Kultulibrasi, Resolusi Konflik dalam Balutan Wastra
Upaya melestarikan budaya bangsa yang beranekaragam kerap terjebak dalam berbagai pernyataan normatif tanpa eksekusi nyata. Para desainer merupakan salah satu yang bertindak. Salah satunya Mel Ahyar lewat Kultulibrasi.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Upaya melestarikan budaya bangsa yang beraneka ragam kerap terjebak dalam berbagai pernyataan normatif tanpa eksekusi nyata. Para desainer merupakan salah satu yang sungguh bertindak. Salah satunya Mel Ahyar lewat pertunjukan Kultulibrasi yang membawakan sejumlah koleksinya.
Hentak tifa dan tiupan fuu mengawali musik yang mengiringi langkah para model membawakan koleksi Rikuriku dari jenama Happa dan XY milik Mel. Unsur dari budaya Papua mendominasi koleksi yang membuka pergelaran Kultulibrasi di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Inspirasinya hadir dari teknik ukiran suku Asmat yang diwujudkan melalui kerangka garis-garis yang membentuk motif floral dan geometris. Permainan motif ini pun dimainkan benang warna-warni yang timbul di atas material katun berwarna merah tanah, putih, dan hitam dari pewarna alami ini pun menegaskan kepiawaian Mel dalam membesut embroideri yang khas.
”Diterjemahkan untuk yang pertama ini memang gaya kasual anak muda. Bermainnya pada craftmanship, tapi tetap ringan digunakan kapan pun,” tutur Mel sebelum pergelaran berlangsung.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Tak berhenti pada ukiran, kekhasan Papua lain, seperti elemen rumah honai, juga diinterpretasikan dengan unik melalui wujud makrame dan tassel dari benang wol yang menjadi aksesori dipasang bertumpuk di atas kemeja atau gaun atau justru masuk menjadi detail tiap tampilan.
Berlanjut pada suguhan puncak, yakni rangkaian koleksi Archipelago yang menampilkan gubahan gaya dinamis lewat wastra Nusantara. Apabila koleksi Archipelago pada tahun lalu membaurkan sejumlah wastra melalui tajuk ”Kawin Campur”. Kini, Mel menggarisbawahi tiap wastra untuk berdiri sendiri, tapi dengan modifikasi berani yang menawan dan selaras dengan zaman.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Tiga pakem besar dilandaskan pada asal wastra, yakni Medan, dalam tajuk pertunjukan ”The Melting Pot” yang mengangkat ulos Batak dan songket Melayu. Selain itu, Mel lagi-lagi meneguhkan kekhasannya bermain hiasan benang dan bordir dalam sejumlah busana di sini yang membentuk bangunan ikonik di Kota Medan, seperti Istana Maimun di atas kain menerawang yang dipadukan sebagai luaran untuk tunik panjang berpotongan kerah mirip kebaya encim.
Suasana makin terasa bak pulang ke kota tempat berbagai suku agama menyatu melalui video yang menampilkan kuil di Kampung Madras, masjid raya, Istana Maimun, rumah Tjong A Fie, Gereja Maria Annai Velangkani, hingga sudut-sudut kota yang menawarkan kuliner khas Medan. Siluet tampilan dalam koleksi yang dihasilkan pun mengadopsi kekhasan busana melayu, India, sampai China dengan memanfaatkan ulos dan songket.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Merangkul budaya
Kedua, Mel memilih Tuban dengan Batik Tenun Gedognya. Judul ”Onomatope” disematkan untuk menaungi karya-karyanya yang menawarkan batik gedog dengan siluet kekinian yang tak terduga. ”Prosesnya sangat sulit karena batik gedog ini tekstur sebenarnya kaku. Biasanya untuk home living seperti taplak atau table runner gitu. Kali ini dibikin baju,” ujar Mel.
Muncullah siluet dengan bahu tegak seolah diberi bantalan. Atasan crop menyerupai blazer dengan kancing menyamping. Ada pula atasan mirip blazer asimetris dengan paduan bahu tegak. Kombinasi atasan crop dengan bawahan celana maupun rok span berbahan batik tenun gedog tetap berhasil menampilkan aura klasik, tapi kasual.
Menurut Mel, pengalamannya mengolah batik tenun gadog beserta kisah di lapangan membuatnya kian terketuk dan bersemangat untuk membawa napas baru pada karyanya kali ini.
”Aku melihat konflik dan kesenjangan warisan budaya. Menenun ini bukan dianggap sebagai sesuatu yang cool dan patut diteruskan. Gedog ini penenun dan pemintalnya sudah nenek-nenek semua. Untuk mewariskan dan mengurai konflik, salah satunya adalah meregenerasi customer. Membuat yang keren dan bisa dipakai siapa saja berbahan wastra,” tutur Mel.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Kendati demikian, ia memahami ada aturan dalam mengolah wastra. Namun, bukan berarti menjadi halangan untuk berkreasi membuat wastra bisa menjangkau siapa saja. Seperti yang dilakukannya pada koleksi Onomatope ini, batik tenun gedog yang digunakannya mendominasi dengan minim potong. Desain dan siluetnya bukan sekadar kemeja, gaun, atau outer yang jamak.
”Gedog Tuban ini merupakan batik tulis di atas kain tenun yang statusnya kritis, karena itu sebisa mungkin utuh digunakan,” ujar Mel.
Berlanjut pada ”Mulang Tiuh” yang mengangkat budaya Lampung. Mel bermain dengan sulam usus dan teknik tapis khas Lampung di atas kain dan motif modern. Sajian Archipelago pun usai dan disambung dengan koleksi Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024 yang memadupadankan ornamen klasik dengan modern menjadi sesuatu yang trendi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Parade model saat membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023). Dalam pergelaran tersebut, desainer Mel Ahyar menampilkan koleksi Happa dan XY, Mel Ahyar Archipelago (featuring: Medan, Tuban, dan Lampung) dan Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024. Tema Kultulibrasi menawarkan koleksi yang menginterpretasikan akulturasi budaya.
”Aku mencoba memotret fenomena dua dimensi dinamika budaya yang kerap berkonflik. Salah satunya konflik lintas generasi. Siluetnya perpaduan mode 1940-2000-an serta kebaya dengan detail bermain volume pada lengan misalnya,” tutur Mel.
Manuel Castells dalam bukunya bertajuk The Power of Identity mengungkapkan identitas teritorial merupakan sesuatu hal yang mendasari rasa kepemilikan dan persatuan dengan kelompoknya dalam proses cepat urbanisasi dan globalisasi. Budaya menjadi salah satu identitas teritorial itu.
Haryati Soebadio dalam tulisannya, Cultural Policy in Indonesia, yang terbit pada 1973 bahkan telah menyebut sebuah sebutan, yakni local genius. Dari penjelasannya, local genius ini adalah bentuk pelestarian budaya yang tak menghilangkan nilai-nilai setempat meski terus berkembang mengikuti zaman.
Ini terus dilakukan Mel lewat tiap karyanya yang tak pernah lupa budaya dan tempatnya berpijak di Nusantara. Lokal bercita rasa internasional. Bukan normatif belaka.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Model membawakan koleksi busana dalam Mel Ahyar Annual Show 2023 yang mengusung tema Kultulibrasi di City Hall PIM 3, Jakarta, Kamis (10/8/2023).