Lebaran Juga Disambut Kesedihan, Ketakutan, hingga Kemarahan
Mudik lazimnya dijalani dengan kebahagiaan, tetapi sebagian warganet malah mengutarakan kekesalannya. Lho, apa sebabnya?
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspresi warganet untuk menyambut Lebaran kali ini ternyata tak hanya kesenangan atau kebahagiaan. Mereka yang mencurahkan isi hatinya di media sosial juga mengungkapkan kesedihan, ketakutan, hingga kemarahan.
Demikian hasil analisis pantauan percakapan pemudik yang dilakukan tim peneliti Monash Data and Democracy Research Hub dan dirilis pada Minggu (7/4/2024). Mereka mengamati lebih dari 50.000 cuitan hasil percakapan di platform X selama 1-6 April 2024.
”Cuitan cinta dan kesenangan terhadap tradisi mudik yang kental begitu terasa,” ujar Co-director Data and Democracy Research Hub Associate Professor Derry Wijaya. Keceriaan terutama diutarakan mereka yang berangkat ke kampung halaman lebih awal.
Beberapa cuitan juga menandakan kesukacitaan publik lantaran bisa memajukan mudiknya menjadi 4 April lalu. Kebahagiaan dinyatakan dalam 52,6 persen atau 20.106 cuitan. Perasaan terbanyak selanjutnya yang dituangkan adalah kesedihan sebanyak 11.970 cuitan atau 30,3 persen.
Ketakutan nyatanya turut dituturkan dalam 3.267 cuitan atau 8,55 persen. Warganet juga menyampaikan kemarahannya dalam 2.444 cuitan atau 6,4 persen. ”Mereka yang takut, marah, atau khawatir disebabkan puncak arus mudik yang berlangsung dua hari sebelum Lebaran,” ucap Derry.
Terlebih, pemudik mendapati proyeksi jumlah kendaraan yang meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya. Kemarahan pun dilontarkan terkait kemacetan yang terjadi dari Cipali hingga Cirebon, dibarengi maraknya calo tiket mudik saat Idul Fitri kian di ambang pintu.
”Selain itu, kesedihan muncul karena kerjaan belum selesai atau kemacetan yang bikin warga memilih tak berangkat,” katanya. Percakapan dengan emosi negatif ikut ditelaah. Sebagian besar pembahasan tersebut berkisar tentang kemacetan lalu lintas dan cerita warga yang menembusnya.
Derry juga menemukan emoji yang paling banyak digunakan, yaitu menangis dalam 9.626 kata. Setelah ditelusuri lebih lanjut dalam beberapa cuitan dengan interaksi tertinggi, emoji itu dipasang para pekerja kantoran yang masih harus bekerja atau belum mendapatkan cuti.
Menurut Co-Director Data & Democracy Research Hub Ika Idris, pihaknya mengumpulkan cuitan dengan menggunakan kata kunci mudik, pemudik, pulkam, pulang kampung, baliak basamo, balik kampung, mulih, muleh, pulang basamo, baliak kampuang, pulang kampuang, ganjil genap atau gage, dan tol.
”Hasil yang dikumpulkan sekitar 50.000 cuitan. Lalu, dipilah dengan menghilangkan cuitan berulang atau duplikat,” ujarnya. Akhirnya, sekitar 38.000 cuitan dianalisis. Observasi tersebut sempat terkendala overengineering dan menyatukan persepsi, tetapi bisa diatasi.
Metode yang digunakan adalah model deep learning BERT dan diterapkan khusus untuk mendeteksi emotion dalam tweet berbahasa Indonesia. Model itu mengklarifikasi tweet menjadi lima jenis emosi yang terdiri dari bahagia, sedih, takut, marah, dan cinta.
Peneliti Data and Democracy Research Hub, Alyas Widita, memaparkan hasil kajian emosi dalam percakapan mengenai mudik. Pengguna platform X di Jakarta dan Denpasar mengekspos tingkat kesedihan terendah. Adapun tingkat kesedihan tertinggi terdapat di Kota Bogor, Malang, dan Yogyakarta.
Bogor dan Semarang juga menjadi kota dengan pengguna platform X terbanyak yang mengunggah emosi marah. Pola kekesalan tampak di kota-kota tujuan pemudik yang mengindikasikan arus kendaraan begitu tinggi sehingga memicu kemacetan, kepadatan, bahkan kecelakaan.
Sementara warga Jakarta kemungkinan bisa menikmati jalan yang lebih lengang. Sosialisasi pihak berwenang hingga pengguna media sosial X soal penerapan kebijakan cukup masif dengan tagar-tagar seumpama SiapLebaran2024, OpsKetupat2024, dan Aman dalam Berlebaran.