Merdeka Mengonsumsi sampai ke Cirebon
Mereka yang berada dalam masyarakat konsumen perlu mengonsumsi untuk merasa hidup. Aku mengonsumsi, maka aku ada.
Cirebon tak ubahnya ’metropolitan’ yang menarik pemilik modal. Selembar kaus milik jenama asal Jepang, yang semula hanya ditemukan di pasar barang bekas, kini mendarat di gerai pertamanya di kota itu dan memicu ”histeria”.
Catur Nugroho (36), supervisor Rumah Makan Ayam Goreng Bahagia 71 Hj Sunarti, mengenang kisahnya saat pertama mengenal baju-baju bermerek internasional. Bukan dari butik aslinya yang ternama, melainkan di pasar baju second (bekas) di Cirebon yang dikenal dengan nama Cimol. ”Kalau di Cirebon namanya Cimol, ’Cirebon Mal', bekas gitu. Bukan jualan barang-barang cacat, tapi barang bekas pakai orang-orang luar yang masih bagus,” tuturnya pada Jumat (29/3/2024) sore di Cirebon, Jawa Barat.
Ia berburu kaus-kaus bekas bermerek (second branded) itu karena tak mungkin membeli di gerai aslinya. Harganya sudah pasti mahal. Cimol lebih pas bagi Catur. ”Di sana ada pengepulnya. Jadi kalau kita beli, ada satu karung gede terus kita disuruh nyari sendiri. Ada Uniqlo, Adidas, macem-macem-lah,” ujar Catur.
Ia membeli baju-baju itu dengan harga rata-rata Rp 15.000 atau Rp 20.000 per potong. Kualitasnya, kata Catur, tak jauh beda dengan produk merek-merek itu saat ini. ”Saya ngumpulin, dipakai, abis itu dijualin. Kalau udah bosen, tawarin ke temen-temen sendiri,” katanya seraya tertawa.
Uniqlo adalah salah satu produk yang disukai Catur. Katanya, bahannya enak dan modelnya simpel. Saking fanatiknya, ia masih menyimpan satu jaket dan dua kaus Uniqlo second. ”Enggak nyangka, setelah lebih dari 10 tahun, Uniqlo buka juga tokonya di Cirebon. Hari ini pun rame banget karena pembukaan Uniqlo. Jalanan sampai macet,” tutur Catur.
Akhir pekan di bulan Ramadhan itu merupakan libur panjang karena ada cuti bersama memperingati wafat Isa Al Masih. Di akhir pekan itu, tepatnya Jumat (29/3/2024), Uniqlo membuka gerai pertamanya di CSB Mall Cirebon. Waktunya pas karena orang-orang juga baru saja menerima tunjangan hari raya (THR). Hasrat untuk berburu kebutuhan Lebaran tengah meningkat pesat.
Tak ayal, hari itu, Cirebon macet laiknya Jakarta. Pengunjung memadati CSB Mall, tempat parkir penuh sesak. Jalan Dr Cipto Mangunkusumo yang berada di depan mal padat kendaraan sejak pagi hingga jelang tengah malam. Pengunjung—tua, muda, dan anak-anak—antre sejak pagi dan keluar menenteng tas belanja berlogo Uniqlo. Sebagian mengenakan sarung dan peci, menyuguhkan pemandangan khas santri ”Kota Udang”.
Sukma (22) adalah salah satunya. Pegawai perusahaan konfeksi di Cirebon asal Bekasi itu sudah tiba di CSB Mall sejak pukul 08.00. Bersama seorang teman, ia datang dua jam sebelum mal buka untuk menyambut pembukaan gerai Uniqlo. Ia antre panjang di pintu masuk gerai toko itu bersama pengunjung lainnya. Wajah-wajah mereka semringah, berpadu dengan raut penasaran dan antusiasme di tengah hawa Cirebon yang gerah dan lembab.
