Menyambung Napas Musik Tradisional
Praktisi-praktisi musik tradisional menghidupkan lagi warisan leluhurnya. Mereka melantunkan adat istiadat, menyembuhkan, hingga memohon keselamatan dan rezeki.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F21%2F537761ab-0e05-4476-9218-369529a13f50_jpg.jpg)
Penampilan grup gamelan selonding dari Bali pada pembukaan Indonesian Music Expo (Imex) 2023 di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, Kamis (21/9/2023) malam. Gamelan selonding adalah musik Bali purba yang berasal dari masyarakat Bali Aga (penduduk asli Bali).
Sejumlah musik tradisional dibayangi kepunahan yang dipicu beragam kendala, seperti regenerasi, modernitas, atau dianggap monoton. Pegiat-pegiat tradisi tersebut tak lantas bergeming. Mereka luwes beradaptasi, menggelar upacara adat, dan mengisi pentas bergengsi hingga mancanegara.
Gamelan selonding yang dimainkan enam pemain mengalun merdu di hadapan 200 undangan. Penampil-penampil yang tergabung dalam Gamelan Suling Gita Semara menyuguhkan lantunan musik begitu syahdu berlatarkan keindahan candi kurung, empat patung gupolo, dan pepohonan kamboja.
Mereka memeriahkan pembukaan Indonesian Music Expo (Imex) di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, Kamis (21/9/2023). Senandung kempul, gong, nyong-nyong, baik alit maupun ageng, hingga ceng-ceng ricik memukau penonton dengan ragam tembang semacam ”Sekar Gadung”, ”Mekare-kare”, dan ”Gita Semara”.
Lirihnya dendangan gerong atau semacam pesinden yang disirami cantiknya gradasi ungu, biru, dan kuning semakin melangutkan jiwa. Lagu-lagu tentang upacara adat, tradisi geret pandan, dan asmara dua sejoli selama sekitar 30 menit itu disambut tepuk tangan menggempita.
Wajar jika mereka terpesona. Gamelan selonding mengusung musik purba yang berasal-usulkan masyarakat Aga, penduduk asli Bali. ”Kami sangat senang dan antusias bisa tampil. Sekalian bersosialisasi dengan musisi lintas pulau dan tradisi,” kata pendiri dan Ketua Gamelan Suling Gita Semara I Wayan Sudiarsa.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F23%2F7d5fc118-5eb7-44c2-8c80-ba902834183e_jpg.jpg)
Uyau Moris dari Kalimantan Utara mengajak penonton untuk turut bernyanyi pada perhelatan Indonesian Music Expo (Imex) 2023 di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, Jumat (22/9/2023) malam. Pertemuan, konser, dan upaya ekspansi musik tradisional untuk merambah pasar global ini telah memasuki tahun keempat.
Komposer yang akrab disapa Pacet tersebut mengakui bahwa generasi muda sempat tak tertarik menekuni gamelan selonding karena dipandang kaku, repetitif, dan ketinggalan zaman. ”Saya tawarkan paradigma berbeda yang justru menarik mereka,” ujarnya.
Tanpa tercerabut dari akar, Pacet melancarkan kiat-kiat dengan terjemahan dan pengembangan tradisi lewat obyek musiknya. ”Gamelan atau gong suling Bali, di antaranya, semula tak dilirik. Saya cari benang merah dengan gambuh yang sulingnya lebih besar. Wah, sambutannya luar biasa,” ucapnya.
Baca juga : Rawon dan ”Kebrutalan” yang Nikmat
Bangkit dari kehampaan, gamelan selonding malah menembus Indonesian Music Expo (Imex) 2023. Pertunjukan, konsolidasi, hingga ekspansi musik tradisional untuk merambah pasar dunia itu dihadiri pakar, produser, dan perwakilan asosiasi dari negara-negara dengan industri musik terdepan.
Penglingsir atau sesepuh Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Putra Sukawati, mengungkapkan, gamelan selonding terpuruk hingga sekitar satu dekade lalu. ”Enggak kedengaran lagi, tapi syukurlah musik Bali terus berkembang. Rasa kekinian juga dikembangkan senimannya,” ujarnya.
