Media Sosial Bikin Asyik Agustusan
Sejak beberapa pekan lalu Ijah rajin berselancar di media sosial mencari lomba-lomba yang menarik. Tahun ini, media sosial banyak jadi rujukan lomba tujuh belasan.
Lomba tujuh belasan makin variatif. Tahun ini, lomba-lomba baru yang segar dan kreatif banyak terinspirasi oleh tayangan serupa di media sosial. Dalam beberapa level, jika kita dikepung kebuntuan, tampaknya media sosial bisa menjadi alternatif mencari jawaban.
Rabu (16/8/2023) pagi, halaman sekolah SDN Palmerah 20 dan 22 Pagi riuh dengan kehadiran puluhan orang. Mereka datang untuk mengikuti lomba tujuh belasan. Halaman seluas dua kali lapangan bulu tangkis itu memang digunakan bersama oleh kedua sekolah untuk menggelar aneka lomba.
Beberapa lomba merupakan lomba yang sudah lama ada, seperti balap kelereng, balap karung, memasukkan paku ke dalam botol, atau makan kerupuk. Lomba lainnya masuk kategori baru.
Di SDN Palmerah 20 Pagi, guru-guru membuat lomba untuk murid kelas 5 SD yang terinspirasi dari Youtube, yaitu memindahkan air menggunakan gelas yang diikat di kepala. Setiap murid memasukkan air tanpa menyentuh gelas. Setelah itu, mereka berlari sejauh 50 meter. Air kemudian dituangkan ke dalam baskom. Selama sekitar lima menit mereka berusaha memindahkan sebanyak-banyaknya air. Selain lucu dan menghibur, lomba ini juga seru.
Menurut guru kelas 6 SDN Palmerah 20 Pagi, Suswanti, sebagian lomba merupakan hasil pencarian di internet. Bersama panitia, ia memilih lomba-lomba yang seru dan menyenangkan dengan alat-alat yang mudah didapat. Beberapa alat yang dipakai adalah benda sehari-hari, seperti gelas, balon, baskom, dan tali. ”Saya juga menyesuaikan tingkat kesulitan lomba dengan peserta. Prinsipnya, semua bisa mengikuti,” katanya.
Perlombaan-perlombaan ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, tapi juga wali murid melawan guru-guru. Selain seru dan menantang, setiap lomba menghasilkan gelak tawa di antara penonton dan peserta.
Ijah (45) dan Wati (42), wali murid kelas 6 SDN Palmerah 22 Pagi, terlihat berkonsentrasi melangkah sambil menjaga dua gelas air mineral plastik yang direkatkan di kening mereka. Diiringi suara musik dangdut dan sorak-sorai dari penonton, mereka berusaha menjaga keseimbangan agar gelas berisi air itu tak jatuh saat mereka berjalan.
Sayang, satu per satu peserta gugur karena tak mampu menahan tawa dan konsentrasi sehingga menyebabkan gelas jatuh sebelum mencapai finis. Tetapi, Ijah dan Wati berhasil menjaga keseimbangan. Mereka melompat girang begitu dinyatakan sebagai juara.
Baca juga: Dari Brinka sampai Cerita tentang Eyang
Lomba menjaga keseimbangan tubuh dengan dua gelas air mineral plastik ini terinspirasi dari lomba sejenis yang banyak beredar di aplikasi Tiktok. Perbedaannya, di Tiktok lomba diadakan menggunakan dua jeruk yang ditempelkan di kening.
”Terinspirasi dari lomba itu, kami bikin menggunakan gelas air mineral. Kalau pakai jeruk kan mahal, harus beli di pasar. Ini kami pakai apa yang ada saja,” kata Ijah, yang merupakan Ketua Komite Murid.
Sejak beberapa pekan lalu Ijah rajin berselancar di media sosial untuk mencari lomba-lomba yang menarik. Ia meminjam akun Tiktok anaknya untuk mencari ide lomba. Pemenang lomba tak mendapatkan hadiah karena tujuan perlombaan bukan materi, lebih pada ”seru-seruan”.
Menambah kebersamaan
Suasana lomba perayaan HUT Ke-78 RI di Perumahan Bumi Pesanggrahan Mas (BPM), Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, pada Kamis (17/8/2023) juga seru. Warga BPM bersemangat mengikuti perlombaan yang hadiahnya lumayan menggiurkan. Juara umumnya mendapat pembebasan membayar iuran bulanan kebersihan dan keamanan sebesar Rp 155.000 per kavling rumah.
Delapan tim beranggotakan lima hingga delapan orang yang mewakili setiap RT berlomba memindahkan sarung secara estafet, tiup balon (memindahkan gelas plastik lewat peniupan balon), dan lomba kekompakan mencopot kaus kaki di bawah ember berisi air. Gerakan peserta lomba yang merupakan campuran dari remaja hingga warga senior, lelaki dan perempuan, dengan bentuk badan beraneka ukuran, menambah seru perlombaan estafet sarung.
Betapa tidak, keterampilan tiap peserta menggerakkan badan agar sarung bisa berpindah tempat ke rekan di sebelahnya menentukan kecepatan pemindahan sarung sampai orang terakhir. Meski sudah melalui latihan sebelum mulai, dalam pelaksanaan lomba tetap terjadi kekeliruan karena pergerakan sarung yang tak bisa diprediksi.