Baca juga: Mereka yang Balapan Antre Pijat
Sukma mengaku ingin menjadi orang yang pertama menyaksikan pembukaan gerai merek populer asal Jepang itu di Cirebon. Katanya, biar tak ketinggalan tren. Rupanya Sukma dijangkiti sindrom FOMO alias fear of missing out. Takut ketinggalan. Ia juga tak khawatir lagi ketinggalan mode. Sebagai pencinta mode, ia bisa tetap terlihat keren seperti anak-anak muda di kota-kota lain.
Seperti halnya Sukma, Ahmad Dailami (20) dan Ibnu (21) tak sungkan berjejalan dengan ratusan pengunjung lain di toko baru tersebut. Kedua pemuda yang bermukim di Talun, Cirebon Selatan, itu berangkat pukul 07.00 demi menyambut pembukaan gerai merek tersebut. ”Kami naik motor berdua. Memang sudah janjian mau ke sini. Enggak sampai setengah jam udah sampai,” terang Ahmad.
Ia rupanya terpengaruh oleh Ibnu yang sudah lebih dulu memiliki produk merek tersebut. ”Bukan karena gengsi, tapi lebih karena bahannya yang enak, adem, kayak premium gitu. Biarpun harganya enggak murah-murah banget, tapi worth it sih harganya. Dibanding produk lain juga lebih awet,” kata Ahmad.
Keduanya tampak sibuk mondar-mandir di antara lautan manusia yang menyesaki toko. Meski antrean di kasir mengular sangat panjang, Ahmad dan Ibnu tak gentar. Keranjang mereka penuh dengan kemeja untuk menyambut Lebaran.
Lidia Rosdiana (20) datang ke CBS dari rumahnya di Kabupaten Cirebon yang berjarak 12 kilometer sejak pukul 08.00. Lidia datang bersama kakak dan ibunya, menempuh perjalanan selama satu jam mengendarai mobil. ”Uniqlo buka di Cirebon seneng. Bahkan, sebelum dibuka, pas ada woro-woro mau buka di sini udah penasaran. Makanya sengaja ke sini buat belanja,” tutur mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon ini.
Lidia menggemari produk-produk merek asal Jepang itu sejak duduk di bangku SMA. Biasanya dia berbelanja di Bandung. ”Aku lumayan favorit karena buat daily, kan, nyaman bahannya. Terus modelnya juga basic, enggak neko-neko,” kata Lidia.
Menurut Lidia, kehadiran merek Uniqlo di Cirebon menjadi bukti kemajuan Cirebon. Ini juga membuktikan bahwa Cirebon sudah dikenal banyak orang, sekaligus sebagai tujuan investasi. ”Dulu, kan, enggak ada yang tahu Cirebon. Karena, kan, aku dulu sekolah di Bandung, temen-ku banyak yang enggak tahu Cirebon itu di mana. Padahal jaraknya dekat dari Bandung. Apalagi sekarang ada Tol Cisumdawu, 2,5 jam aja nyampe Bandung-Cirebon pakai mobil,” ucap Lidia.
Sebagai warga Cirebon, kehadiran merek global itu membuat Lidia bangga. Cirebon menjadi bagian dari tren masa kini, tak ketinggalan dari kota-kota lainnya.
Jadi Cirebon itu udah maju juga sekarang. Bangga jadinya. Semoga makin banyak lagi brand global yang buka store di sini, jadi orang-orang bisa berkunjung ke Cirebon, ada tujuan (jalan-jalan) lainnya. Enggak cuma ke keraton.
”Jadi Cirebon itu udah maju juga sekarang. Bangga jadinya. Semoga makin banyak lagi brand global yang buka store di sini, jadi orang-orang bisa berkunjung ke Cirebon, ada tujuan (jalan-jalan) lainnya. Enggak cuma ke keraton,” ujar Lidia yang entah bagaimana mengaitkan antara kemajuan dan kehadiran sebuah toko global.
Selain Uniqlo, di Cirebon sudah ada beberapa merek global lainnya, termasuk di bidang kuliner yang menjadi penanda arus globalisasi gaya hidup di kota itu.
