV kembali ke Jakarta setelah merampungkan tantangan yang tersisa. Perjalanan pulang melewati jalur semula, dilanjut masuk Tol Jagorawi. Rute ini lebih banyak menurun. Kami sama sekali tak memakai mode Sport, dengan gaya menyetir biasa-biasa saja.
Kecepatan tak pernah melampaui 100 kilometer per jam. Laju mobil ini dibatasi hingga 150 kilometer per jam saja, tetapi di mode Eco+ hanya 80 kilometer per jam. Di dalam kabin tak terasa limbung sama sekali. Duduk di jok belakang yang empuk itu meredupkan mata. Obrolan tentang kondisi politik terkini lebih menarik daripada mendengar musik dari pelantang yang kualitasnya biasa saja itu.
Perjalanan dengan rute total hampir 200 kilometer itu usai di daerah Ampera, Jakarta Selatan. Sisa baterai menunjukkan angka 30 persen, setara dengan keletihan kami, setelah hampir 12 jam beraktivitas. Andai joknya tidak seempuk itu, mungkin rasanya lebih melelahkan lagi.