Saat lomba dimulai dalam dua putaran, wakil RT 006 yang berseragam rapi kaus merah-putih dengan mudah menggerakkan sarung dengan tempo tercepat. Sementara itu, lawan di putaran penentuan, RT 001, lambat di detik terakhir karena pemindahan sarung dari Robert ke Dion terganggu sarung yang tiba-tiba melebar sehingga menutup muka Dion.
Sorakan penonton menyemangati Dion agar mempercepat melepas sarung dari kepala tak mampu ia lakukan. Sarung malah makin melebar dan menyulitkannya bergerak. Sorak-sorai peserta dan para suporter langsung pecah.
Ketua panitia perayaan HUT RI BPM Rizky Mahendra menjelaskan, panitia sengaja memperbarui jenis lomba. ”Saya survei ke warga, mereka ingin ada jenis lomba baru. Tim lomba cari jenis lomba baru agar warga tak bosan,” ujar Rizky yang juga Ketua RT 005 BPM.
Ia bersama tim lalu memilih lomba untuk anak dan orang dewasa yang berunsur menyenangkan, menambah kebersamaan, mudah dimainkan, dan aman. Ferra Volda Manusama dari tim lomba menambahkan, ada jenis lomba yang idenya dari media sosial.
Rizky tak memungkiri, media sosial sangat memengaruhi kehidupan warga secara umum. Namun, ia berprinsip memilih hal baik buat menyemarakkan lomba agar kebersamaan warga makin erat. Anak-anak juga mendapat permainan yang melatih ketelitian, kesabaran, yang sementara bisa mengalihkan perhatian dari gawai.
Jadi rujukan
Media sosial, tak bisa dimungkiri, telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam keseharian masyarakat. Dalam banyak hal, media sosial telah menjadi rujukan, pun ketika mencari ide tentang jenis lomba apa saja yang akan dipilih untuk merayakan HUT RI.
Mengutip survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pengguna internet di Indonesia pada periode tahun 2022-2023 mencapai 215,63 juta orang, meningkat 2,67 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya sebanyak 210,03 juta pengguna.
Seiring dengan peningkatan tersebut, semakin banyak pula masyarakat yang memanfaatkan layanan media sosial. mencari hiburan, atau sekadar mengisi waktu luang. Tak heran, pertukaran informasi pun terjadi amat cepat.
Zaki (17), pemuda yang ditunjuk menjadi panitia penyelenggara perlombaan 17 Agustus di lingkungan tempat tinggalnya di RT 004 RW 008, Depok Jaya, pun mengakui, ide-ide perlombaan tujuh belasan di lingkungannya disadur dari media sosial. ”Sejak bulan lalu, di beranda media sosial saya sudah berseliweran lomba-lomba perayaan 17 Agustus. Lalu kepikiran, wah, bagus nih kalau dicontek. Akhirnya pas udah mau masuk Agustus, terus dicatetin apa aja. Sekalian searching di Google, Instagram, Tiktok, dan Youtube Short,” papar Zaki, Kamis pagi.
Salah satunya adalah balap karung menggunakan helm seperti lomba yang muncul di Banjarmasin. Lomba ini digelar pertama kali tahun 2019 dan segera mencuri perhatian media sosial karena lucu, mengundang tawa.
”Itu kami beli karungnya bekas, kalau helmnya pinjam yang ada aja. Cuma kalau buat anak-anak, kan, karena masih kekecilan, kalau jongkok kan susah, ya udah, enggak bisa dipaksa, akhirnya berdiri aja, tapi tetap pakai helm,” ucap Zaki.
Baca juga: Roda empat dalam pusaran prestise
Gestur yang lucu membuat warga yang menonton ikut tertawa. Padahal, peserta yang terdiri dari anak-anak terlihat kesulitan. Gerakan yang terbatas ditambah helm yang berat membuat mereka lambat bergerak. Sebagian memberikan semangat di tengah gelak tawa yang membahana.
Begitu juga saat estafet tepung digelar. Para peserta yang terdiri dari anak-anak muda sepertinya kurang memahami strategi permainan. Akibatnya, piring-piring berisi tepung yang seharusnya selamat diangsurkan kepada peserta yang duduk di belakang mereka tumpah ruah mengotori wajah dan pakaian mereka. Tawa peserta dan penonton pecah sejadi-jadinya karena tak ada yang berhasil mengestafetkan piring tepung dengan selamat.
”Kacau... kacau,” celetuk Abizar (17). Wajah dan pakaiannya tertutup tepung, tapi dia tertawa lebar.
Lomba estafet menuangkan tepung juga digelar di Kompleks Griya Satwika Telkom, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Tampaknya lomba ini yang paling membuat penonton pecah tawanya melihat sejumlah ibu-ibu yang menjadi peserta belepotan tepung di hampir sekujur tubuhnya.
Lomba tujuh belasan menggunakan tepung juga banyak ditemukan di media sosial dalam beragam modifikasi lomba. Rata-rata menuai gelak tawa karena bubuk tepung yang akhirnya mengotori peserta lomba.
Selain soal keseruan, momen agustusan menjadi afirmasi betapa kita sedemikian besar menyandarkan hidup kepada internet, lebih tepatnya kepada media sosial. Saat hendak memasak, kita memeriksa menu di media sosial. Bahkan mencari calon pasangan hidup pun tak sedikit yang mencari referensi di media sosial.
Apa jadinya jika tiba-tiba media sosial tak bisa kita akses lagi? Mungkin kita jadi tak ”merdeka” lagi. Atau, jangan-jangan sekarang ini justru kita sedang dijajah media sosial?