Ia terkejut saat mendapati atraksi gerong yang tersimak menyisipkan sekelumit intonasi Mandarin, tetapi masih dalam batas kewajaran. ”Terdengar lebih disukai anak muda. Kayak gamelan yang cara memukulnya inovatif dan bermain-main penekanan dengan gending,” katanya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F21%2F269d0563-0524-4da2-a71e-a152656bb065_jpg.jpg)
Kerisauan gamelan selonding kembali digilas zaman lantaran tak diminati generasi penerus belum benar-benar sirna. ”Sekarang, banyak yang memainkannya, tetapi perlu diupayakan supaya gamelan selonding tetap lestari,” ucap Putra.
Musik penyembuhan
Uyau Moris juga menyambung napas sape dalam bingkai penyehatan. Alat musik khas Dayak tersebut kerap dipetik untuk mengiringi pengobatan pada masa silam. Tak sekadar mengalunkan melodi, musisi berdarah Dayak Kenyah itu juga berupaya merekonstruksi kearifan lokal nenek moyangnya.
”Dulu, sape dimainkan waktu upacara penyembuhan, tapi sudah jarang banget soalnya masyarakat beralih ke dokter dan rumah sakit,” ujarnya. Mantra sape berangsur hilang. Ia rela bersusah payah menemukan repertoar-repertoar yang dilafalkan leluhurnya.
”Sebenarnya, sape untuk pengobatan bisa dikatakan punah. Kalaupun masih diterapkan, hanya di pelosok yang jauh,” katanya. Sejak lahir, Moris yang tumbuh di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, saja belum pernah menyaksikan penyembuhan yang diselaraskan dengan lantunan sape.
Moris sampai menggandeng dosen etnomusikologi yang mengamati bebunyian di Nusantara untuk mengamati frekuensi sape. ”Saya mencari tahu efeknya untuk relaksasi. Sape sebenarnya media, tapi orang sakit yakin bisa sembuh. Semua dari pikiran. Kalau rileks, imun, kan, meningkat,” katanya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F23%2Fd7fa7838-22f1-47cc-9769-0b8eea191243_jpg.jpg)
Joged Pingitan dari Sanggar Bala Kerthi Bali dimainkan di panggung Indonesian Music Expo (Imex) 2023 di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, Jumat (22/9/2023) malam. Joged Pingitan merupakan salah satu tarian sakral untuk memohon keselamatan yang telah jarang ditampilkan.
Moris menggali jampi-jampi yang tersisa sembari menentukan frekuensi paling pas untuk menenangkan tak hanya pendengar lokal, tetapi juga global. Ia berpentas di Amerika Serikat, Perancis, Malaysia, Singapura, Jepang, Thailand, Kazakhstan, Panama, hingga Ekuador.
”Makanya, sebelum konser, penyelenggara kadang meminta materi tentang musik healing (penyehatan) yang saya tawarkan,” ucapnya. Ia sudah menggeluti kordofon tersebut sejak usia dini seraya mengamati sang kakek yang termasuk maestro dan perajin sape di kampungnya.
Saat berusia delapan tahun, Moris sudah unjuk gigi. Kecintaan pun tumbuh hingga ia mengembalikan khitah sape dengan metode kekinian. ”Aslinya, musik dan mantra beriringan. Azimat dilafalkan untuk memanggil arwah nenek moyang. Media pendampingnya sape sekaligus pengantar,” ujarnya.
Pengelola Sanggar Siradjuddin Gowa asal Sulawesi Selatan, Sangmangawaru, turut menyimpan kerisauan serupa soal ritualnya, Pepe Pepe Baine. Pelaku-pelaku tari, musik, dan nyanyian itu sudah seyogianya beregenerasi mengingat sebagian senimannya mulai berumur.
