Bagaimana MRT Memacu Wisata Kuliner di Jakarta?
Kehadiran MRT memacu roda ekonomi bisnis kuliner sekitar stasiun. Seperti apa dampaknya?
- Sejak kapan MRT beroperasi?
- Bagaimana dampak positif jalur MRT, terutama pada usaha kuliner yang ada di sekitar stasiun-stasiun MRT?
- Seperti apa strategi pengusaha kuliner untuk menarik pengunjung?
- Bagaimana peran MRT dan usaha kuliner di sekitarnya bagi pengguna MRT?
- Bagaimana pelaku bisnis kuliner akan menyikapi pembangunan lanjutan MRT?
Sejak kapan MRT beroperasi?
Setelah menanti lebih dari 30 tahun, Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya moda raya terpadu atau MRT di Jakarta pada 24 Maret 2019. Kehadiran MRT menambah opsi layanan transportasi publik perkotaan di Indonesia selain Transjakarta, Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, Mikrotrans, dan belakangan lintas raya terpadu (LRT) Jakarta.
Saat ini, baru MRT Fase 1 beroperasi yang mencakup jalur kereta sepanjang 16 kilometer, meliputi 10 km jalur layang dan 6 km jalur bawah tanah. Jalur ini melewati beberapa stasiun, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, ASEAN, Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia. Lokasi Depo berada di kawasan Stasiun Lebak Bulus.
Secara sederhana, tarif MRT berkisar antara Rp 3.000 dan Rp 14.000, tergantung pada rute perjalanan.
Baca juga: Selamat Datang MRT Pertama Indonesia
Bagaimana keberadaan MRT berdampak pada kawasan sekitar stasiun, terutama pelaku usaha kuliner?
Kehadiran moda transportasi publik massal seperti MRT membantu mobilitas menjadi lebih cepat. Pengguna cukup berjalan kaki untuk menemukan kuliner-kuliner viral yang menggugah selera. Blok M yang sempat mati suri seiring merebaknya pusat perbelanjaan baru, perubahan budaya nongkrong generasi muda, dan pandemi, perlahan tapi pasti pulih kembali.
Usaha kuliner baru tumbuh subur. Orang rela antre berjam-jam untuk mencicipi OO Donut, Saltbread, Busy Cheese Cafe, atau Mack’s Creamery. Pada hari kerja, banyak karyawan di sekitar jalur MRT yang antre di sana. Sementara itu, pada akhir pekan yang antre kebanyakan pelancong. Yang menarik, sebagian pengunjung mengaku menggunakan MRT untuk menjangkau kedai-kedai modern yang sedang viral itu. Salah sorang di antaranya adalah Hafid Nur Prasetyanto (23), pengunjung Mack’s Creamery dari Bandung, Jawa Barat, Sabtu (10/8/2024).
Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta Ahmad Pratomo mengatakan, kawasan-kawasan sekitar stasiun MRT tak hanya bertumbuh, tetapi juga beradaptasi. Blok M merupakan kawasan berorientasi transit yang dikembangkan pihaknya dengan konsep green creative hub, seperti adanya Taman Literasi.
Selain Blok M, kawasan mana lagi di sekitar jalur MRT yang menjadi spot kuliner?
Tidak hanya Blok M, Cipete ikut bertransformasi. ”Sesuai kebutuhan pengguna MRT. Di Cipete, dulu banyak bisnis, seperti garmen. Sekarang, kuliner semakin banyak,” ucapnya.
Di Cipete tak hanya UMKM, pemanfaatan peluang juga dilakukan perusahaan pengembang besar, seperti pengelola Urban Forest Cipete. Head of Planning and Project Urban Forest Cipete Harya Nayaka Wijaya menyebutkan, dulu banyak pebisnis kuliner mendatangi Urban Forest Cipete dengan tujuan menyewa tempat di area taman. Atas pertimbangan itu, Urban Forest Cipete membangun Taman Brightspot di area itu dengan konsep retail compound. Penyewanya adalah resto-resto unik dan menarik.
Kawasan Lebak Bulus yang menjadi pemberangkatan awal dan pemberhentian terakhir sekaligus depo MRT, bisnis kuliner juga tumbuh. Pusat belanja, seperti Poins Square di Lebak Bulus yang sempat sepi saat pandemi, misalnya, kini mulai bergeliat lagi. Ini antara lain dipicu keberadaan akses moda transportasi MRT yang memudahkan orang datang dan pergi dalam waktu singkat.
Pengunjung juga dimudahkan dengan keberadaan jembatan layang Simpang Temu Lebak Bulus yang sudah mulai beroperasi. Jembatan sepanjang 307,5 meter ini menghubungkan Poins Square dan Stasiun MRT Lebak Bulus Grab. Lokasi itu sudah terisi sejumlah tenan kuliner. Di lokasi ini, kita bisa menemukan sejumlah kedai yang menyajikan mulai menu lokal, chinese food, hingga menu Vietnam bisa kita jumpai di beberapa lantai.
