Pertaruhan Baru VW Tiguan
VW Tiguan wajah baru dijual Rp 854 juta. Fiturnya standar saja, tetapi enak dikemudikan.
Pembaruan terkini Volkswagen Tiguan Allspace ada di sektor perwajahan. Kenikmatan berkendara masih jadi andalan. Meski begitu, SUV ini menghadapi tantangan bersaing dengan kompetitor yang jor-joran memakai fitur keselamatan canggih. Apalagi, harganya mencapai Rp 854 juta.
PT Garuda Mataram Motor (GMM), agen pemegang merek Volkswagen alias VW di Indonesia, menyematkan embel-embel the all-new pada Tiguan Allspace. Klaim itu tak sepenuhnya salah, tetapi kenyataannya hanya sedikit yang benar-benar baru. Tiguan ”terbaru” ini tergolong facelift dari generasi kedua. Generasi ketiganya baru akan dijual di pasar global pada 2024 di pasar global, dengan wajah mirip VW Golf generasi kedelapan.
Perubahan paling tampak terlihat pada gril depan. Gril yang menyembunyikan radiator itu tersusun dari tiga bilah horizontal, sama dengan model sebelummnya. Tapi, salah satu bilah itu bisa berpendar. Pendarannya seolah mempertemukan lampu kiri dan kanan pada logo bulat VW di bagian tengah gril. Desain logo itu baru yang cenderung dua dimensi.
Model lampu utamanya berubah. Kedua ujung luarnya menguncup di sisi samping bodi mobil. Lampunya menggunakan proyektor LED. Lampu kabut, yang sebelumnya ada di bagian bawah bemper, bersatu dengan lampu utama. Namanya kini weather light yang difungsikan dengan menarik kenop putar di dasbor mobil.
Perubahan minor terlihat di bodi belakang. Bagian bumper dihiasi dengan bingkai warna krom, serta garis merah yang berpendar terpantul lampu memanjang selebar bodi. Desain lampu utama di belakang sekilas sama dengan model sebelumnya. Hanya saja, konfigurasi lampu di dalamnya yang berbeda. Emblem ”Tiguan” kini diletakkan di bagian tengah, tepat di bawah logo VW—selaras dengan model-model terkini merek ini.
Dari samping, garis bodi Tiguan baru ini sama saja. Volkswagen kini kembali memakai tudung spion berwarna sama dengan bodi, setelah di model sebelumnya memakai warna perak—apa pun warna bodinya. Lengkung roda juga diimbuhi tambahan sewarna bodi. Kesannya jadi lebih rapi.
Nuansa model SUV yang semestinya gagah tertolong dengan penggunaan roda berpelek 20 inci. Nama desainnya Missano. Pelek ini dirasa paling pas bagi Tiguan. Selain warnanya hitam, ruang rodanya jadi tampak penuh. Pilihan lainnya adalah pelek berukuran 18 inci dengan nama desain Frankfurt. Pembeli mobil bisa memilih mau pakai Missano atau Frankfurt. Memilih desain Missano sangat direkomendasikan meski berkonsekuensi memakai ban yang besar.
Kompas mencoba Tiguan terbaru dengan pelek model Missano ini pada 8-12 Desember 2023 lalu. Kami menggebernya ke Kota Surakarta, Jateng; mengajak ia ”menonton” festival musik Rock in Solo di jantung kota. Membawa SUV demi konser rock adalah paduan seru. Rute Tol Transjawa, tentu saja, pilihan yang tepat. Sebab, SUV masa kini tak harus tangguh di jalan nonaspal, tetapi juga nyaman berkelana jarak jauh.
Tangki bensin kami isi penuh sebanyak 58 liter dengan bensin beroktan 98 sebelum berangkat. Mesin berkode EA211 ini mensyaratkan bahan bakar minimal oktan 95. Mesin itu menghasilkan tenaga puncak 148 hp, dengan torsi maksimum 250 Nm. Ini adalah mesin dan performa yang serupa dengan VW Golf generasi (mark/Mk) ketujuh edisi facelift, keluaran 2016.
Baca juga: All New Golf GTI, Kembalinya DNA Sport VW ke Indonesia
Selain memakai mesin yang sama, bagian interior Tiguan generasi ini seperti mengadopsi VW Golf Mk 7. Tengok saja joknya. Bentuknya sama, dengan sandaran nyaris rata. Bagi sebagian orang, bentuk jok ini kurang nyaman. Namun, penumpang yang mendampingi Kompas yang duduk di depan mengaku tidak merasa pegal-pegal setibanya di tujuan.
Jok Tiguan juga lebih canggih. Pengaturan sandaran, ketinggian, sampai kedalamannya elektronik. Konfigurasi paling pas bisa disimpan. Ini tak cuma berlaku di jok pengemudi, tetapi juga penumpang depan. Dua jok di baris depan ini juga mengeluarkan hawa dingin, atau hangat, sesuai keinginan. Fitur ini peningkatan dibandingkan Tiguan sebelumnya.
Melibas tol
Jalur Tol Transjawa pada awal Desember itu terbilang lengang. Ruas Tol Layang MBZ dilibas dengan kecepatan relatif tinggi, sekaligus menguji kenyamanan bantingan mobil. Teknologi Dynamic Chasis Control (DCC) benar-benar manjur meredam guncangan antar-ruas jalan layang itu. Dampaknya, kami tak perlu sering-sering menurunkan kecepatan. Libas saja.