”Paling tua 44 tahun. Apalagi, banyak dari mereka masih keluarga. Ayah, ibu, adik, sampai mertua saya juga pengurus sanggar,” kata seniman yang kerap dipanggil Anwar itu. Ia dan kolega-koleganya bukan pula jagoan kandang dengan melanglang ke Jakarta, Palembang, dan Balikpapan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F23%2Fbce1c6cc-5d46-4eed-b22b-dd7f9f0dce28_jpg.jpg)
Penampilan grup musik asal Lampung, Sako Sarikat, di panggung Indonesian Music Expo (Imex) 2023 di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, Jumat (22/9/2023) malam. Expo ini bertujuan untuk memperkenalkan serta menjajakan produk musik etnis tradisional Nusantara atau dikenal dengan world music ke pasar dunia.
Ajang-ajang mancanegara pun berhasil ditembus, umpamanya Belgia, Perancis, Belanda, Malaysia, dan Singapura. Animo penanggap demikian besar berkat Pepe Pepe Baine yang menebarkan eksotisme diselingi atraksi dengan api bernuansa magis.
Tak heran, Anwar dan rekan-rekannya termasuk rombongan penampil yang diganjar sambutan paling hangat saat Imex 2023. Mereka tak hanya menghibur, tetapi juga mengisi forum, menyimak presentasi, sehingga menambah wawasan dan berinteraksi dengan musisi lain.
Baca juga : Para Penakluk Keluak
”Jadi, merasa dimanusiakan. Senang sekali,” kata Anwar yang baru pertama kali berpartisipasi dalam Imex sejak digelar pertama kali pada tahun 2020. Ia masih menyimpan kerisauan mengingat Pepe Pepe Baine pernah mati suri pada tahun 2002-2009.
”Marak lagi setelah handphone (ponsel) berkamera bermunculan. Pepe Pepe Baine semakin dikenal karena foto dan videonya dipasang di media sosial,” ucapnya. Anak muda diharapkan ikut melanggengkan Pepe Pepe Baine agar kesulitan merekrut pemainnya tak terulang lagi.
Banyak meninggal
Joged Pingitan ikut terbenam seiring banyak pelakonnya yang sudah sepuh, bahkan meninggal. Paduan tari dan musik tradisi etnik asal Bali tersebut lenyap dipicu dua kali bom, terlebih Covid-19 merebak. Wisatawan kembali beringsut, tetapi kaderisasi seniman-senimannya mandek.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F22%2Fc9e0833e-75c1-465d-b587-870d8fce3bf1_jpg.jpg)
Pemandu wisata membawa rombongan wisatawan mancanegara menyusuri jalur trekking Bukit Campuhan di Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Jumat (22/9/2023).
”Kami termotivasi menggeliatkan lagi tahun 2022 karena Joged Pingitan diciptakan berabad-abad lampau,” ujar penasihat Sanggar Bala Kerthi, I Ketut Mulyo. Ia dan sejawat-sejawatnya semula bergerak sendiri. Demi merawat tradisi, mereka kini dinaungi desa adatnya, Keliki, di Kabupaten Gianyar, Bali.
Tari yang diiringi instrumentalia Rindik Pingitan itu dihelat untuk memohon keselamatan, dikaruniai rezeki, dan menjauhkan roh-roh negatif. ”Tak bisa sembarangan juga menyelenggarakannya karena tergolong sakral. Mesti didahului upacara adat,” katanya.
Kepala Pokja Apresiasi dan Literasi Musik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Edi Irawan mengapresiasi Imex yang digelar untuk mengangkat warisan leluhur. Musik sepatutnya tak sekadar diciptakan, dibutuhkan, dan ditampilkan, dan diapresiasi.
”Banyak musik tradisional yang hampir punah, seperti gamelan selonding, harus direvitalisasi. Platformnya juga dibangun untuk mewadahi interaksi budaya,” katanya. Imex menjembatani musisi-musisi daerah, manajemen, dan genre untuk saling mengenal, memahami, hingga akhirnya menghargai.
Penyelenggara festival musik kawakan dan President of the Global Music Market Network Junghun Lee menilai musik tradisional Indonesia begitu variatif. ”Gamelan, misalnya, merepresentasikan musik tradisional di Asia. Supaya kian dikenal, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan,” ucapnya.