Di depan dan sekitar Pintu A Stasiun MRT Lebak Bulus, sejumlah kedai kopi modern dan pedagang kaki lima juga bermunculan. Tidak jauh dari situ, bisa ditemukan pula warung Soto Betawi Pinangsia yang menyajikan soto hingga asinan betawi serta warung Crito Kulo yang menyajikan menu-menu bernuansa jawa.
Kedai-kedai itu menjadi semacam titik kumpul orang-orang yang turun dari MRT dan menunggu ojek online atau jemputan. Banyak di antara mereka yang mampir ke kedai-kedai untuk mengisi perut atau sekadar ngemil. Ini antara lain dilakukan Noni Desiyanti (50), karyawan swasta yang berkantor di SCBD. Noni dan suaminya biasa makan malam di sekitar kawasan Lebak Bulus sebelum pulang ke rumah di Sawangan, Bogor, sekitar satu jam perjalanan lagi dari Lebak Bulus. Mereka memilih makan malam di luar karena tak lagi punya tenaga untuk memasak di malam hari.
Baca juga: Berbondong-bondong Mengular demi Kuliner Viral
Seperti apa persaingan usaha kuliner untuk menarik menggugah selera pengunjung?
Demi menarik pengunjung, sejumlah pebisnis kuliner di seputar stasiun MRT menerapkan beragam strategi. Salah satunya, menawarkan menu lezat nan unik. Pemilik Warung Mie Ayam Sapi Pedes Sedep Cipete, Muhammad Massaro (30), misalnya, menyediakan menu olahan mi dan nasi dengan tambahan lelehan keju ataupun tambahan daging sapi.
Massaro menetapkan harga ekonomis, mulai dari Rp 2.000 untuk sepotong tahu atau tempe goreng hingga termahal seporsi mi ayam sapi mozarella seharga Rp 36.000. ”Orang berani datang dari jauh-jauh bahkan untuk sekadar penasaran nyobain karena ada pilihan MRT. Dengan MRT, benar-benar termudahkan,” ujar Massaro yang per hari menjual lebih dari 200 porsi.
Di Blok M, pemilik Mack’s Creamy, Stephanie Joey, ikut berinovasi demi menggaet pembeli generasi Z. Misalnya, ia membuat wadah es krim menarik serta aneka pilihan rasa yang unik, seperti stroberi kecombrang nipis.
Baca juga: Musim Semi Kuliner di Sekitar Stasiun MRT
Seberapa besar peran MRT dan usaha kuliner bagi para pengguna MRT?
Pemerhati sekaligus penulis sejumlah buku kuliner, Kevindra Soemantri, Sabtu (10/8/2024), mengatakan, keberadaan transportasi publik massal, seperti MRT, kini memiliki fungsi baru selain alat transportasi. Menurut dia, masyarakat urban mulai menganggap MRT sebagai sarana yang memudahkan mereka berwisata, terutama kuliner.
Begitu pula dengan usaha kuliner yang ada di sekitar stasiun. Tidak hanya untuk mengisi perut yang keroncongan atau menyegarkan kerongkongan kering, bagi Noni Desiyanti (50), warga Sawangan, Depok, Jawa Barat, tempat kuliner menjadi tempat transit untuk mengumpulkan energi sebelum mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Belajar dari fenomena tersebut, bagaimana pelaku bisnis kuliner menyikapi MRT Fase 2?
Seperti diketahui, pembangunan MRT Jakarta kini berlanjut ke Fase 2 yang melanjutkan koridor utara-selatan fase 1. Jalur kereta akan sepanjang 11,8 km dari Bundaran HI-Ancol Barat.
Fase 2 terdiri dari dua tahap, yaitu Fase 2A dan Fase 2B. Fase 2A terdiri dari tujuh stasiun bawah tanah, yaitu Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota. Sementara Fase 2B terdiri dari stasiun bawah tanah Mangga Dua dan Ancol serta satu depo di Ancol Marina.
Penulis buku kuliner, Kevindra Soemantri, menyebutkan, kemungkinan antusiasme jauh lebih besar akan ditunjukkan pelaku bisnis kuliner menjelang beroperasinya MRT Fase 2. Apalagi beberapa tempat di Fase 2 adalah tujuan wisata dan kuliner ketimbang Fase 1, misalnya Museum Nasional dan Kota Tua. Beberapa tempat sepanjang jalur Koridor II sudah berbenah diri, seperti Gajah Mada Plaza.
Baca juga: Progres MRT Fase 2A Terus Dikebut