Dalam sambutannya, Penjabat Wali Kota Cirebon Agus Mulyadi terang-terangan mengungkapkan apresiasinya terhadap merek Uniqlo yang telah berinvestasi di Kota Cirebon. Hal ini, ujar Agus, menunjukkan Cirebon telah menjadi salah satu market investasi dan pusat perdagangan yang memberi ruang seluas-luasnya bagi masuknya investasi. Investasi, tegasnya, akan memberi dampak luas bagi perkembangan Kota Cirebon.
Di sisi lain, kehadiran merek asal Jepang tersebut juga turut memajukan UKM di Kota Cirebon. Dia berharap, sinergitas antara pelaku usaha besar dan UKM melalui program UKM Neighborhood bisa berjalan baik tanpa harus melemahkan satu sama lain.
Yuli Hasan, pemilik Swarna Alam, produk fashion berbasis ecoprint di Cirebon adalah salah satu dari enam UKM yang terpilih dalam Cirebon Neighborhood, program kolaborasi Uniqlo dengan UKM lokal. Uniqlo menyediakan tempat bagi pelaku UKM terpilih mempromosikan produknya. ”Ini angin segar untuk UMKM Cirebon. Alhamdulillah, kami sekarang ada di mal,” ucap Yuli.
Ia yakin, ada keuntungan dari sana karena ia bisa mempromosikan produknya secara gratis. Masuk Uniqlo, berarti karyanya masuk katalog gerai Uniqlo di berbagai kota.
Director of Corporate Affairs PT Fast Retailing Indonesia (UNIQLO) Irma Yunita mengungkapkan, Cirebon menjadi salah satu kota ’incaran’ karena potensinya sebagai salah satu destinasi wisata.
”Orang enggak cuma ke Bandung, tapi juga ke Cirebon. Bahkan, kalau lihat perjalanan tolnya, kan, bisa lanjut ke Semarang juga, kayak udah dalam satu akses transportasi. Jadi chance yang kita lihat lebih besar juga, enggak cuma Cirebon. Tapi turis yang mampir, menuju destinasi lain, juga jadi salah satu target,” kata Irma.
Baca juga: Mari Kupijat Rasa Lelahmu
Cirebon si kota udang, yang dulu berupa dusun kecil yang didirikan Ki Gedeng Tapa, kini tak ubahnya ’metropolitan’ yang menarik para pemilik modal. Seperti halnya kota-kota lain di Tanah Air, Cirebon terus menggeliat. Salah satu indikasinya tampak dari ramainya penukaran uang baru setiap menjelang Lebaran. Tahun ini, misalnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menyiapkan Rp 3,9 triliun untuk penukaran uang di wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Akhir Maret lalu, perputaran uang diperkirakan lebih dari Rp 1,3 triliun. Biasanya, hanya berkisar Rp 1 triliun per bulan. ”Ini menunjukkan perekonomian di wilayah Cirebon sudah menggeliat lagi,” ucap Kepala Kantor Perwakilan BI Cirebon Anton Pitono.
Viera (22), warga Cirebon, bahkan menganggap kehadiran merek global di Cirebon sebagai Cirebon Pride. ”Ini kebanggaan, Cirebon jadi sejajar dengan kota-kota modern lain. Sebagai warga Cirebon sekarang aku merasa sejajar sama warga di kota besar lain di Indonesia. Cirebon enggak kalah sama kota-kota lainnya,” katanya gadis pencinta fashion ini.
Merujuk pada Jean Baudrillard, filsuf postmodern, dalam bukunya, The System of Object (1968), kondisi pada era kapitalisme lanjut di mana obyek konsumsi atau komoditas berhasil mendikte seluruh aspek kehidupan manusia. Alhasil, seseorang memaknai eksistensi dirinya melalui komoditas yang dibeli, yang sudah disisipkan tanda-tanda tertentu. Mereka mengonsumsi untuk merasa hidup. Pemaknaan itu melahirkan slogan ”Aku mengonsumsi, maka aku ada...”.