Nyanyian Kelezatan Kuliner Nusantara
Perayaan HUT Ke-79 Kemerdekaan RI digelar dengan kenikmatan aneka ragam hidangan khas Nusantara. Anda berminat?
Merayakan hari baik dengan makan-makan bermenu lezat nan istimewa bakal semakin menyempurnakan makna perayaan itu. Seperti saat Restoran Mapple & Oak berkolaborasi dengan Joonglamenggelar acara makan malam menyambut hari istimewa peringatan HUT Ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebanyak 11 menu dan 4 minuman yang terinspirasi oleh kekayaan kuliner Nusantara disajikan berikut narasinya di acara Private Preview Poured & Plated Vol. IV: MØ x Joongla, Jumat (9/8/2024).
Semua hidangan disajikan bertahap, mulai dari makanan pembuka kecil (canape), hidangan pembuka (appetizer), sup, sajian utama (main course), hingga ditutup sajian pencuci mulut (dessert). Delapan menu digarap chef dari Joongla, dua hidangan dari Maple & Oak, serta satu hidangan hasil kolaborasi.
Secara penampilan dan penyajian, semua masakan yang dihidangkan dipresentasikan secara menarik diikuti narasi terkait setiap menu. Paparan dan narasi tersebut disampaikan pendiri Joongla, Farah Mauludynna, yang memberi semacam pengantar sebelum pengunjung mencicipi makanan.
Terdapat pula beberapa cerita terkait bahan baku lokal yang digunakan, seperti mi lethek asal Bantul, Yogyakarta, atau kecap Cap Sapi asal Bandung, yang pabriknya sudah berdiri sejak hampir sembilan dekade. Juga cerita tentang penganan brem sri asal Wonogiri, yang diproduksi secara tradisional dan turun-temurun.
”Bagi kami, makanan Indonesia itu seperti nyanyian. Sebuah aransemen yang enak didengar karena rasanya yang familiar. Makanya, kami sebut acara ini Irama Rasa Nusantara. Jika dikaitkan perayaan 17 Agustus setiap tahun, sering kali kita juga lupa untuk merayakan keragaman rasa yang ada di Indonesia,” ujar Farah.
Lebih lanjut, seluruh menu khas Indonesia yang disajikan kali ini merupakan hasil terjemahan ulang terhadap masakan tradisional daerah. Dari situ, sajian-sajian tradisional dipresentasikan dalam bentuk teknik dan penyajian baru.
Dengan begitu, secara cita rasa, kekhasan kuliner bisa tetap terjaga walau secara penampilan dan penyajian bentuknya tak lagi konvensional. Salah satunya bisa dilihat pada sajian canape, yang pada intinya terinspirasi kuliner tradisional.
Menu canape, Gemblong Les dan Bebek Madura Kroket Sambal Aoli. Keduanya sama-sama terinspirasi hidangan sesuai nama masing-masing. Kue manis tradisional gemblong dihadirkan dalam bentuk baru, berupa lapisan-lapisan tipis (pavé) irisan memanjang singkong, yang diolesi santan di setiap lapisannya. Pavé singkong itu lantas digoreng rendam dangkal (shallow frying) dan disiram lelehan gula aren.
Hasilnya cita rasa gemblong tetap terasa walau secara fisik tampilannya sudah berubah menjadi lapisan-lapisan pavé singkong gurih, renyah, sekaligus lembut. Rasa dominan manis gula aren masih terjaga layaknya sepotong gemblong.
Sementara untuk kroketnya, cita rasa isian daging bebek yang gurih pedas mengingatkan orang pada kelezatan rasa nasi bebek goreng khas Madura.
Di tahap appetizer, menu hidangan yang disajikan tak kalah unik, yakni berupa perpaduan banyak hal, mulai dari cara peyajian hingga bahan-bahan yang digunakan. Pada menu pemicu selera kali ini disajikanMie Lethek Peranakan.
Sesuai namanya, sajian ini berbahan dasar mi tradisional khas Bantul, yang terbuat dari tepung singkong (tapioka). Dalam mangkuk saji, seporsi mi lethek ini dipadukan dengan kuah gulai kecombrang serta suwiran daging ayam. Mi juga disajikan dingin dengan tambahan bumbu laksa, yang diolah menjadi granita, alias es serut beraroma ala Italia.
Hasilnya, cita rasa kaya tercecap di lidah saat hidangan disuap masuk ke dalam mulut dan dikunyah. Rasa asam segar dari kecombrang berpadu gurih dengan suwiran daging ayam serta aroma khas kuah laksa. Sebagai penguncinya, sensasi dingin muncul di rongga mulut dari tambahan granita kecombrang tadi.