Kinerja mesin, meski angka-angka dayanya seolah biasa saja, bisa membuat senyum-senyum. Transmisi khas VW, yakni direct-shit gearbox (DSG), berkopling ganda cerdas mengatur kebutuhan tenaga. Pepohonan di tepi jalan tol daerah Palimanan, misalnya, membayang saja ketika kaki menginjak pedal gas, bahkan setengahnya. Jalan lempang itu dilahap dengan kecepatan konstan.
Transmisi otomatis mobil ini enam kecepatan sehingga ”napas” tenaganya lebih panjang. Pada kondisi tertentu, misalnya ketika hendak menyalip, perlu sedikit memainkan tuas gigi atau paddle shift untuk mendapat tambahan torsi. Cukup turunkan gigi dua level, mobil dengan panjang 4,7 meter ini beringas. Atau jika enggan memainkan tuas, tambah saja tekanan pada pedal gas, maka level gigi berkurang sampai tercapai tarikan yang dibutuhkan.
Jadi, meski di atas kertas, angka torsinya ”hanya” 250 Nm, Tiguan ini cukup beringas di jalur antarkota. Mobil ini terasa ”hidup” di rentang kecepatan sekitar 90-160 km per jam. Di atas itu, ”napasnya” ngos-ngosan.
Pada rentang kecepatan ideal itulah puncak kenikmatan menyetir Tiguan. Mobil berukuran SUV sedang ini punya pengendalian yang terbilang presisi, layaknya sedan atau hatchback. Nilai plusnya, posisi duduk yang tinggi membuat menyetir lebih percaya diri. Muncul keyakinan bahwa mobil bisa dikendalikan maksimal. Di tikungan, ia minim limbung. Di tanjakan, tenaganya lebih dari cukup. Di lapisan bergerunjal, guncangannya teredam.
Dengan kondisi demikian, jarak sejauh 520 kilometer sampai Kota Surakarta dicapai dalam waktu lima setengah jam saja—dengan dua kali rehat. Kecepatan rata-rata seperti yang tertera di layar instrumen adalah 84 km per jam. Konsumsi bahan bakarnya 11,6 km per liter. Di tangki, bensin masih tersisa lebih dari seperempat, cukup untuk keliling kota dua hari.
Fitur standar
Performa Tiguan terasa menyenangkan, juga saat dikemudikan di dalam kota. Ukurannya yang tidak terlalu besar tak terlalu menyulitkan ketika harus parkir di keramaian Pasar Gede pada akhir pekan, misalnya. Ini terbantu dengan kamera 360 yang terpancar di layar utama. Jika memungkinkan, bisa juga memanfaatkan bantuan parkir semi-otomatis. Setelah terdeteksi ada ruang parkir, pengemudi tinggal memindahkan tuas transmisi saja. Urusan gas, rem, serta putaran setir biar Tiguan yang urus.
Ada juga fitur auto hold yang membuat kaki tidak harus terus-menerus menginjak pedal rem dalam kemacetan. Fitur hill start assist memastikan mobil tidak merosot ketika mulai bergerak dari berhenti di tanjakan relatif curam. Cukup injak sedikit pedal gas—tak perlu dalam-dalam. Maka, mobil akan merayap perlahan, dan bisa melaju lagi saat momentumnya sudah pas. Lalu lintas padat di Kota Semarang juga tak bikin gugup.
Di masa kini, fitur tersebut terbilang sudah jamak dipakai mobil-mobil lain. Bahkan, jenama lain telah menjadikan fitur keselamatan berbasis radar sebagai nilai lebih. Ini yang absen di Tiguan yang harganya tak bisa dibilang murah. Tiguan tak punya fitur penjaga lajur, intervensi rem mendadak, atau pengendali laju adaptif. Bahkan, pengisi daya ponsel nirkabel pun tak ada. Padahal, fitur itu kini umum dipakai mobil di rentang harga ini, atau bahkan lebih rendah.
Tiguan sepertinya masih didedikasikan pada pengguna yang gemar menyetir saja; tidak peduli pada lampu kabin yang warnanya berubah mengikuti irama lagu, atau atap kaca yang sejatinya jarang dibuka itu. Tiguan merasa cukup sebagai mobil lega dan enak.
Baca juga: Menengok Jatiluhur dengan Tiguan Allspace
Di lain sisi, ini membuahkan dilema tersendiri. Tiguan harus bersaing dengan Mazda CX-5 yang harganya Rp 600 jutaan, atau Hyundai Santa Fe yang tipe tertingginya Rp 759 juta. Bahkan, Honda CR-V bertenaga hibrida harganya ”cuma” Rp 814,4 juta.
Pasar Tiguan rasanya berbeda dengan jenama-jenama itu. Tiguan bersaing di segmen SUV premium. ”Permintaan model SUV terus meningkat di Indonesia. Kami melihat peluang itu untuk mengisi model SUV 7-seater di pasar premium,” kata Badawi Marhasan, Head of Sales PT GMM.
Pernyataan itu menyiratkan bahwa Tiguan berusaha merebut pasar jenama terkemuka macam Audi, BMW, atau Mercedes-Benz, atau memang penyuka berat Volkswagen. Mobil SUV berkapasitas tujuh penumpang keluaran jenama-jenama Jerman tersebut rata-rata harganya di atas Rp 1 miliar. Maka, di sinilah tantangan Tiguan sebenarnya. Tiguan bukan mobil semua orang meski terjual 1,5 juta unit di seluruh dunia.