Penyajian dingin macam itu menurut Farah terinspirasi metode penyajian mi soba dingin di Jepang. Warga ”Negeri Sakura” itu biasa menyantap mi soba dingin saat musim panas.
Cara penyajian dingin juga diterapkan pada appetizer kedua, Oyster Kriuk Meong. Menu satu ini berupa paduan daging tiram segar lokal, dengan tambahan kondimen berupa dua macam olahan tauco berupa saus pedas dan puree. Juga ada sambal kedondong dengan remah-remah kerupuk rengginang.
Menu utama bercerita
Pada sajian utama, menu yang dihidangkan juga lezat-lezat dan dilingkupi dengan narasi sejarahnya. Menu utama Ayam Kecipir adalah sajian hasil interpretasi ulang ayam taliwang. Menu berbahan paha ayam tanpa tulang (boneless) ini dimasak dengan bumbu taliwang, serta diisi kecipir tumis bumbu putih dengan parutan kelapa.
Berdasarkan sejarahnya, seperti dinarasikan kembali oleh Farah, ayam taliwang merupakan menu perdamaian sekaligus perpaduan bumbu-bumbu dari tiga kerajaan pada abad ke-17. Ketiga kerajaan itu adalah Karangasem di Bali, Selaparang di Lombok, dan Taliwang di Sumbawa.
Satu waktu, papar Farah, Kerajaan Karangasem menginvasi Pulau Lombok. Kerajaan Selaparang meminta bantuan Taliwang, terutama dalam bentuk tambahan prajurit dan persenjataan, untuk menghadapi serangan pihak Karangasem. Akan tetapi, pada saat yang dijanjikan, Raja Taliwang malah datang hanya dengan membawa juru masak istana.
”Raja Taliwang lantas mengajak dua raja lain duduk bersama untuk makan dengan menu ayam bakar. Dari situ kemudian tercapai kesepakatan damai dengan syarat para raja di pulau Lombok bersedia menyediakan lokasi untuk bisa ditinggali para pendatang dari Bali dengan damai.
Pada menu berat kedua, para chef Joongla dan Maple & Oak berkolaborasi menghasilkan menu Rattata, hasil interpretasi baru hidangan khas Purwakarta, sate maranggi. Khusus untuk menu ini, para chef dari kedua tempat sepakat menggunakan daging dari bagian pipi sapi
Daging itu dimasak menggunakan metode braised alias dimasak dengan sedikit air dalam panci tertutup dengan api kecil. Air yang digunakan berupa kaldu daging sapi bakar (brown stock), dengan tambahan kecap khusus biasa untuk sate maranggi.
Baca juga: Merayakan Kebinekaan Menu Zamrud Khatulistiwa
Saat dicicipi, cita rasa serta aroma sate marangginya masih terasa kuat walau metode memasaknya jauh berbeda alias tidak dibakar. Hal itu diyakini salah satunya juga berkat tambahan kecap khusus merek klasik, Cap Sapi, yang hingga saat ini masih diproduksi di Bandung sejak tahun 1935.
Di pabriknya itu, produsen kecap Cap Sapi bisa memproduksi tiga macam kecap sesuai proses penyaringannya. Kecap yang dipakai dalam sajian utama kedua sekarang merupakan hasil saringan pertama yang dianggap paling Istimewa. Sebagai pelengkap kelezatan di dalam piring juga ditambahkan dengan sambal oncom, acar tomat, dan kerupuk beras merah.
Sebagai sajian penutup, menu Rindu Brem Sri hadir menyapa. Menu itu adalah hasil kolaborasi kedua penyelenggara. Sesuai namanya, Rindu Brem Sri menggunakan bahan baku utama brem. Bahan utama tersebut terlebih dulu dijadikan bubuk kemudian dicampurkan ke dalam krim, yoghurt, serta kompot (compote) potongan stroberi, yang dimasak dalam sirup gula.
Dari situ, tekstur brem yang lembut meleleh di mulut disajikan dengan dipadu kue semprong bertekstur renyah, serta taburan kulit jeruk nipis untuk memberikan aroma segar. Untuk menikmatinya, semprong harus dicicipi terlebih dulu dan baru kemudian disusul elemen-elemen pendukung lain.
Keberadaan brem sendiri diketahui punya catatan sejarah panjang. Sebagai penganan tradisional khas Jawa sejak zaman dulu, brem terdokumentasi dalam Serat Centhini (1814). Bahan brem terbuat dari sari tape ketan, dengan ciri khas rasa manis asam, garing, tetapi sekaligus lembut saat dikunyah.
Indah dan lezatnya kemerdekaan cita rasa Nusantara merayakan Hari Kemerdekaan RI kali ini.